Mantan TKW Jadi Guru Besar Ilmu Hadis UIN Walisongo
A
A
A
SEMARANG - Barang siapa bersungguh-sungguh, pasti akan mendapat hasilnya. Ungkapan itu pantas disematkan kepada Siti Mujibatun, guru besar Ilmu Hadis Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang.
Kepada wartawan, wanita kelahiran Klaten 13 April 1959 ini menceritakan kisah perjuangannya dalam mewujudkan cita-cita di bidang pendidikan itu. Di mana untuk mewujudkannya, dirinya harus menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi.
“Memang sebagai seorang perempuan dari desa yang tidak paham dunia kampus, dan bermodal pas-pasan, menjadi seorang professor tidaklah mudah saya gapai," katanya, saat berbincang dengan wartawan, Selasa (31/3/2015).
Kisahnya menjadi seorang TKI berawal saat dirinya lulus S1 di IAIN Walisongo Semarang yang kini menjadi UIN. Saat itu, dirinya yang ingin melanjutkan kejenjang pendidikan lebih tinggi, namun terkendala biaya.
“Saat itu, menunggu beasiswa sulit sekali, dan lama. Akhirnya, saya diperintahkan oleh dosen saya untuk mencari pengalaman yang bermanfaat untuk karier ke depan. Akhirnya saya nekat mendaftarkan diri menjadi TKI ke Arab Saudi,” terangnya.
Wanita yang telah dikarunia dua orang anak, bernama Fatih Ashthifani dan Addina Filwa Putri ini pun melanjutkan ceritanya.
Pada tahun 1985, dirinya berhasil berangkat ke Arab Saudi sebagai TKI. Di sana, dia bekerja kepada seorang majikan, di kota Riyadh. Karena jenjang pendidikannya yang cukup tinggi, akhirnya Mujibatun tidak bekerja seperti layaknya TKW lain.
Dia dipercaya untuk mengajari anak-anak majikannya baca tulis dan pelajaran lainnya. “Ya, sejenis les privat. Setiap hari mengajari anak-anak baca tulis,” sambung warga Jalan Tanjungsari, No 31, RT7/5, Tambakaji Ngaliyan, Semarang.
Selama 18 bulan bekerja sebagai TKW di Arab Saudi, dia mengaku banyak mendapat pengalaman berharga. Salah satunya adalah mendalami kebudayaan Negara yang menjadi tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW itu.
Tak hanya itu, di lokasi itulah Mujibatun menemukan tambatan hatinya Najamuddin, dan membangun mahligai rumah tangga.
“Dari menjadi TKW itu saya dapat menunaikan ibadah haji gratis. Awalnya ditawari jadi TKI di Italia, tapi karena saya terobsesi dapat naik haji, jadi saya memilih di Arab Saudi,” terangnya sambil tertawa.
Setelah dirasa cukup, Mujibatun kembali ke Indonesia. Setibanya di Indonesia, dia diminta IAIN Walisongo Semarang untuk mengabdikan ilmunya sebagai dosen.
“Dari menjadi dosen dan hasil bekerja selama di Arab Saudi itu, saya melanjutkan ke jenjang pendidikan S2 dan S3 di sini. Dan sekarang, alhamdulillah semua itu sudah saya lewati. Ini adalah puncak karier dalam hidup saya," jelasnya.
Sementara itu, Rektor UIN Walisongo Semarang Prof Dr Muhibbin dalam sambutannya mengatakan, kisah perjalanan Siti Mujibatun sangat inspiratif dan dapat menjadi pelecut semangat dosen dan mahasiswa UIN Walisongo Semarang.
Khusus untuk para dosen, Muhibbin berharap, kisah kesuksesan Siti Mujibatun dapat dijadikan semangat melanjutkan studi.
“Di UIN Walisongo ini sudah banyak dosen bergelar doktor. Semoga dengan kisah inspiratif Ibu Siti Mujibatun, banyak doktor-doktor lain yang semangat menjadi professor," pungkasnya.
Kepada wartawan, wanita kelahiran Klaten 13 April 1959 ini menceritakan kisah perjuangannya dalam mewujudkan cita-cita di bidang pendidikan itu. Di mana untuk mewujudkannya, dirinya harus menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi.
“Memang sebagai seorang perempuan dari desa yang tidak paham dunia kampus, dan bermodal pas-pasan, menjadi seorang professor tidaklah mudah saya gapai," katanya, saat berbincang dengan wartawan, Selasa (31/3/2015).
Kisahnya menjadi seorang TKI berawal saat dirinya lulus S1 di IAIN Walisongo Semarang yang kini menjadi UIN. Saat itu, dirinya yang ingin melanjutkan kejenjang pendidikan lebih tinggi, namun terkendala biaya.
“Saat itu, menunggu beasiswa sulit sekali, dan lama. Akhirnya, saya diperintahkan oleh dosen saya untuk mencari pengalaman yang bermanfaat untuk karier ke depan. Akhirnya saya nekat mendaftarkan diri menjadi TKI ke Arab Saudi,” terangnya.
Wanita yang telah dikarunia dua orang anak, bernama Fatih Ashthifani dan Addina Filwa Putri ini pun melanjutkan ceritanya.
Pada tahun 1985, dirinya berhasil berangkat ke Arab Saudi sebagai TKI. Di sana, dia bekerja kepada seorang majikan, di kota Riyadh. Karena jenjang pendidikannya yang cukup tinggi, akhirnya Mujibatun tidak bekerja seperti layaknya TKW lain.
Dia dipercaya untuk mengajari anak-anak majikannya baca tulis dan pelajaran lainnya. “Ya, sejenis les privat. Setiap hari mengajari anak-anak baca tulis,” sambung warga Jalan Tanjungsari, No 31, RT7/5, Tambakaji Ngaliyan, Semarang.
Selama 18 bulan bekerja sebagai TKW di Arab Saudi, dia mengaku banyak mendapat pengalaman berharga. Salah satunya adalah mendalami kebudayaan Negara yang menjadi tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW itu.
Tak hanya itu, di lokasi itulah Mujibatun menemukan tambatan hatinya Najamuddin, dan membangun mahligai rumah tangga.
“Dari menjadi TKW itu saya dapat menunaikan ibadah haji gratis. Awalnya ditawari jadi TKI di Italia, tapi karena saya terobsesi dapat naik haji, jadi saya memilih di Arab Saudi,” terangnya sambil tertawa.
Setelah dirasa cukup, Mujibatun kembali ke Indonesia. Setibanya di Indonesia, dia diminta IAIN Walisongo Semarang untuk mengabdikan ilmunya sebagai dosen.
“Dari menjadi dosen dan hasil bekerja selama di Arab Saudi itu, saya melanjutkan ke jenjang pendidikan S2 dan S3 di sini. Dan sekarang, alhamdulillah semua itu sudah saya lewati. Ini adalah puncak karier dalam hidup saya," jelasnya.
Sementara itu, Rektor UIN Walisongo Semarang Prof Dr Muhibbin dalam sambutannya mengatakan, kisah perjalanan Siti Mujibatun sangat inspiratif dan dapat menjadi pelecut semangat dosen dan mahasiswa UIN Walisongo Semarang.
Khusus untuk para dosen, Muhibbin berharap, kisah kesuksesan Siti Mujibatun dapat dijadikan semangat melanjutkan studi.
“Di UIN Walisongo ini sudah banyak dosen bergelar doktor. Semoga dengan kisah inspiratif Ibu Siti Mujibatun, banyak doktor-doktor lain yang semangat menjadi professor," pungkasnya.
(san)