Tepa Salira dari Bandung untuk Perdamaian Dunia
A
A
A
Perdamaian selalu diserukan di seluruh negeri, termasuk Indonesia. Tak tanggungtanggung, ratusan remaja dari penjuru negeri diundang ke Bandung untuk menyatakan komitmennya menjaga perdamaian dunia.
Tepatnya sekitar 185 anak-anak dan dewasa dari 15 negara Asia Pasific mengikuti program Asia Pasific Regional Workshop & Juniors Asia Pasific Regional Conference (APRW & JASPARC) 2015. Kegiatan tersebut berlangsung sejak 7 - 12 April yang dipusatkan diLembang, Kabupaten Bandung Barat.
Beberapa delegasi yang hadir di antaranya Australia, Cina, Hongkong, India, Jepang, Mongolia, Myanmar, New Zealand, Filipina, Korea Se - latan, Thailand, dan Viet nam. Para delegasi itu pun berkesempatan mengunjungi sekaligus makan malam diikon Jawa Barat, Gedung Sate pada Rabu (8/4) malam. Dengan tema “Tepa Salira” mereka menyerukan perdamaian kepada dunia.
Pendiri Children Internation Summer Vorum (CISV) Indonesia Mira Wishenda mengungkapkan, kegiatan ini merupakan agenda tahunan yang beranggotakan lebih dari 70 negara di dunia. “Tema Tepa Salira diambil dari Bahasa Sunda, karena dianggap pas untuk menginspirasi para peserta agar selalu bersikap toleran, menghargai, dan tidak saling berprasangka.
Juga tema ini pun sejalan dengan misi kami untuk mewujudkan perdamaian di masa depan,” papar Mira dalam pembukaan APRW & JASPARC di Gedung Sate, Rabu (8/4). Menurut Mira, penanaman nilai tenggang rasa dilakukan sejak dini ini sangat penting sekaligus dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. “Terutamadalam mengatasiberbagaikonflik mulaidarikeluarga, masyarakat,dandunia,” ucapnya.
Pada kegiatan kali ini, para delegasi yang berangkat dari berbagai bangsa dan budaya bakal mendapatkan pelatihan bagaimana menyelesaikan konflik dan resolusinya untuk perdamian. Disinggung mengapa Bandung menjadi tempat penyelenggaraan,Mira beralasan selain kotanya yang dekat dan mudah dijangkau dari Jakarta, kota ini termasuk nyaman. “Bandung kota yang nyaman,”ujarnya.
Pihaknya berharap, setelah pulang kenegaranya masing-masing, semua siswa memiliki pemahaman tentang perbedaan dan menularkan perdamaian kemasyarakat lainnya. Ajangini, diikuti oleh anak-anak karena dinilai sebagai agen perubahan yang bisa membawa perubahan dan perdamaian dimasa yang akan datang.Penanaman nilai tenggang rasa, harus dilakukan sejak diniagar mereka bisa mengimplementasikan dalam kehidupan seharihari.
Selama diBandung, mereka juga diperkenalkan dengan kebudayaan Jawa Barat, salah satunya angklung. “ Setiap negara yang hadir, datang kepembukaan dengan pakain khas negaranya masing-masing,” katanya. Sementara itu, Chairman CISV Asia Pasific Tom Adar memengatakan, APRW &JASPARC diisi dengan sejumlah pelatihan serta konferensi untuk memperdalam pengetahuan serta mengasah diri menjadi agen perubahan.
Setiap tahunnya,ada beberapa tema yang dipilih diataranya human rights,conflict and resolution serta diversity. Tom menilai, setiap orang memiliki nilai tepa salira,maka seseorang akan lebih bijak dalam menghadapi situasi dan tantangan dimasa yang akan datang. Dia akan bisa menhadapi konflik dengan sikap toleransi. “ Hal ini menjadi resolusi menghadapi permasalahan perbedaan dalam masyarakat multi kultur dan etnik di dunia,”harapnya.
Yugi Prasetyo
Kota Bandung
Tepatnya sekitar 185 anak-anak dan dewasa dari 15 negara Asia Pasific mengikuti program Asia Pasific Regional Workshop & Juniors Asia Pasific Regional Conference (APRW & JASPARC) 2015. Kegiatan tersebut berlangsung sejak 7 - 12 April yang dipusatkan diLembang, Kabupaten Bandung Barat.
Beberapa delegasi yang hadir di antaranya Australia, Cina, Hongkong, India, Jepang, Mongolia, Myanmar, New Zealand, Filipina, Korea Se - latan, Thailand, dan Viet nam. Para delegasi itu pun berkesempatan mengunjungi sekaligus makan malam diikon Jawa Barat, Gedung Sate pada Rabu (8/4) malam. Dengan tema “Tepa Salira” mereka menyerukan perdamaian kepada dunia.
Pendiri Children Internation Summer Vorum (CISV) Indonesia Mira Wishenda mengungkapkan, kegiatan ini merupakan agenda tahunan yang beranggotakan lebih dari 70 negara di dunia. “Tema Tepa Salira diambil dari Bahasa Sunda, karena dianggap pas untuk menginspirasi para peserta agar selalu bersikap toleran, menghargai, dan tidak saling berprasangka.
Juga tema ini pun sejalan dengan misi kami untuk mewujudkan perdamaian di masa depan,” papar Mira dalam pembukaan APRW & JASPARC di Gedung Sate, Rabu (8/4). Menurut Mira, penanaman nilai tenggang rasa dilakukan sejak dini ini sangat penting sekaligus dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. “Terutamadalam mengatasiberbagaikonflik mulaidarikeluarga, masyarakat,dandunia,” ucapnya.
Pada kegiatan kali ini, para delegasi yang berangkat dari berbagai bangsa dan budaya bakal mendapatkan pelatihan bagaimana menyelesaikan konflik dan resolusinya untuk perdamian. Disinggung mengapa Bandung menjadi tempat penyelenggaraan,Mira beralasan selain kotanya yang dekat dan mudah dijangkau dari Jakarta, kota ini termasuk nyaman. “Bandung kota yang nyaman,”ujarnya.
Pihaknya berharap, setelah pulang kenegaranya masing-masing, semua siswa memiliki pemahaman tentang perbedaan dan menularkan perdamaian kemasyarakat lainnya. Ajangini, diikuti oleh anak-anak karena dinilai sebagai agen perubahan yang bisa membawa perubahan dan perdamaian dimasa yang akan datang.Penanaman nilai tenggang rasa, harus dilakukan sejak diniagar mereka bisa mengimplementasikan dalam kehidupan seharihari.
Selama diBandung, mereka juga diperkenalkan dengan kebudayaan Jawa Barat, salah satunya angklung. “ Setiap negara yang hadir, datang kepembukaan dengan pakain khas negaranya masing-masing,” katanya. Sementara itu, Chairman CISV Asia Pasific Tom Adar memengatakan, APRW &JASPARC diisi dengan sejumlah pelatihan serta konferensi untuk memperdalam pengetahuan serta mengasah diri menjadi agen perubahan.
Setiap tahunnya,ada beberapa tema yang dipilih diataranya human rights,conflict and resolution serta diversity. Tom menilai, setiap orang memiliki nilai tepa salira,maka seseorang akan lebih bijak dalam menghadapi situasi dan tantangan dimasa yang akan datang. Dia akan bisa menhadapi konflik dengan sikap toleransi. “ Hal ini menjadi resolusi menghadapi permasalahan perbedaan dalam masyarakat multi kultur dan etnik di dunia,”harapnya.
Yugi Prasetyo
Kota Bandung
(bbg)