Audit Infrastruktur Dinilai Tidak Jalan
A
A
A
SEMARANG - Kalangan DPRD Jawa Tengah menilai longsornya jalan nasional Tegal-Purwokerto di ruas Ciregol, Kecamatan Tonjong, Brebes, akibat kegiatan audit infrastruktur jalan yang mandek.
Sebab di titik itu sudah pernah terjadi longsor serupa meskipun tidak parah. “Khusus untuk Ciregol, tiga tahun lalu sempat ambrol, tapi tidak parah. Saya kira audit infrastruktur dan jembatan tidak jalan. Padahal standar operasional prosedur (SOP) sudah ada, secara reguler harus dilakukan audit infrastruktur, saya kira audit infrastrukturnya tidak jalan,” kata Wakil Ketua Komisi D DPRD Jateng, Hadi Santoso, kemarin.
Hadi menilai, pemerintah pusat maupun provinsi cenderung lambat dalam mengantisipasi, terutama dalam membuat jalan alternatif yang sejajar dengan kondisi jalan pantura. “Sebab pembangunan jalan tol hingga juga tidak pasti,” ujar politikus PKS Jateng ini. Padahal, kata Hadi, daerah Ciregol merupakan titik yang pernah diperingatkan DPRD Jateng kepada instansi terkait untuk diantisipasi.
Sebab saat pintu tol Pejagan dibuka pada mudik Lebaran nanti daerah itu akan ramai dilintasi pengendara karena sebagai jalur alternatif. “Ini sebelum mudik Lebaran, malah sudah ambrol duluan,” ucapnya. Hadi menyebutkan, jalan provinsi di Jateng yang kondisinya kritis sebenarnya banyak di antarnya jalan ruas Pemalang-Purbalingga, Kendal- Temanggung, dan lainnya.
Demikian juga di jalan pantura sebenarnya banyak ruasnya perlu diantisipasi. “Karena hampir angkutan berat tidak bisa dialihkan jalan lain, kecuali pantura,” katanya. Idealnya, ujar Hadi, perbatasan antara jalan nasional dengan jalan provinsi ada terminal transisi. Sebab dalam jalan nasional muatan sumbu terberatnya (MST) 12 ton, sementara untuk jalan provinsi hanya delapan ton.
Menurut dia, kalau ada angkutan barang yang melintas dari jalan nasional ke provinsi muatannya harus disesuaikan. Penyesuaian itu bisa dilakukan di terminal transisi. Sayangnya, hingga kini tidak ada satu pun terminal transisi di Jateng. “Perpindahan MST harus ada pengurangan beban, “ kata dia.
Pihak yang berwenang membangun terminal transisi itu, kata Hadi, kalau dari jalan nasional ke provinsi kewenangannya pemerintah pusat dan kalau dari jalan provinsi ke kabupaten/ kota kewenangan provinsi. Menurut Hadi, jalan pantura timur di Jateng relatif banyak alternatifnya, namun untuk jalan pantura barat hingga kini minim jalan alternatif sehingga padat. “Oleh karena itu, pembangunan jalan tol harus segera direalisasikan,” katanya.
Pembebasan Lahan Tahun Ini
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendorong relokasi jalur utama penghubung Purwokerto dan Tegal itu dapat segera dilakukan. Pemkab Brebes diminta memulai proses pembebasan lahan tahun ini. “(Relokasi) ini sebenarnya sudah kita bicarakan lama. Nah , sekarang karena ada bencana, percepatannya dari sini, dari kejadian ini,” kata Ganjar saat meninjau kondisi jalan yang ambles di Jalur Ciregol, kemarin.
Ganjar meninjau ruas jalan yang berada Desa Kutamendala, Kecamatan Tonjong, didampingi di antaranya Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko, Bupati Brebes Idza Priyanti, Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Nur Ali, serta sejumlah pejabat Bina Marga dan Pemkab Brebes.
Menurut mantan anggota DPR tersebut, opsi relokasi jalur Ciregol ke lokasi lain yang lebih aman merupakan opsi lebih baik dibandingkan dengan penanganan titik jalan rawan ambles atau longsor. Sebab kondisi jalan di jalur Ciregol terdapat kemungkinan akan kembali mengalami ambles atau longsor karena pergerakan tanah yang terjadi akibat arus Sungai Pedas dan Glagah di dua sisi jalan.
Selain itu, dari sisi anggaran yang dikeluarkan, langkah relokasi juga dinilai Ganjar lebih efisien dibandingkan dengan penanganan tiga titik jalan yang ambles dan longsor. “Penangan titik ketiga ini (yang ambles) Rp30 miliar. Saya kira relokasi lebih baik. Saya juga dapat SMS dari warga sini, sudahlah, forgeted Ciregol, buat jalur baru. Ini artinya kesadaran masyarakat bagus,” katanya.
Terkait permasalahan ketersediaan lahan yang menjadi kendala, Ganjar menyatakan tahun ini pembebasan lahan untuk relokasi akan dimulai. Dia sudah meminta Pemkab Brebes agar segera membentuk tim untuk pembebasan lahan. “Saya sudah bicara dengan bupati untuk segera membentuk timnya. Segera dikerjakan pembebasan lahannya,” katanya.
Menurut Ganjar, anggaran untuk melakukan pembebasan lahan itu sudah tersedia Rp8 miliar dari total Rp60 miliar yang dibutuhkan. Anggaran tersebut berasal dari pemerintah pusat. “Duitnya sudah siap. Kami akan bantu bupati melakukan pembebasan lahan. Kami akan kejar-kejaran. Kalau bisa dikebut,” ucapnya.
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah V Dirjen Bina Marga Hedy Rahadian mengatakan, jalur baru pengganti di jalur Ciregol membutuhkan lahan seluas 92,801,2 meter persegi. Nanti jalan akan dibangun dengan panjang 4,1 kilometer dan lebar 7,5 meter. “Untuk pembangunan fisik dibutuhkan anggaran Rp95 miliar,” katanya.
Asisten I Pemkab Brebes Suprapto mengungkapkan, terdapat 124 bidang tanah yang harus dibebaskan untuk dibuat jalur baru pengganti jalur Ciregol. Bidang tanah itu tersebar di Desa Kutamendala, Karangjongkeng, Purwodadi, Kecamatan Tonjong. “Sebagian besar sawah. Ada juga yang bangunan,” katanya.
Menurutnya, pemkab akan berupaya menyelesaikan pembebasan lahan tersebut pada tahun ini seperti permintaan gubernur. Apalagi warga sudah mendapat sosialisasi dan memahami perlunya direlokasi jalur Ciregol. “Kami upayakan secara maksimal. Dalam waktu dekat akan dibentuk tim pembebasan. Dari Satker Bina Marga hari ini rencananya juga akan melakukan pemasangan patok,” ucapnya.
Sementara penanganan darurat jalan yang ambles dengan membuat ruas jalan baru kemarin terus dilakukan. Sebagian bukit yang akan dijadikan jalan sudah mulai bersih dari pohon dan tanaman. Penanganan darurat tersebut ditargetkan sudah selesai pada pekan depan. “Penanganan darurat tetap. Kami ikuti. Kami kerjakan. Ini rampung seminggu, Senin sesuk lewato. Akan saya pantau 24 jam,” ujar Ganjar.
Dirlantas Polda Jateng Kombes Istu Hari yang datang menegaskan, kepolisian siap mengatur dan mengamankan arus lalu lintas selama proses penanganan darurat. “Di jalur-jalur alternatif tentu kami akan pagar betis. Sabhara pada malam hari dan Satlantas pada siang hari, kami selalu floating di sana, seperti di Comal dulu. Tapi ini lebih ringan. Kami ready, dari TNI juga siap membantu,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Satuan Kerja Wilayah I Bina Marga Provinsi Jawa Tengah, Sumarjono mengatakan, terdapat empat titik jalan yang rawan ambles di sepanjang jalur Ciregol. Karena itu, solusinya adalah merelokasi jalur dengan kondisi tanah yang lebih stabil. Namun, relokasi tersebut masih terkendala lahan untuk harus dibebaskan.
“Jalur lama sangat berat untuk ke depan karena pertemuan dua arus dua sungai. Kalau memang pemda sudah menyiapkan lahan, ini kami punya anggaran untuk membebaskan. Jadi tinggal keseriusan pemda mendata dan membentuk panitia. Untuk anggaran bisa dibantu pusat agar ini bisa selesai,” katanya.
Adapun penanganan darurat dengan membuat ruas jalan baru dengan mengepres bukit menjadi langkah paling masuk akal menghadapi arus mudik. Sebab jika menangani jalan yang ambles dibutuhkan waktu lebih lama karena kondisi tanah masih berpotensi longsor. “Nanganin (jalan) itu hari raya tidak mungkin selesai. Harus dipancang dulu lalu ditimbun,” ujarnya.
Amin fauzi/ Farid firdaus
Sebab di titik itu sudah pernah terjadi longsor serupa meskipun tidak parah. “Khusus untuk Ciregol, tiga tahun lalu sempat ambrol, tapi tidak parah. Saya kira audit infrastruktur dan jembatan tidak jalan. Padahal standar operasional prosedur (SOP) sudah ada, secara reguler harus dilakukan audit infrastruktur, saya kira audit infrastrukturnya tidak jalan,” kata Wakil Ketua Komisi D DPRD Jateng, Hadi Santoso, kemarin.
Hadi menilai, pemerintah pusat maupun provinsi cenderung lambat dalam mengantisipasi, terutama dalam membuat jalan alternatif yang sejajar dengan kondisi jalan pantura. “Sebab pembangunan jalan tol hingga juga tidak pasti,” ujar politikus PKS Jateng ini. Padahal, kata Hadi, daerah Ciregol merupakan titik yang pernah diperingatkan DPRD Jateng kepada instansi terkait untuk diantisipasi.
Sebab saat pintu tol Pejagan dibuka pada mudik Lebaran nanti daerah itu akan ramai dilintasi pengendara karena sebagai jalur alternatif. “Ini sebelum mudik Lebaran, malah sudah ambrol duluan,” ucapnya. Hadi menyebutkan, jalan provinsi di Jateng yang kondisinya kritis sebenarnya banyak di antarnya jalan ruas Pemalang-Purbalingga, Kendal- Temanggung, dan lainnya.
Demikian juga di jalan pantura sebenarnya banyak ruasnya perlu diantisipasi. “Karena hampir angkutan berat tidak bisa dialihkan jalan lain, kecuali pantura,” katanya. Idealnya, ujar Hadi, perbatasan antara jalan nasional dengan jalan provinsi ada terminal transisi. Sebab dalam jalan nasional muatan sumbu terberatnya (MST) 12 ton, sementara untuk jalan provinsi hanya delapan ton.
Menurut dia, kalau ada angkutan barang yang melintas dari jalan nasional ke provinsi muatannya harus disesuaikan. Penyesuaian itu bisa dilakukan di terminal transisi. Sayangnya, hingga kini tidak ada satu pun terminal transisi di Jateng. “Perpindahan MST harus ada pengurangan beban, “ kata dia.
Pihak yang berwenang membangun terminal transisi itu, kata Hadi, kalau dari jalan nasional ke provinsi kewenangannya pemerintah pusat dan kalau dari jalan provinsi ke kabupaten/ kota kewenangan provinsi. Menurut Hadi, jalan pantura timur di Jateng relatif banyak alternatifnya, namun untuk jalan pantura barat hingga kini minim jalan alternatif sehingga padat. “Oleh karena itu, pembangunan jalan tol harus segera direalisasikan,” katanya.
Pembebasan Lahan Tahun Ini
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mendorong relokasi jalur utama penghubung Purwokerto dan Tegal itu dapat segera dilakukan. Pemkab Brebes diminta memulai proses pembebasan lahan tahun ini. “(Relokasi) ini sebenarnya sudah kita bicarakan lama. Nah , sekarang karena ada bencana, percepatannya dari sini, dari kejadian ini,” kata Ganjar saat meninjau kondisi jalan yang ambles di Jalur Ciregol, kemarin.
Ganjar meninjau ruas jalan yang berada Desa Kutamendala, Kecamatan Tonjong, didampingi di antaranya Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko, Bupati Brebes Idza Priyanti, Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Nur Ali, serta sejumlah pejabat Bina Marga dan Pemkab Brebes.
Menurut mantan anggota DPR tersebut, opsi relokasi jalur Ciregol ke lokasi lain yang lebih aman merupakan opsi lebih baik dibandingkan dengan penanganan titik jalan rawan ambles atau longsor. Sebab kondisi jalan di jalur Ciregol terdapat kemungkinan akan kembali mengalami ambles atau longsor karena pergerakan tanah yang terjadi akibat arus Sungai Pedas dan Glagah di dua sisi jalan.
Selain itu, dari sisi anggaran yang dikeluarkan, langkah relokasi juga dinilai Ganjar lebih efisien dibandingkan dengan penanganan tiga titik jalan yang ambles dan longsor. “Penangan titik ketiga ini (yang ambles) Rp30 miliar. Saya kira relokasi lebih baik. Saya juga dapat SMS dari warga sini, sudahlah, forgeted Ciregol, buat jalur baru. Ini artinya kesadaran masyarakat bagus,” katanya.
Terkait permasalahan ketersediaan lahan yang menjadi kendala, Ganjar menyatakan tahun ini pembebasan lahan untuk relokasi akan dimulai. Dia sudah meminta Pemkab Brebes agar segera membentuk tim untuk pembebasan lahan. “Saya sudah bicara dengan bupati untuk segera membentuk timnya. Segera dikerjakan pembebasan lahannya,” katanya.
Menurut Ganjar, anggaran untuk melakukan pembebasan lahan itu sudah tersedia Rp8 miliar dari total Rp60 miliar yang dibutuhkan. Anggaran tersebut berasal dari pemerintah pusat. “Duitnya sudah siap. Kami akan bantu bupati melakukan pembebasan lahan. Kami akan kejar-kejaran. Kalau bisa dikebut,” ucapnya.
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah V Dirjen Bina Marga Hedy Rahadian mengatakan, jalur baru pengganti di jalur Ciregol membutuhkan lahan seluas 92,801,2 meter persegi. Nanti jalan akan dibangun dengan panjang 4,1 kilometer dan lebar 7,5 meter. “Untuk pembangunan fisik dibutuhkan anggaran Rp95 miliar,” katanya.
Asisten I Pemkab Brebes Suprapto mengungkapkan, terdapat 124 bidang tanah yang harus dibebaskan untuk dibuat jalur baru pengganti jalur Ciregol. Bidang tanah itu tersebar di Desa Kutamendala, Karangjongkeng, Purwodadi, Kecamatan Tonjong. “Sebagian besar sawah. Ada juga yang bangunan,” katanya.
Menurutnya, pemkab akan berupaya menyelesaikan pembebasan lahan tersebut pada tahun ini seperti permintaan gubernur. Apalagi warga sudah mendapat sosialisasi dan memahami perlunya direlokasi jalur Ciregol. “Kami upayakan secara maksimal. Dalam waktu dekat akan dibentuk tim pembebasan. Dari Satker Bina Marga hari ini rencananya juga akan melakukan pemasangan patok,” ucapnya.
Sementara penanganan darurat jalan yang ambles dengan membuat ruas jalan baru kemarin terus dilakukan. Sebagian bukit yang akan dijadikan jalan sudah mulai bersih dari pohon dan tanaman. Penanganan darurat tersebut ditargetkan sudah selesai pada pekan depan. “Penanganan darurat tetap. Kami ikuti. Kami kerjakan. Ini rampung seminggu, Senin sesuk lewato. Akan saya pantau 24 jam,” ujar Ganjar.
Dirlantas Polda Jateng Kombes Istu Hari yang datang menegaskan, kepolisian siap mengatur dan mengamankan arus lalu lintas selama proses penanganan darurat. “Di jalur-jalur alternatif tentu kami akan pagar betis. Sabhara pada malam hari dan Satlantas pada siang hari, kami selalu floating di sana, seperti di Comal dulu. Tapi ini lebih ringan. Kami ready, dari TNI juga siap membantu,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Satuan Kerja Wilayah I Bina Marga Provinsi Jawa Tengah, Sumarjono mengatakan, terdapat empat titik jalan yang rawan ambles di sepanjang jalur Ciregol. Karena itu, solusinya adalah merelokasi jalur dengan kondisi tanah yang lebih stabil. Namun, relokasi tersebut masih terkendala lahan untuk harus dibebaskan.
“Jalur lama sangat berat untuk ke depan karena pertemuan dua arus dua sungai. Kalau memang pemda sudah menyiapkan lahan, ini kami punya anggaran untuk membebaskan. Jadi tinggal keseriusan pemda mendata dan membentuk panitia. Untuk anggaran bisa dibantu pusat agar ini bisa selesai,” katanya.
Adapun penanganan darurat dengan membuat ruas jalan baru dengan mengepres bukit menjadi langkah paling masuk akal menghadapi arus mudik. Sebab jika menangani jalan yang ambles dibutuhkan waktu lebih lama karena kondisi tanah masih berpotensi longsor. “Nanganin (jalan) itu hari raya tidak mungkin selesai. Harus dipancang dulu lalu ditimbun,” ujarnya.
Amin fauzi/ Farid firdaus
(ftr)