UN Tak Lagi Menakutkan
A
A
A
YOGYAKARTA - Ujian nasional (UN) sudah bukan lagi peristiwa menyeramkan yang diibaratkan sebagai penentu hidup dan mati bagi siswa kelas akhir di jenjang sekolah menengah. Ini dikarenakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mengubah aturan penyelenggaraan UN.
Mulai penyelenggaraan UN 2015, nilai UN tidak lagi menjadi penentu utama kelulusan untuk semua jenjang pendidikan. Meski ada perubahan peruntukan penyelenggaraan UN tersebut, isi Prosedur Operasional Standar (POS) UN 2015 tidak banyak berubah dibandingkan POS UN pada tahun lalu. ”Perubahan POS UN tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya lebih pada tujuan UN.
Mulai tahun ini UN tidak lagi menentukan kelulusan siswa karena hanya dijadikan pemetaan kompetensi siswa,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY Kadarmanta Baskara Aji, kemarin. Dijelaskan Aji, hingga 2014 lalu, hasil UN digunakan sebagai dasar bagi empat hal yakni pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan, sebagai dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentu kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan,
serta sebagai dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. ”Namun, berdasarkan POS UN 2015, peruntukan yang ketiga yakni sebagai penentu kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan, dihapus.
Bahkan ada perubahan PP tentang UN 2015 yang menyatakan kelulusan peserta didik dari satuan/program pendidikan ditetapkan oleh satuan/program pendidikan yang bersangkutan. Dalam hal ini, masing-masing sekolah yang memutuskan siswa tersebut lulus atau tidak,” ungkapnya. Meski sekolah memiliki wewenang meluluskan atau tidak meluluskan siswanya, Aji menuturkan, ada beberapa catatan yang juga harus diperhatikan sekolah tentang UN 2015.
Beberapa catatan tersebut ialah setiap siswa wajib mengikuti UN minimal satu kali. Artinya, siswa yang sama sekali tidak ikut UN dipastikan tidak akan lulus. ”Meski bukan lagi penentu kelulusan, siswa dibebaskan untuk menempuh beberapa kali UN jika memang ingin memperbaiki pencapaian terhadap standar. Selain itu, tiap peserta UN akan menerima Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN), berapa pun nilainya,” tuturnya.
Sementara itu, penentu kelulusan siswa dari suatu jenjang sekolah mulai tahun ini ialah nilai ujian sekolah dan nilai sekolah tiap siswa. Untuk kedua jenis nilai tersebut, diberlakukan aturan nilai lebih dari 7,0 sebagai syarat kelulusan. Aji menuturkan, nilai sekolah merupakan hasil gabungan dari nilai rata-rata rapor sejak semester lima, semester terakhir, dengan nilai ujian sekolah.
Bobotnya masing-masing 50%.Ketentuan lulusnya ialah apabila rata-rata nilai sekolah di atas 7,0 dan nilai ujian sekolah pun harus di atas 7,0. ”Jadi nilai rata-rata keseluruhan mata pelajaran harus di atas 7 dan nilai ujian sekolah per mata pelajaran juga harus di atas 7, baru siswa bisa dikatakan lulus. Ini berarti, nilai 7 itu tidak lulus lho, harus 7 koma sekian. Syarat kelulusan lainnya yakni keikutsertaan siswa di UN, jadi kalau tidak ikut, langsung dinyatakan tidak lulus juga,” katanya.
Diungkapkan Aji, ada yang bilang syarat kelulusan tahun ini lebih berat, tapi baginya tergantung dari sudut pandang mana melihatnya. Untuk kualitas pendidikan di DIY, ia merasa standar nilai 7,0 itu sudah sesuai. “Beda dengan tahuntahun sebelumnya di mana nilai UN kurang dari 5 langsung dinyatakan tidak lulus. Tahun ini berapa pun nilai UN-nya asal nilai sekolahnya baik, pasti lulus,” ujarnya.
Di lain pihak, Aji juga mengungkapkan dampak positifnegatif dari perubahan kebijakan UN yang mempengaruhi kelulusan hanya dari sisi keikutsertaan siswa saja. Positifnya, tindak kecurangan UN bisa menurun signifikan. Namun negatifnya, dikhawatirkan para siswa menjadi tidak serius saat mengerjakan UN, sehingga tujuan utama UN yakni untuk pemetaan kualitas pendidikan bisa kabur.
”Tapi untuk DIY saya rasa tidak akan demikian, meski nilai UN bukan lagi penentu kelulusan. Apalagi adanya aturan nilai UN menjadi syarat masuk ke jenjang pendidikan berikutnya. Jadi saya yakin siswa DIY tetap akan serius jalani UN,” katanya. Selain nilai sekolah, nilai ujian sekolah dan keikutsertaan UN, penentu kelulusan lainnya ialah nilai sikap/perilaku minimal baik. Menurut Aji, pihak sekolah yang dianggap paling tahu untuk semua nilai yang menjadi penentu kelulusan tersebut.
Perubahan lainnya dalam penyelenggaraan UN 2015 ialah paket naskah soal UN yang berkurang. Jika tahun lalu paket soal UN mencapai 20 soal, maka tahun ini hanya tinggal lima paket soal. Pengurangan paket soal tersebut dilakukan untuk meminimalisasi kesalahan dalam pelaksanaan UN.
Terkait UN online, Aji mengungkapkan, ada dua pihak penyelenggara UN onlinetersebut. Pertama adalah Direktorat Jenderal SMK dengan nama programnya UN online dan membawahi SMK yang ditunjuk. Kedua adalah Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) dengan program computer based test(CBT) UN.
”Untuk DIY sendiri telah disetujui ada satu SMA dan 36 SMK yang akan melaksanakan UN online mulai tahun ini. Karena dari hasil peninjauan ulang oleh kami maupun hasil verifikasi dari pusat, hanya sekolah-sekolah ini saja yang dinyatakan siap secara peralatan,” ujarnya. Dikatakan Aji, UN online akan dilaksanakan lebih awal dibandingkan UN tulis. Siswa yang sudah melakukan ujian online sudah tidak lagi mengikuti ujian tulis. Aji pun menegaskan, persoalan ketidaksiapan UN online di sekolah umum SMP dan SMA di DIY, bukan karena persoalan SDM.
Jika dilihat dari sisi SDM (siswa maupun guru), di DIY sudah siap untuk UN online. “UN online akan menggunakan laboratorium komputer yang ada di sekolah. Sama dengan UN biasa, jenis soal yang diujikan terdiri dari beberapa model, untuk meminimalisasi kecurangan,” katanya.Aji pun mengimbau pada para siswa peserta UN online untuk bisa memanfaatkan waktu jelang pelaksanaan dengan terus membiasakan diri ujian CBT, sekaligus belajar substansi akademiknya.
Dia berharap semua proses bisa berjalan lancar. Terpisah, Pengamat Pendidikan St Kartono mengatakan, dihapusnya fungsi UN sebagai penentu kelulusan merupakan sebuah kebijakan yang semestinya dilakukan. Menurutnya, pemerintah telah mengembalikan fungsi sebenarnya dari UN yakni untuk pemetaan pendidikan di Indonesia. ”Ketika sebuah kebijakan dibuat, tentu harus ada manfaatnya.
Seperti kebijakan UN ini, dipakai sebagai pemetaan pendidikan. Dengan nilai UN nantinya posisi tiap sekolah akan diketahui karena akan tampak jelas selisih rentang nilai murni UN dengan ujian sekolah,” ujarnya. Ditambahkan Kartono, dengan nilai UN, potret sekolah akan tampak jelas. Hal tersebut tentu akan memudahkan proses penerimaan di jenjang pendidikan yang selanjutnya.
Bahkan untuk jenjang pendidikan tinggi, ia menganggap nilai UN sangat pas menjadi salah satu kriteria penerimaan. ”Setiap siswa nantinya akan menerima surat bukti pencapaian usai pelaksanaan UN. Karenanya sangat pas untuk menjadi syarat masuk perguruan tinggi. Selain itu, bagi siswa yang ingin langsung bekerja, surat bukti ini juga bisa menjadi alat pertimbangan saat melamar pekerjaan. Pencari pekerja tentu akan lebih dimudahkan saat menyeleksi,” katanya.
Dengan demikian, Kartono menilai tantangan pelaksanaan UN lebih berat dibandingkan sebelumnya. Karena track record siswa maupun sekolah akan tercantum jelas. Tentunya tiap siswa dituntut lebih bekerja keras untuk dapat memenuhi standar nilai. “Karena itulah, ada aturan di mana siswa diperbolehkan hingga beberapa kali mengikuti UN jika memang merasa nilai yang didapat belum memuaskan,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala SMAN 1 Yogyakarta Rudi Prakanto mengakui, semua siswa kelas XII di sekolah yang dipimpinnya tersebut telah siap mengikuti UN. Namun, persiapan tambahan seperti bedah soal dan pendalaman materi tetap dilakukan hingga jelang UN mendatang. “Ujian sekolah juga sudah selesai dilakukan, jadi anak-anak sekarang fokus ke UN,” ujarnya.
Menanggapi perubahan kebijakan pendidikan di mana UN tidak lagi mempengaruhi kelulusan, Rudi mengaku, pihaknya akan melaksanakan saja kebijakan tersebut sesuai dengan amanat pemerintah. Namun dia menegaskan, jika perubahan tersebut sama sekali tidak mempengaruhi motivasi para siswanya untuk memperoleh nilai terbaik.
“Kansudah ada keputusan bersama Menndikbud dengan Menristekdikti yang memutuskan nilai UN tetap akan menjadi pertimbangan seleksi SNMPTN. Ini juga yang membuat semangat siswa tetap ada untuk UN,” katanya. Selain sebagai pertimbangan SNMPTN, alasan lain yang membuat siswa SMAN 1 Yogyakarta tetap termotivasi melaksanakan UN sebaik mungkin, menurut Rudi, ialah adanya fungsi nilai UN untuk proses pemetaan kualitas pendidikan.
Dengan nilai UN yang diraih, akan dilakukan penilaian positioning sekolah, baik untuk tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. “Saya melihat karena alasan inilah semangat anak-anak masih tetap sama. Mereka bersemangat untuk memberikan persembahan terbaik yang terakhir kalinya untuk sekolah mereka,” ungkapnya. Di lain pihak, tidak berpengaruhnya nilai UN pada kelulusan disambut baik oleh SMKN 2 Kasihan.
Kepala SMKN 2 Kasihan Samsuri Nugroho menuturkan, dengan adanya kebijakan baru tersebut maka nilai uji kompetensi praktik yang seharusnya lebih menonjol untuk siswa SMK menjadi lebih berperan dalam kelulusan siswa. ”Bagi SMK, uji kompetensi praktik juga sangat penting dijadikan pertimbangan penilaian kemampuan keterampilan yang sudah dipelajari siswa selama tiga tahun.
Nilai uji kompetensi praktik yang menjadi komponen dalam nilai sekolah ini tentu harusnya merupakan penilaian kelulusan siswa selain UN agar ada keseimbangan,” ujarnya. Menurut Samsuri, meski Kemendikbud menentukan standar minimal nilai uji kompetensi praktik 7,0, sekolah yang lebih dikenal dengan sebutan sekolah menengah musik (SMM) tersebut bahkan sudah sejak lama memberikan batasan minimal nilai 7,5 untuk ujian tersebut.
Hal itu dilakukan karena sekolah menilai kompetensi siswa di satu-satunya SMK musik yang berbasis musik klasik di Indonesia itu jauh melebihi standar minimal yang sudah ditentukan pemerintah. “Selama ini, anak-anak kami mampu mencapainya. Jadi standar yang akan kami gunakan akan tetap sama. Toh ini tidak melanggar aturan Kemendikbud,” katanya.
Ratih keswara
Mulai penyelenggaraan UN 2015, nilai UN tidak lagi menjadi penentu utama kelulusan untuk semua jenjang pendidikan. Meski ada perubahan peruntukan penyelenggaraan UN tersebut, isi Prosedur Operasional Standar (POS) UN 2015 tidak banyak berubah dibandingkan POS UN pada tahun lalu. ”Perubahan POS UN tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya lebih pada tujuan UN.
Mulai tahun ini UN tidak lagi menentukan kelulusan siswa karena hanya dijadikan pemetaan kompetensi siswa,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY Kadarmanta Baskara Aji, kemarin. Dijelaskan Aji, hingga 2014 lalu, hasil UN digunakan sebagai dasar bagi empat hal yakni pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan, sebagai dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentu kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan,
serta sebagai dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. ”Namun, berdasarkan POS UN 2015, peruntukan yang ketiga yakni sebagai penentu kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan, dihapus.
Bahkan ada perubahan PP tentang UN 2015 yang menyatakan kelulusan peserta didik dari satuan/program pendidikan ditetapkan oleh satuan/program pendidikan yang bersangkutan. Dalam hal ini, masing-masing sekolah yang memutuskan siswa tersebut lulus atau tidak,” ungkapnya. Meski sekolah memiliki wewenang meluluskan atau tidak meluluskan siswanya, Aji menuturkan, ada beberapa catatan yang juga harus diperhatikan sekolah tentang UN 2015.
Beberapa catatan tersebut ialah setiap siswa wajib mengikuti UN minimal satu kali. Artinya, siswa yang sama sekali tidak ikut UN dipastikan tidak akan lulus. ”Meski bukan lagi penentu kelulusan, siswa dibebaskan untuk menempuh beberapa kali UN jika memang ingin memperbaiki pencapaian terhadap standar. Selain itu, tiap peserta UN akan menerima Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN), berapa pun nilainya,” tuturnya.
Sementara itu, penentu kelulusan siswa dari suatu jenjang sekolah mulai tahun ini ialah nilai ujian sekolah dan nilai sekolah tiap siswa. Untuk kedua jenis nilai tersebut, diberlakukan aturan nilai lebih dari 7,0 sebagai syarat kelulusan. Aji menuturkan, nilai sekolah merupakan hasil gabungan dari nilai rata-rata rapor sejak semester lima, semester terakhir, dengan nilai ujian sekolah.
Bobotnya masing-masing 50%.Ketentuan lulusnya ialah apabila rata-rata nilai sekolah di atas 7,0 dan nilai ujian sekolah pun harus di atas 7,0. ”Jadi nilai rata-rata keseluruhan mata pelajaran harus di atas 7 dan nilai ujian sekolah per mata pelajaran juga harus di atas 7, baru siswa bisa dikatakan lulus. Ini berarti, nilai 7 itu tidak lulus lho, harus 7 koma sekian. Syarat kelulusan lainnya yakni keikutsertaan siswa di UN, jadi kalau tidak ikut, langsung dinyatakan tidak lulus juga,” katanya.
Diungkapkan Aji, ada yang bilang syarat kelulusan tahun ini lebih berat, tapi baginya tergantung dari sudut pandang mana melihatnya. Untuk kualitas pendidikan di DIY, ia merasa standar nilai 7,0 itu sudah sesuai. “Beda dengan tahuntahun sebelumnya di mana nilai UN kurang dari 5 langsung dinyatakan tidak lulus. Tahun ini berapa pun nilai UN-nya asal nilai sekolahnya baik, pasti lulus,” ujarnya.
Di lain pihak, Aji juga mengungkapkan dampak positifnegatif dari perubahan kebijakan UN yang mempengaruhi kelulusan hanya dari sisi keikutsertaan siswa saja. Positifnya, tindak kecurangan UN bisa menurun signifikan. Namun negatifnya, dikhawatirkan para siswa menjadi tidak serius saat mengerjakan UN, sehingga tujuan utama UN yakni untuk pemetaan kualitas pendidikan bisa kabur.
”Tapi untuk DIY saya rasa tidak akan demikian, meski nilai UN bukan lagi penentu kelulusan. Apalagi adanya aturan nilai UN menjadi syarat masuk ke jenjang pendidikan berikutnya. Jadi saya yakin siswa DIY tetap akan serius jalani UN,” katanya. Selain nilai sekolah, nilai ujian sekolah dan keikutsertaan UN, penentu kelulusan lainnya ialah nilai sikap/perilaku minimal baik. Menurut Aji, pihak sekolah yang dianggap paling tahu untuk semua nilai yang menjadi penentu kelulusan tersebut.
Perubahan lainnya dalam penyelenggaraan UN 2015 ialah paket naskah soal UN yang berkurang. Jika tahun lalu paket soal UN mencapai 20 soal, maka tahun ini hanya tinggal lima paket soal. Pengurangan paket soal tersebut dilakukan untuk meminimalisasi kesalahan dalam pelaksanaan UN.
Terkait UN online, Aji mengungkapkan, ada dua pihak penyelenggara UN onlinetersebut. Pertama adalah Direktorat Jenderal SMK dengan nama programnya UN online dan membawahi SMK yang ditunjuk. Kedua adalah Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) dengan program computer based test(CBT) UN.
”Untuk DIY sendiri telah disetujui ada satu SMA dan 36 SMK yang akan melaksanakan UN online mulai tahun ini. Karena dari hasil peninjauan ulang oleh kami maupun hasil verifikasi dari pusat, hanya sekolah-sekolah ini saja yang dinyatakan siap secara peralatan,” ujarnya. Dikatakan Aji, UN online akan dilaksanakan lebih awal dibandingkan UN tulis. Siswa yang sudah melakukan ujian online sudah tidak lagi mengikuti ujian tulis. Aji pun menegaskan, persoalan ketidaksiapan UN online di sekolah umum SMP dan SMA di DIY, bukan karena persoalan SDM.
Jika dilihat dari sisi SDM (siswa maupun guru), di DIY sudah siap untuk UN online. “UN online akan menggunakan laboratorium komputer yang ada di sekolah. Sama dengan UN biasa, jenis soal yang diujikan terdiri dari beberapa model, untuk meminimalisasi kecurangan,” katanya.Aji pun mengimbau pada para siswa peserta UN online untuk bisa memanfaatkan waktu jelang pelaksanaan dengan terus membiasakan diri ujian CBT, sekaligus belajar substansi akademiknya.
Dia berharap semua proses bisa berjalan lancar. Terpisah, Pengamat Pendidikan St Kartono mengatakan, dihapusnya fungsi UN sebagai penentu kelulusan merupakan sebuah kebijakan yang semestinya dilakukan. Menurutnya, pemerintah telah mengembalikan fungsi sebenarnya dari UN yakni untuk pemetaan pendidikan di Indonesia. ”Ketika sebuah kebijakan dibuat, tentu harus ada manfaatnya.
Seperti kebijakan UN ini, dipakai sebagai pemetaan pendidikan. Dengan nilai UN nantinya posisi tiap sekolah akan diketahui karena akan tampak jelas selisih rentang nilai murni UN dengan ujian sekolah,” ujarnya. Ditambahkan Kartono, dengan nilai UN, potret sekolah akan tampak jelas. Hal tersebut tentu akan memudahkan proses penerimaan di jenjang pendidikan yang selanjutnya.
Bahkan untuk jenjang pendidikan tinggi, ia menganggap nilai UN sangat pas menjadi salah satu kriteria penerimaan. ”Setiap siswa nantinya akan menerima surat bukti pencapaian usai pelaksanaan UN. Karenanya sangat pas untuk menjadi syarat masuk perguruan tinggi. Selain itu, bagi siswa yang ingin langsung bekerja, surat bukti ini juga bisa menjadi alat pertimbangan saat melamar pekerjaan. Pencari pekerja tentu akan lebih dimudahkan saat menyeleksi,” katanya.
Dengan demikian, Kartono menilai tantangan pelaksanaan UN lebih berat dibandingkan sebelumnya. Karena track record siswa maupun sekolah akan tercantum jelas. Tentunya tiap siswa dituntut lebih bekerja keras untuk dapat memenuhi standar nilai. “Karena itulah, ada aturan di mana siswa diperbolehkan hingga beberapa kali mengikuti UN jika memang merasa nilai yang didapat belum memuaskan,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala SMAN 1 Yogyakarta Rudi Prakanto mengakui, semua siswa kelas XII di sekolah yang dipimpinnya tersebut telah siap mengikuti UN. Namun, persiapan tambahan seperti bedah soal dan pendalaman materi tetap dilakukan hingga jelang UN mendatang. “Ujian sekolah juga sudah selesai dilakukan, jadi anak-anak sekarang fokus ke UN,” ujarnya.
Menanggapi perubahan kebijakan pendidikan di mana UN tidak lagi mempengaruhi kelulusan, Rudi mengaku, pihaknya akan melaksanakan saja kebijakan tersebut sesuai dengan amanat pemerintah. Namun dia menegaskan, jika perubahan tersebut sama sekali tidak mempengaruhi motivasi para siswanya untuk memperoleh nilai terbaik.
“Kansudah ada keputusan bersama Menndikbud dengan Menristekdikti yang memutuskan nilai UN tetap akan menjadi pertimbangan seleksi SNMPTN. Ini juga yang membuat semangat siswa tetap ada untuk UN,” katanya. Selain sebagai pertimbangan SNMPTN, alasan lain yang membuat siswa SMAN 1 Yogyakarta tetap termotivasi melaksanakan UN sebaik mungkin, menurut Rudi, ialah adanya fungsi nilai UN untuk proses pemetaan kualitas pendidikan.
Dengan nilai UN yang diraih, akan dilakukan penilaian positioning sekolah, baik untuk tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. “Saya melihat karena alasan inilah semangat anak-anak masih tetap sama. Mereka bersemangat untuk memberikan persembahan terbaik yang terakhir kalinya untuk sekolah mereka,” ungkapnya. Di lain pihak, tidak berpengaruhnya nilai UN pada kelulusan disambut baik oleh SMKN 2 Kasihan.
Kepala SMKN 2 Kasihan Samsuri Nugroho menuturkan, dengan adanya kebijakan baru tersebut maka nilai uji kompetensi praktik yang seharusnya lebih menonjol untuk siswa SMK menjadi lebih berperan dalam kelulusan siswa. ”Bagi SMK, uji kompetensi praktik juga sangat penting dijadikan pertimbangan penilaian kemampuan keterampilan yang sudah dipelajari siswa selama tiga tahun.
Nilai uji kompetensi praktik yang menjadi komponen dalam nilai sekolah ini tentu harusnya merupakan penilaian kelulusan siswa selain UN agar ada keseimbangan,” ujarnya. Menurut Samsuri, meski Kemendikbud menentukan standar minimal nilai uji kompetensi praktik 7,0, sekolah yang lebih dikenal dengan sebutan sekolah menengah musik (SMM) tersebut bahkan sudah sejak lama memberikan batasan minimal nilai 7,5 untuk ujian tersebut.
Hal itu dilakukan karena sekolah menilai kompetensi siswa di satu-satunya SMK musik yang berbasis musik klasik di Indonesia itu jauh melebihi standar minimal yang sudah ditentukan pemerintah. “Selama ini, anak-anak kami mampu mencapainya. Jadi standar yang akan kami gunakan akan tetap sama. Toh ini tidak melanggar aturan Kemendikbud,” katanya.
Ratih keswara
(bbg)