Warga Parangtritis Tantang Ilmuwan UGM Berdebat
A
A
A
BANTUL - Warga petambak udang di kawasan Desa Parangtritis Kecamatan Kretek menolak untuk direlokasi. Mereka tetap ingin melaksanakan aktifitas memelihara udang di kawasan desa tersebut.
Jauhnya tempat relokasi yang baru menjadi alasan warga menolaknya, karena mereka bakal kesulitan untuk mengontrol tambak udang mereka.
Kepala Desa Parangtritis, Topo, mengaku telah mendengar keluhan dari warganya yang menolak relokasi tambak udang di kawasan desa mereka.
Padahal, pemilik lahan yang mereka gunakan untuk budidaya tambak udang adalah Sultan Ground, dan pihak keraton Yogyakarta sudah mewanti-wanti agar kawasan Kretek bersih dari tambak udang. “Kalau direlokasi, letaknya jauh karena tempatnya relokasi ada di Kecamatan Sanden,” tutur Topo, Selasa (31/3).
Menurut Topo, di kawasan Desa Parangtritis Kecamatan Kretek, luas lahan masih ada sekitar 200 hektare, namun lahan 200 hektare tersebut di kawasan gumuk pasir atau gundukan pasir.
Tetapi ia mengklaim upaya tambak udang tersebut tidak akan merusak inti gumuk pasir. Setahu Topo, gumuk pasir inti atau bacan luasnya hanya 50 hektare.
Sebagai warga yang lahir di kawasan tersebut, Topo mengklaim lebih tahu dibanding dengan Professor Universitas Gajah Mada (UGM) yang mengatakan jika gumuk pasir dirusak akan mengancam kawasan Parangtritis secara umum.
Apalagi, selama ini keberadaan gumuk pasir tidak memberi manfaat ekonomi secara langsung kepada masyarakat sekitar. “Gumuk pasir itu tidak memberi kami apa-apa. Lebih baik untuk usaha tambak yang jelas hasilnya,” tandasnya.
Terkait dengan pendapat beberapa peneliti yang mengatakan bahwa gumuk pasir merupakan daerah tangkapan air sehingga akan rawan bila dibuat tambak, Topo mengaku itu tidak memiliki dasar yang jelas.
Secara terang-terangan ia bersedia berdebat dengan peneliti yang mengemukakan pendapat tersebut. Topo juga membantah secara tegas terkait beredarnya isu pejabat Bantul yang memiliki tambak udang di Parangtritis.
Sementara itu, Kepala Sat Pol PP Bantul, Hermawan Setiadji menanggapi penolakan tersebut dengan santai. Menurutnya, penolakan tersebut adalah sesuatu yang wajar karena warga merasa usaha mereka dihalangi.
Jika relokasi tersebut benar-benar dilaksanakan, ia yakin warga juga bakal menerima kebijakan pemerintah tersebut.
“Kalau menolak itu lumrah,” ujarnya.
Saat ini kata Hermawan, masih terus dilakukan konsolidasi dengan berbagai pihak untuk menertibkan tambak udang. Menurut Hermawan, lahan relokasi tambak udang sudah pasti berada di 2 lokasi yakni Wonoroto dan Ngepet di Desa Srigading, Kecamatan Sanden dengan luas sekitar 40 hektare.
Sebelumnya, Bupati Bantul, Sri Suryawidati menyebutkan, jika pemerintah tetap akan menutup dan melakukan penataan dengan relokasi tambak-tambak udang yang ada di Kecamatan Sanden, Srandakan dan Kretek.
Rencananya relokasi tersebut akan ditempatkan di dusun Wonoroto dan Ngepet, Desa Srigading, Kecamatan Sanden.
“Kalau yang Kretek harus dibersihkan, karena itu perintah dari Gusti Hadi mewakili pihak keraton yang memiliki tanah tersebut,” tegas Ida.
Jauhnya tempat relokasi yang baru menjadi alasan warga menolaknya, karena mereka bakal kesulitan untuk mengontrol tambak udang mereka.
Kepala Desa Parangtritis, Topo, mengaku telah mendengar keluhan dari warganya yang menolak relokasi tambak udang di kawasan desa mereka.
Padahal, pemilik lahan yang mereka gunakan untuk budidaya tambak udang adalah Sultan Ground, dan pihak keraton Yogyakarta sudah mewanti-wanti agar kawasan Kretek bersih dari tambak udang. “Kalau direlokasi, letaknya jauh karena tempatnya relokasi ada di Kecamatan Sanden,” tutur Topo, Selasa (31/3).
Menurut Topo, di kawasan Desa Parangtritis Kecamatan Kretek, luas lahan masih ada sekitar 200 hektare, namun lahan 200 hektare tersebut di kawasan gumuk pasir atau gundukan pasir.
Tetapi ia mengklaim upaya tambak udang tersebut tidak akan merusak inti gumuk pasir. Setahu Topo, gumuk pasir inti atau bacan luasnya hanya 50 hektare.
Sebagai warga yang lahir di kawasan tersebut, Topo mengklaim lebih tahu dibanding dengan Professor Universitas Gajah Mada (UGM) yang mengatakan jika gumuk pasir dirusak akan mengancam kawasan Parangtritis secara umum.
Apalagi, selama ini keberadaan gumuk pasir tidak memberi manfaat ekonomi secara langsung kepada masyarakat sekitar. “Gumuk pasir itu tidak memberi kami apa-apa. Lebih baik untuk usaha tambak yang jelas hasilnya,” tandasnya.
Terkait dengan pendapat beberapa peneliti yang mengatakan bahwa gumuk pasir merupakan daerah tangkapan air sehingga akan rawan bila dibuat tambak, Topo mengaku itu tidak memiliki dasar yang jelas.
Secara terang-terangan ia bersedia berdebat dengan peneliti yang mengemukakan pendapat tersebut. Topo juga membantah secara tegas terkait beredarnya isu pejabat Bantul yang memiliki tambak udang di Parangtritis.
Sementara itu, Kepala Sat Pol PP Bantul, Hermawan Setiadji menanggapi penolakan tersebut dengan santai. Menurutnya, penolakan tersebut adalah sesuatu yang wajar karena warga merasa usaha mereka dihalangi.
Jika relokasi tersebut benar-benar dilaksanakan, ia yakin warga juga bakal menerima kebijakan pemerintah tersebut.
“Kalau menolak itu lumrah,” ujarnya.
Saat ini kata Hermawan, masih terus dilakukan konsolidasi dengan berbagai pihak untuk menertibkan tambak udang. Menurut Hermawan, lahan relokasi tambak udang sudah pasti berada di 2 lokasi yakni Wonoroto dan Ngepet di Desa Srigading, Kecamatan Sanden dengan luas sekitar 40 hektare.
Sebelumnya, Bupati Bantul, Sri Suryawidati menyebutkan, jika pemerintah tetap akan menutup dan melakukan penataan dengan relokasi tambak-tambak udang yang ada di Kecamatan Sanden, Srandakan dan Kretek.
Rencananya relokasi tersebut akan ditempatkan di dusun Wonoroto dan Ngepet, Desa Srigading, Kecamatan Sanden.
“Kalau yang Kretek harus dibersihkan, karena itu perintah dari Gusti Hadi mewakili pihak keraton yang memiliki tanah tersebut,” tegas Ida.
(nag)