Belajar Tekan Ledakan Penduduk hingga Penerapan UU Desa
A
A
A
GIANGNYAR-BALI - Komisi D dan A DPRD Kudus pekan lalu ngangsu kawruh ke Kabupaten Gianyar dan Bangli untuk mempelajari strategi dua daerah di Provinsi Bali itu yang dinilai berhasil urusan menekan jumlah ledakan penduduk, program sanitasi, dan tata pemerintahan yang selaras dengan UU Desa.
Ketua Komisi D DPRD Kudus Mukhasiron mengatakan, ledakan penduduk memunculkan beragam persoalan baru. Pemerintah mau tak mau harus menyiapkan beragam infrastruktur dan berbagai layanan seiring naiknya jumlah penduduk. Jika tidak, akan ada persoalan layanan kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, meningkatnya tindak kriminalitas, dan lain sebagainya.
“Kabupaten Gianyar, Bali, termasuk daerah yang berhasil menekan angka ledakan penduduk. Data kependudukan akhir Desember 2014 menunjukkan jika penduduk Kabupaten Gianyar sekitar 527.000 jiwa. Padahal jumlah penduduk Kudus pada periode yang sama sudah tembus angka 800.000 jiwa.
Anggota Komisi D lainnya, Mawahib menambahkan, selama di Gianyar pihaknya mempelajari lebih dekat urusan program sanitasi dan air bersih. Sebab Gianyar baru saja mendapat penghargaan dari Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra). Ketua Komisi A DPRD Kudus Mardiyanto mengatakan, kedua kabupaten tersebut cukup maju dalam urusan tata pemerintahan.
Mereka juga sudah siap memberlakukan UU No 6/2014 tentang Desa. Di Kudus, hingga kemarin, UU Desa belum bisa dijalankan karena terganjal peraturan daerah (perda) terkait hal itu. Salah persoalan adalah pemanfaatan tanah bengkok desa. Sebelum lahirnya UU Desa kades hingga perangkat desa mendapat penghasilan dari tanah bengkok desa.
Padahal UU Desa mengharuskan bengkok desa dilelang dan hasilnya digunakan untuk membayar penghasilan kades dan perangkatnya. "Karena itu kami ngangsu kawruh ke Kabupaten Bangli karena di sana sudah berjalan," kata Mardiyanto.
Saat menerima rombongan DPRD Kudus, Asisten Bidang Administrasi Pemerintahan dan Kesra Setda Gianyar Cokorda Gde Rai Widiarsa Pemayun mengatakan, pihaknya melakukan berbagai pendekatan untuk menekan ledakan penduduk. Kesadaran warga terus digugah agar mau mengerem angka kelahiran.
Hasilnya, warga mau membatasi hingga hanya dua anak saja. "Pendekatan budaya kami prioritaskan. Ini tidak hanya urusan mengerem ledakan penduduk saja. Soal sanitasi juga sama, kami maksimalkan peran Subak (semacam perkumpulan petani pengguna air-P3A) di Bali. Kami dapat world heritage dari UNESCO juga karena itu," kata Widiarsa.
Wakil Ketua DPRD Bangli, Komang Carles yang ditemui terpisah mengatakan, jauhjauh hari daerahnya sudah menerapkan amanat UU Desa. Semisal urusan membiayai gaji kades dan perangkatnya. APBD Bangli tahun 2015 ini hanya sekitar Rp900 miliar. Meski begitu, Alokasi Dana Desa (ADD) tiap desa di Bangli, rata-rata sudah mencapai Rp600 juta.
Selain untuk urusan pembangunan, ADD itu juga digunakan membayar gaji kades dan perangkat. "Sejak lama kami memang tidak ada bengkok. Ini artinya seiring berlakunya UU Desa kami juga lebih siap," tandasnya.
Muhammad Oliez
Ketua Komisi D DPRD Kudus Mukhasiron mengatakan, ledakan penduduk memunculkan beragam persoalan baru. Pemerintah mau tak mau harus menyiapkan beragam infrastruktur dan berbagai layanan seiring naiknya jumlah penduduk. Jika tidak, akan ada persoalan layanan kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, meningkatnya tindak kriminalitas, dan lain sebagainya.
“Kabupaten Gianyar, Bali, termasuk daerah yang berhasil menekan angka ledakan penduduk. Data kependudukan akhir Desember 2014 menunjukkan jika penduduk Kabupaten Gianyar sekitar 527.000 jiwa. Padahal jumlah penduduk Kudus pada periode yang sama sudah tembus angka 800.000 jiwa.
Anggota Komisi D lainnya, Mawahib menambahkan, selama di Gianyar pihaknya mempelajari lebih dekat urusan program sanitasi dan air bersih. Sebab Gianyar baru saja mendapat penghargaan dari Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra). Ketua Komisi A DPRD Kudus Mardiyanto mengatakan, kedua kabupaten tersebut cukup maju dalam urusan tata pemerintahan.
Mereka juga sudah siap memberlakukan UU No 6/2014 tentang Desa. Di Kudus, hingga kemarin, UU Desa belum bisa dijalankan karena terganjal peraturan daerah (perda) terkait hal itu. Salah persoalan adalah pemanfaatan tanah bengkok desa. Sebelum lahirnya UU Desa kades hingga perangkat desa mendapat penghasilan dari tanah bengkok desa.
Padahal UU Desa mengharuskan bengkok desa dilelang dan hasilnya digunakan untuk membayar penghasilan kades dan perangkatnya. "Karena itu kami ngangsu kawruh ke Kabupaten Bangli karena di sana sudah berjalan," kata Mardiyanto.
Saat menerima rombongan DPRD Kudus, Asisten Bidang Administrasi Pemerintahan dan Kesra Setda Gianyar Cokorda Gde Rai Widiarsa Pemayun mengatakan, pihaknya melakukan berbagai pendekatan untuk menekan ledakan penduduk. Kesadaran warga terus digugah agar mau mengerem angka kelahiran.
Hasilnya, warga mau membatasi hingga hanya dua anak saja. "Pendekatan budaya kami prioritaskan. Ini tidak hanya urusan mengerem ledakan penduduk saja. Soal sanitasi juga sama, kami maksimalkan peran Subak (semacam perkumpulan petani pengguna air-P3A) di Bali. Kami dapat world heritage dari UNESCO juga karena itu," kata Widiarsa.
Wakil Ketua DPRD Bangli, Komang Carles yang ditemui terpisah mengatakan, jauhjauh hari daerahnya sudah menerapkan amanat UU Desa. Semisal urusan membiayai gaji kades dan perangkatnya. APBD Bangli tahun 2015 ini hanya sekitar Rp900 miliar. Meski begitu, Alokasi Dana Desa (ADD) tiap desa di Bangli, rata-rata sudah mencapai Rp600 juta.
Selain untuk urusan pembangunan, ADD itu juga digunakan membayar gaji kades dan perangkat. "Sejak lama kami memang tidak ada bengkok. Ini artinya seiring berlakunya UU Desa kami juga lebih siap," tandasnya.
Muhammad Oliez
(ftr)