Beruang Madu Dijual Rp4 Juta
A
A
A
PALEMBANG - Ekosistem beruang madu, Helacatos Malayanus, yang memiliki habitat di sepanjang Bukit Barisan Sumsel makin punah.
Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Palembang menyakini, masih banyak beruang madu yang diperdagangkan masyarakat atau dipelihara tanpa izin di wilayah Provinsi Sumsel. Sepanjang tahun ini saja, BKSDA sudah menerima serahan dua beruang madu dari masyarakat Kota Palembang. Kedua pemilik beruang madu ini mengaku, jika hewan-hewan itu memang diperoleh dari masyarakat yang memburunya di hutan. Sementara dalam perdagangannya, antara pemburu dan masyarakat penampung, kisaran harga beruang madu ditaksir mulai dari Rp4 juta per ekor.
“Beruang madu ini habitatnya ada di Sumsel. Sepanjang Bukit Barisan, Pagaralam, Lahat, dan Muaraenim. Tentu ekosistemnya berkurang, jika terjadi penangkapan paksa,” kata Ketua BKSDA Palembang Andre saat menggelar penyerahan satwa beruang madu di Kantor BKSDA Palembang, kemarin. Ia mengatakan, biasanya beruang-beruang madu yang berhasil ditangkap masyarakat, masih berusia anak-anak atau baru saja dilahirkan dan ditinggalkan ibunya di hutan.
Karena masih bertubuh kecil, maka beruang-beruang itu sangat mudah ditangkap para pemburu. Aksi pembelian dilakukan dengan harga kesepakatan. Misalnya, disesuaikan de - ngan umur, lokasi penangkapan dan biaya angkut. “Jika bertemu yang memang mencari, maka ditentukan kedua belah pihak. Diperdagangkan itu, saat beruang masih kecil. Tapi, semakin besar dan berusia, harganya tentu akan semakin mahal,” katanya.
Karena yang diperdagangkan cenderung beruang madu anakanak, kata Andre ancaman terhadap perlindungan terhadap satwa itu akan semakin tinggi. Tak hanya itu, masih banyak juga beruang madu yang berada di tangan masyarakat dan belum diserahkan kepada BKSDA, atau lembaga konservasi. Pemilik beruang madu, Jajang Junaidi, warga Jakabaring mengatakan, beruang madu diperolehnya dari warga di Kabupaten Ogan Ilir. Popo yang baru berusia satu tahun ini diantarkan langsung Jajang ke Kantor BKSDA. Selain Popo, Jajang juga menyerahkan Elang Falconidae yang baru berusia satu tahun.
“Dari awal tahun sudah ada dua beruang diamankan. Satu Popo yang baru diserahkan, satu lagi Koko yang baru sebulan juga diserahkan warga. Kedua beruang madu ini, asli memiliki habitat di Sumsel,” ungkapnya. Dengan penyerahan dua hewan dilindungi itu, maka BKSDA dari Januari memiliki tujuh satwa dari lima jenis satwa yang terlebih dahulu dikarantina untuk kemudian akan diangkut ke lembaga konservasi (LK) di luar Sumsel. “Karena di Sumsel belum ada LK, seluruh hewan ini akan segera dibawa ke luar Sumsel,” ujarnya.
BKSDA Izinkan Lihat Beruang
Pihak BKSDA mengizinkan warga Kota Palembang dan se - kitarnya untuk dapat menik mati atau sekadar melihat tujuh satwa beruang madu yang ada. “Boleh saja jika ingin melihat ke sini, apalagi Palembang belum ada kebun binatang,” katanya.
Sebelumnya, Kepala BKSDA Sumsel Nunu Anugrah menga - takan, perlindungan satwa terutama yang memiliki habitat di Sumsel membutuhkan lembaga konservasi. Karena itu, BKSDA bersama dengan NGO perlindungan satwa pada tahun ini akan membangun lembaga konservasi agar satwasatwa yang berhasil diselamatkan baik penyerahkan atau penyitaan dapat terlebih dahulu disinggahkan untuk melakukan tahaptahapan karantina.
“Sebenarnya banyak satwa yang dilindungi di Sumsel, tapi sayangnya lembaga konserva - sinya tidak ada, lembaga konservasi untuk umum, misalnya ke - bun binatang dan tanaman satwa belum ada di Sumsel,” katanya.
Tasmalinda
Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Palembang menyakini, masih banyak beruang madu yang diperdagangkan masyarakat atau dipelihara tanpa izin di wilayah Provinsi Sumsel. Sepanjang tahun ini saja, BKSDA sudah menerima serahan dua beruang madu dari masyarakat Kota Palembang. Kedua pemilik beruang madu ini mengaku, jika hewan-hewan itu memang diperoleh dari masyarakat yang memburunya di hutan. Sementara dalam perdagangannya, antara pemburu dan masyarakat penampung, kisaran harga beruang madu ditaksir mulai dari Rp4 juta per ekor.
“Beruang madu ini habitatnya ada di Sumsel. Sepanjang Bukit Barisan, Pagaralam, Lahat, dan Muaraenim. Tentu ekosistemnya berkurang, jika terjadi penangkapan paksa,” kata Ketua BKSDA Palembang Andre saat menggelar penyerahan satwa beruang madu di Kantor BKSDA Palembang, kemarin. Ia mengatakan, biasanya beruang-beruang madu yang berhasil ditangkap masyarakat, masih berusia anak-anak atau baru saja dilahirkan dan ditinggalkan ibunya di hutan.
Karena masih bertubuh kecil, maka beruang-beruang itu sangat mudah ditangkap para pemburu. Aksi pembelian dilakukan dengan harga kesepakatan. Misalnya, disesuaikan de - ngan umur, lokasi penangkapan dan biaya angkut. “Jika bertemu yang memang mencari, maka ditentukan kedua belah pihak. Diperdagangkan itu, saat beruang masih kecil. Tapi, semakin besar dan berusia, harganya tentu akan semakin mahal,” katanya.
Karena yang diperdagangkan cenderung beruang madu anakanak, kata Andre ancaman terhadap perlindungan terhadap satwa itu akan semakin tinggi. Tak hanya itu, masih banyak juga beruang madu yang berada di tangan masyarakat dan belum diserahkan kepada BKSDA, atau lembaga konservasi. Pemilik beruang madu, Jajang Junaidi, warga Jakabaring mengatakan, beruang madu diperolehnya dari warga di Kabupaten Ogan Ilir. Popo yang baru berusia satu tahun ini diantarkan langsung Jajang ke Kantor BKSDA. Selain Popo, Jajang juga menyerahkan Elang Falconidae yang baru berusia satu tahun.
“Dari awal tahun sudah ada dua beruang diamankan. Satu Popo yang baru diserahkan, satu lagi Koko yang baru sebulan juga diserahkan warga. Kedua beruang madu ini, asli memiliki habitat di Sumsel,” ungkapnya. Dengan penyerahan dua hewan dilindungi itu, maka BKSDA dari Januari memiliki tujuh satwa dari lima jenis satwa yang terlebih dahulu dikarantina untuk kemudian akan diangkut ke lembaga konservasi (LK) di luar Sumsel. “Karena di Sumsel belum ada LK, seluruh hewan ini akan segera dibawa ke luar Sumsel,” ujarnya.
BKSDA Izinkan Lihat Beruang
Pihak BKSDA mengizinkan warga Kota Palembang dan se - kitarnya untuk dapat menik mati atau sekadar melihat tujuh satwa beruang madu yang ada. “Boleh saja jika ingin melihat ke sini, apalagi Palembang belum ada kebun binatang,” katanya.
Sebelumnya, Kepala BKSDA Sumsel Nunu Anugrah menga - takan, perlindungan satwa terutama yang memiliki habitat di Sumsel membutuhkan lembaga konservasi. Karena itu, BKSDA bersama dengan NGO perlindungan satwa pada tahun ini akan membangun lembaga konservasi agar satwasatwa yang berhasil diselamatkan baik penyerahkan atau penyitaan dapat terlebih dahulu disinggahkan untuk melakukan tahaptahapan karantina.
“Sebenarnya banyak satwa yang dilindungi di Sumsel, tapi sayangnya lembaga konserva - sinya tidak ada, lembaga konservasi untuk umum, misalnya ke - bun binatang dan tanaman satwa belum ada di Sumsel,” katanya.
Tasmalinda
(ars)