Transplantasi Metode Terbaik Pengobatan Ginjal Kronik

Minggu, 05 April 2015 - 10:39 WIB
Transplantasi Metode...
Transplantasi Metode Terbaik Pengobatan Ginjal Kronik
A A A
Chronic Kidney Disease atau gagal ginjal kronis merupakan salah satu penyakit yang kerap diderita masyarakat saat ini. Umumnya penyakit ini dipicu komplikasi hipertensi dan diabetes melitus serta gaya hidup tidak sehat.

Berdasarkan data, dari 250 juta penduduk Indonesia, sebanyak 25.000 di antaranya menderita gagal ginjal setiap tahun. Tidak jarang penyakit ini merenggut nyawa seseorang.

Namun seiring perkembangan teknologi kedokteran, metode pengobatan penyakit ginjal juga semakin modern. Salah satunya transplantasi ginjal yang diklaim sebagai metode terbaik untuk mengobati penderita CKD. Dengan metode tersebut, penderita dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas hidup secara normal tanpa risiko tinggi. Ketua Perhimpunan Nofrologi Indonesia (Pernefri) Korwil Jateng Dr Lestariningsih mengatakan transplantasi merupakan pilihan dalam pengobatan gangguan ginjal kronis.

“Untuk mengobati penderita penyakit ginjal kronik ada tiga metode yang digunakan, yakni hemodialisis atau cuci darah, transplantasi atau cangkok ginjal, dan peritoneal dialisis atau memasukkan cairan steril ke tubuh. Dari ketiga metode tersebut, transplantasi ginjal adalah metode yang terbaik,” katanya dalam seminar di Semarang kemarin. Dokter spesialis transplantasi ginjal RSUP Dr Kariadi Semarang ini mengatakan, selama ini banyak masyarakat yang belum mengetahui dan memilih transplantasi ginjal sebagai metode pengobatan.

Hal itu disebabkan minimnya pengetahuan masyarakat mengenai transplantasi ginjal. “Kadang masyarakat khususnya pendonor takut untuk mendonorkan ginjalnya. Padahal manusia dengan satu ginjal di tubuhnya saja juga dapat hidup normal,” ucapnya. Selain faktor tersebut, kesulitan mendapatkan donor ginjal juga menjadi penyebab utama. Selain sangat sedikit orang yang mau mendonorkan ginjalnya, ada pula pendonor yang mematok harga terlalu tinggi untuk ginjalnya.

“Padahal itu tidak diperbolehkan, kesadaran masyarakat untuk ikhlas mendonorkan ginjalnya masih sangat rendah,” tandas Lestariningsih. Lebih lanjut Lestariningsih menambahkan, peningkatan penyakit ginjal kronik di Indonesia setiap tahun terus mengalami peningkatan. Setidaknya, dari 250 juta penduduk di Indonesia, sebanyak 25.000 orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik setiap tahunnya.

“Memang terus mengalami peningkatan. Penderita di bawah usia 35 tahun terus meningkat 20% tiap tahunnya. Sementara usia di atas 35 tahun, jumlah penderita penyakit ginjal kronik meningkat hingga 40%,” ungkapnya. Dari jumlah tersebut, penderita yang memilih metode transplantasi ginjal hanya sekitar 10% atau masih terbilang minim. “Selebihnya masih memilih metode pengobatan cuci darah, alasannya banyak salah satunya ketakutan dan kesulitan mencari pendonor,” ucapnya.

Dr Dwi Lestari, yang juga dokter spesialis ginjal, mengatakan selain berbagai faktor tersebut, banyak masyarakat yang masih takut dengan biaya untuk proses transplantasi. Padahal saat ini bantuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sudah dapat meng-cover proses transplantasi. “Biaya transplantasi ginjal memang mahal, tapi sudah mendapatkan jatah Rp250 juta dari BPJS untuk proses transplantasi itu. Pasien mungkin hanya membayar biaya di luar jatah yang jumlahnya kecil,” ujarnya.

Menurut David, 26, salah satu peserta seminar yang berniat melakukan transplantasi ginjal, hingga saat ini dia masih belum menentukan metode pengobatan mana yang akan dipilih. Jika harus transplantasi, dia mengaku belum menemukan pendonor untuk ginjalnya
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1242 seconds (0.1#10.140)