Eksekusi Register 40 Jadi Perhatian KPK
A
A
A
MEDAN - Eksekusi lahan 47.000 hektare (ha) di Register 40, Kabupaten Padanglawas menjadi topik utama pembicaraan antara Pelaksana tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurahman Ruki, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, dan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho di Medan, kemarin.
“Negara akan mengeksekusi fisik lahan tersebut dan dikembalikan sesuai amar putusan Mahkamah Agung. Kemarin siang (24/3), saya rapat koordinasi dengan kepala Kejati, kepala Polda Sumut, dan Pangdam I Bukit Barisan yang diwakili Kasdam dengan tiga (pejabat berpangkat) kolonel.
Salah satu materi, selain masalah pengamanan pengelolaan sumber daya alam dan penanganan kasus korupsi di Sumut, muncul topik tentang Register 40,” ujar Ruki. Dalam amar putusan MA, dikatakan lahan PT Torganda seluas 47.000 ha dikembalikan fungsinya menjadi hutan yang berarti dikembalikan pada negara.
Eksekusi administratif putusan ini dilaksanakan kejaksaan. Tapi, karena ini menyangkut aset, setelah dieksekusi administrasi akan diserahkan ke negara. “Faktanya sekarang lahan jadi kebun sawit. Ada 1.200 kepala keluarga di dalamnya. Saya katakan tadi, lahan itu bukan lahan kosong. Jadi, tidak sesederhana itu eksekusi selesai karena ada sawit produktif dan orang,” ujarnya.
Karena itu, yang diperlukan ada penilaian lahan tersebut (appraisal). Berapa sesungguhnya nilai barang itu karena menyangkut biaya untuk menentukan siapa petugas appraisal independen sehingga butuh peran Kementerian Keuangan.
“KPK akan mengambil bagian kasus ini untuk berkoordinasi dengan Menkeu dan Menhut agar mengeluarkan kebijakan pas, yang bisa dieksekusi kebijakannya. Jangan kebijakan di atas kertas, di bawah tak jalan. Intinya, sampaikan ke masyarakat di sana bahwa negara tetap melindungi hak-hak mereka,” kata Ketua KPK jilid I itu.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan, ada kemungkinan lahan Register 40 akan dimasukkan sebagai aset Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Sumut. “Namun, tahap pertama harus dikembalikan ke negara dulu (Kementerian Keuangan) karena itu milik negara. Hanya dalam prosedurnya harus ada penilaian taksasi dulu sehingga negara menerimanya dalam bentuk yang sudah dinilai,” ucapnya.
Masalahnya terjadi ketika akan disosialisasikan taksasi penilaian di lapangan karena ada resistensi dari masyarakat atau dari dunia usaha. “Itu yang terjadi sampai sekarang. Yang penting adalah setelah rapat tadi (kemarin), kami akan informasikan dan menyurati Menkeu lagi untuk mempercepat langkah-langkah yang akan diambil,” ucapnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah beberapa kali menyosialisasikan ke lapangan sehingga diharapkan resistensi masyarakat tidak seperti dulu. Setelah ini, pimpinan KPK akan mengundang rapat penegasan antara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Keuangan, kejaksaan, kepolisian, dan Gubernur Sumut.
Sementara KPK menemukan potensi suap di sektor perizinan kehutanan senilai Rp22 miliar pada 2014. Temuan itu seirama dengan banyaknya kasus korupsi kehutanan yang terjadi.
“Sumatera bagian utara (sumbagut), berulang kali didera kasus korupsi kehutanan. Sebut saja seperti Adelin Lis di Mandailingnatal dan Tengku Azmun Jaafar di Riau,” kata Ruki seusai Rapat Koordinasi dan Supervisi SDA Kehutanan Sumbagut di Aula Martabe Kantor Gubernur Sumut.
Izin Tambang
Gubsu Gatot Pujo Nugroho mengaku mengecek ada laporan 236 pemegang izin usaha pertambangan (IUP) di Sumut yang tidak terdata di Direktorat Jenderal Minerba dan Koordinasi Supervisi KPK.
Dari data terdapat 347 izin yang tersebar di 19 daerah, tapi data Direktorat Jenderal Minerba dan KPK pemegang IUP di Sumut hanya 111 perusahaan. Selisih 236 pemegang IUP itu masing-masing IUP logam sebanyak satu, IUP batu bara empat, dan nonlogam/batuan 231 izin. Koordinasi soal selisih izin itu perlu untuk berbagai kepentingan mulai dari kerusakan lingkungan, termasuk dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Data menunjukkan PNBP sektor pertambangan mineral dan batu bara di Sumut pada 2014 sebesar Rp 31,7 miliar. Dia memberi contoh di Kabupaten Mandailing Natal, dari 19 pemegang IUP, hanya dua yang membayar PNBP pada 2014.
Fakhrur rozi
“Negara akan mengeksekusi fisik lahan tersebut dan dikembalikan sesuai amar putusan Mahkamah Agung. Kemarin siang (24/3), saya rapat koordinasi dengan kepala Kejati, kepala Polda Sumut, dan Pangdam I Bukit Barisan yang diwakili Kasdam dengan tiga (pejabat berpangkat) kolonel.
Salah satu materi, selain masalah pengamanan pengelolaan sumber daya alam dan penanganan kasus korupsi di Sumut, muncul topik tentang Register 40,” ujar Ruki. Dalam amar putusan MA, dikatakan lahan PT Torganda seluas 47.000 ha dikembalikan fungsinya menjadi hutan yang berarti dikembalikan pada negara.
Eksekusi administratif putusan ini dilaksanakan kejaksaan. Tapi, karena ini menyangkut aset, setelah dieksekusi administrasi akan diserahkan ke negara. “Faktanya sekarang lahan jadi kebun sawit. Ada 1.200 kepala keluarga di dalamnya. Saya katakan tadi, lahan itu bukan lahan kosong. Jadi, tidak sesederhana itu eksekusi selesai karena ada sawit produktif dan orang,” ujarnya.
Karena itu, yang diperlukan ada penilaian lahan tersebut (appraisal). Berapa sesungguhnya nilai barang itu karena menyangkut biaya untuk menentukan siapa petugas appraisal independen sehingga butuh peran Kementerian Keuangan.
“KPK akan mengambil bagian kasus ini untuk berkoordinasi dengan Menkeu dan Menhut agar mengeluarkan kebijakan pas, yang bisa dieksekusi kebijakannya. Jangan kebijakan di atas kertas, di bawah tak jalan. Intinya, sampaikan ke masyarakat di sana bahwa negara tetap melindungi hak-hak mereka,” kata Ketua KPK jilid I itu.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan, ada kemungkinan lahan Register 40 akan dimasukkan sebagai aset Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Sumut. “Namun, tahap pertama harus dikembalikan ke negara dulu (Kementerian Keuangan) karena itu milik negara. Hanya dalam prosedurnya harus ada penilaian taksasi dulu sehingga negara menerimanya dalam bentuk yang sudah dinilai,” ucapnya.
Masalahnya terjadi ketika akan disosialisasikan taksasi penilaian di lapangan karena ada resistensi dari masyarakat atau dari dunia usaha. “Itu yang terjadi sampai sekarang. Yang penting adalah setelah rapat tadi (kemarin), kami akan informasikan dan menyurati Menkeu lagi untuk mempercepat langkah-langkah yang akan diambil,” ucapnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah beberapa kali menyosialisasikan ke lapangan sehingga diharapkan resistensi masyarakat tidak seperti dulu. Setelah ini, pimpinan KPK akan mengundang rapat penegasan antara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Keuangan, kejaksaan, kepolisian, dan Gubernur Sumut.
Sementara KPK menemukan potensi suap di sektor perizinan kehutanan senilai Rp22 miliar pada 2014. Temuan itu seirama dengan banyaknya kasus korupsi kehutanan yang terjadi.
“Sumatera bagian utara (sumbagut), berulang kali didera kasus korupsi kehutanan. Sebut saja seperti Adelin Lis di Mandailingnatal dan Tengku Azmun Jaafar di Riau,” kata Ruki seusai Rapat Koordinasi dan Supervisi SDA Kehutanan Sumbagut di Aula Martabe Kantor Gubernur Sumut.
Izin Tambang
Gubsu Gatot Pujo Nugroho mengaku mengecek ada laporan 236 pemegang izin usaha pertambangan (IUP) di Sumut yang tidak terdata di Direktorat Jenderal Minerba dan Koordinasi Supervisi KPK.
Dari data terdapat 347 izin yang tersebar di 19 daerah, tapi data Direktorat Jenderal Minerba dan KPK pemegang IUP di Sumut hanya 111 perusahaan. Selisih 236 pemegang IUP itu masing-masing IUP logam sebanyak satu, IUP batu bara empat, dan nonlogam/batuan 231 izin. Koordinasi soal selisih izin itu perlu untuk berbagai kepentingan mulai dari kerusakan lingkungan, termasuk dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Data menunjukkan PNBP sektor pertambangan mineral dan batu bara di Sumut pada 2014 sebesar Rp 31,7 miliar. Dia memberi contoh di Kabupaten Mandailing Natal, dari 19 pemegang IUP, hanya dua yang membayar PNBP pada 2014.
Fakhrur rozi
(ftr)