Wadah untuk Selamatkan Burung Asli Indonesia
A
A
A
Berbagai macam alasan dimiliki oleh sekelompok orang untuk menekuni sebuah hobi dan kesenangan. Seperti juga yang dimiliki oleh Jogja Kutilang Club (JKC). Layaknya para penggemar burung yang lain, anggota JKC tentunya juga memelihara burung kutilang di rumah masing- masing.
Namun dasar dari pembentukan wadah JKC tidak hanya sekadar senang dengan suara kicauan dari kutilang. Penyelamatan burung kutilang sebagai burung asli Indonesia diklaim menjadi alasan paling mendasar. Pertemuan para member yang diawali dengan komunikasi melalui media sosial hingga akhirnya sepakat dibentuk JKC beberapa waktu lalu menjadi modal dasar untuk melakukan aksi nyata penyelamatan kutilang.
"Intinya kami ingin tilang (kutilang) sebagai burung asli Indonesia tidak kalah dari burung impor," kata Koordinator JKC Samuel Wibowo dalam perbincangan dengan KORAN SINDO. Sebagai penggemar kicau burung, anggota JKC memiliki keprihatinan atas sikap kicau mania yang sering menganaktirikan kutilang. Sebagai burung yang banyak berkembang biak alami di Indonesia, kutilang sering dianggap merusak kicau dari burungburung peliharaan.
Padahal, penilaian tersebut diklaim Samuel menjadi bukti bahwa kutilang memiliki kecerdasan. Burung yang banyak berkembang di dataran tinggi seperti Merapi dan Wonosobo tersebut sebenarnya mampu menirukan berbagai macam suara. Banyaknya koleksi suara yang bisa dimiliki oleh kutilang tersebutlah yang menjadikannya dianggap dapat merusak suara dari kicauan burung yang lain.
"Sebenarnya tilang itu sangat cerdas. Bisa menirukan berbagai macam suara. Hal yang tidak dimiliki oleh burung lain termasuk yang impor seperti Love Bird atau Nuri yang beberapa waktu lalu sempat naik daun di kalangan kicau mania," kata Samuel. Hanya saja, kepentingan ekonomis dari para importir burung yang akhirnya memunculkan stigma, kicauan dari kutilang bisa merusak kicau burung lain.
Hal tersebut terus berkembang, dan kini nilai ekonomis kutilang sebagai burung peliharaan untuk didengarkan suaranya menjadi kalah bersaing dengan burung-burung impor. Nilai ekonomis kutilang yang kalah dengan burung impor tersebut menjadi persoalan yang paling disayangkan oleh anggota JKC yang saat ini member di Facebook-nya sudah mencapai ratusan orang meski baru dibuka beberapa bulan.
Kegigihan untuk mempertahankan harga saat terjadi transaksi ketika ada yang ingin membeli diklaim Samuel menjadi kunci untuk bisa menaikkan pamor kutilang dari sisi harga. Jika sebelumnya, harga kutilang di pasaran hanya bisa mencapai belasan hingga puluhan ribu, saat ini sudah bisa menjual di harga Rp70.000 untuk kutilang bakalan.
Sementara untuk burung yang sudah jadi atau sudah berkicau biasa dilepas Rp500.000-an per ekor. Salah satu kelebihan yang dimiliki oleh Kutilang adalah kemampuan untuk menghafal lingkungan. Salah satu member dari JKC mampu memelihara seekor kutilang yang tidak disimpan dalam sangkar.
Burung hanya diberikan tongkat sebagai rumah untuk hinggap di ruang tengah rumah pemilik. "Burung ini dipelihara sejak kecil sejak masih diloloh (disuapi untuk makan). Sekitar tujuh bulan sudah bisa menghafal lingkungan rumah. Tidak pernah lagi dikurung di kandang. Hanya dilepas begitu saja," kata salah satu member JKC, Jarwadi.
Berbagai keunggulan dari burung lokal tersebutlah yang menjadi modal dasar JKC untuk terus memperjuangkan kutilang bisa naik pamornya di mata kicau mania. Beberapa agenda yang sudah disusun adalah membuka kios khusus kutilang di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta atau Pasty dan mencari sponsor untuk menggelar acara lepas liar tilang.
"Kami akan beli tilang yang sudah tua sebanyakbanyaknya, kemudian kami lepas liarkan di habitatnya untuk mendukung perkembangbiakan secara alami," tandas member JKC lainnya, Aan Haifan.
Maha Deva
Yogyakarta
Namun dasar dari pembentukan wadah JKC tidak hanya sekadar senang dengan suara kicauan dari kutilang. Penyelamatan burung kutilang sebagai burung asli Indonesia diklaim menjadi alasan paling mendasar. Pertemuan para member yang diawali dengan komunikasi melalui media sosial hingga akhirnya sepakat dibentuk JKC beberapa waktu lalu menjadi modal dasar untuk melakukan aksi nyata penyelamatan kutilang.
"Intinya kami ingin tilang (kutilang) sebagai burung asli Indonesia tidak kalah dari burung impor," kata Koordinator JKC Samuel Wibowo dalam perbincangan dengan KORAN SINDO. Sebagai penggemar kicau burung, anggota JKC memiliki keprihatinan atas sikap kicau mania yang sering menganaktirikan kutilang. Sebagai burung yang banyak berkembang biak alami di Indonesia, kutilang sering dianggap merusak kicau dari burungburung peliharaan.
Padahal, penilaian tersebut diklaim Samuel menjadi bukti bahwa kutilang memiliki kecerdasan. Burung yang banyak berkembang di dataran tinggi seperti Merapi dan Wonosobo tersebut sebenarnya mampu menirukan berbagai macam suara. Banyaknya koleksi suara yang bisa dimiliki oleh kutilang tersebutlah yang menjadikannya dianggap dapat merusak suara dari kicauan burung yang lain.
"Sebenarnya tilang itu sangat cerdas. Bisa menirukan berbagai macam suara. Hal yang tidak dimiliki oleh burung lain termasuk yang impor seperti Love Bird atau Nuri yang beberapa waktu lalu sempat naik daun di kalangan kicau mania," kata Samuel. Hanya saja, kepentingan ekonomis dari para importir burung yang akhirnya memunculkan stigma, kicauan dari kutilang bisa merusak kicau burung lain.
Hal tersebut terus berkembang, dan kini nilai ekonomis kutilang sebagai burung peliharaan untuk didengarkan suaranya menjadi kalah bersaing dengan burung-burung impor. Nilai ekonomis kutilang yang kalah dengan burung impor tersebut menjadi persoalan yang paling disayangkan oleh anggota JKC yang saat ini member di Facebook-nya sudah mencapai ratusan orang meski baru dibuka beberapa bulan.
Kegigihan untuk mempertahankan harga saat terjadi transaksi ketika ada yang ingin membeli diklaim Samuel menjadi kunci untuk bisa menaikkan pamor kutilang dari sisi harga. Jika sebelumnya, harga kutilang di pasaran hanya bisa mencapai belasan hingga puluhan ribu, saat ini sudah bisa menjual di harga Rp70.000 untuk kutilang bakalan.
Sementara untuk burung yang sudah jadi atau sudah berkicau biasa dilepas Rp500.000-an per ekor. Salah satu kelebihan yang dimiliki oleh Kutilang adalah kemampuan untuk menghafal lingkungan. Salah satu member dari JKC mampu memelihara seekor kutilang yang tidak disimpan dalam sangkar.
Burung hanya diberikan tongkat sebagai rumah untuk hinggap di ruang tengah rumah pemilik. "Burung ini dipelihara sejak kecil sejak masih diloloh (disuapi untuk makan). Sekitar tujuh bulan sudah bisa menghafal lingkungan rumah. Tidak pernah lagi dikurung di kandang. Hanya dilepas begitu saja," kata salah satu member JKC, Jarwadi.
Berbagai keunggulan dari burung lokal tersebutlah yang menjadi modal dasar JKC untuk terus memperjuangkan kutilang bisa naik pamornya di mata kicau mania. Beberapa agenda yang sudah disusun adalah membuka kios khusus kutilang di Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta atau Pasty dan mencari sponsor untuk menggelar acara lepas liar tilang.
"Kami akan beli tilang yang sudah tua sebanyakbanyaknya, kemudian kami lepas liarkan di habitatnya untuk mendukung perkembangbiakan secara alami," tandas member JKC lainnya, Aan Haifan.
Maha Deva
Yogyakarta
(bbg)