Ruki: Sektor Pertambangan dan Kelautan Semrawut

Rabu, 25 Maret 2015 - 11:49 WIB
Ruki: Sektor Pertambangan dan Kelautan Semrawut
Ruki: Sektor Pertambangan dan Kelautan Semrawut
A A A
MEDAN - Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrahman Ruki menegaskan, pengelolaan sumber daya alam (SDA) sektor pertambangan, kehutanan, dan kelautan, masih semrawut terkait proses perizinan dan pengawasannya.

Namun, Ruki tidak tahu siapa pihak yang bertanggung jawab atas kondisi itu. “Nanti kita cari yang bertanggung jawab. Selain menjawab, juga harus ada yang menanggungnya. Kalau jawab-jawab saja, saya juga bisa bilang ini dan itu. Satu per satu akan kita kuliti, kita tangani. Kondisisepertisekarang tidak boleh dibiarkan,” ujarnya dalam konferensi pers seusai Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan SDA Wilayah Sumbagut di Kantor Gubernur Sumut, Medan, kemarin.

Sebagaimanadiketahui, diwilayah Sumut alih fungsi lahan bakau sangat tinggi terjadi, seperti di Medan Bagian Utara. Kemudian persoalan aktivitas penyedotanpasirlautdiKabupaten Langkat dan Serdangbedagai. Kawasan hutan bakau terus mengalami degradasi dan penambangan pasir laut yang terus menimbulkan masalah tidak terlepas karena perizinan berada di pemerintah kabupaten/ kota. Ke depan harus perbaiki semuanya.

“Pencegahan korupsi kita mulai dengan perbaikan sistem,” ujar Ruki. KPK dan instansi penegak hukum lain akan meneliti penerbitan izin-izin itu. Kalau terbukti ada unsur korupsi dalam proses penerbitan izinnya, harus ada penindakan tegas. Ruki menambahkan, korupsi yang terjadi di sektor SDA merugikan negara sekaligus membuktikan kegagalan negara dalam mengelola SDA untuk rakyat.

Dia menyebutkan, di Sumut, Aceh, Sumbar, dan Riau, terdapat 706 izin usaha pertambangan (IUP) dengan status clear and clean (CNC) dan 695 IUP berstatus non-CNC. “Paling banyak, IUP non- CNC ada di Sumbar dengan 145 IUP, disusul Aceh 102 IUP, Riau 47 IUP, dan Sumut 44 IUP. Sedangkan untuk IUP berstatus CNC terbesar ada di Sumbar 136 IUP, Sumut 67 IUP, Aceh IUP, dan Riau 45 IUP,” ujarnya.

Selain itu, masalah lainnya adalah piutang negara dari para pemegang IUP Mineral dan Batubara (Minerba) juga besar di empatprovinsiini. Katadia, terdapat 352 IUP yang berstatus kurang bayar (tertunggak) dengan nilai Rp66,5 miliar terdiri atas iuran tetap Rp60,7 miliar dan royalti Rp5,7 miliar dari data 2013.

“Untuk Sumut tunggakan sebesar Rp8,1 miliar iuran tetap dari 28 IUP. Sumbar Rp12,9 miliar iuran tetap dan Rp2 miliar royalti dari 159 IUP, Riau Rp17,1 miliar untuk iuran tetap, dan Rp3,6 miliar royalti dari 71 IUP. Sedangkan Aceh Rp22,6 miliar iuran tetap dan Rp59,2 miliar royalti dari 113 IUP. Ini semua harusnya menjadi pemasukan negara karena disetor ke Kementerian Keuangan,” ucapnya.

Ketidakjelasan status hukum kawasan hutan mengakibatkan tumpang tindih perizinan. Pada 2014, sekitar 1,3 juta hektare (ha) izin tambang berada dalam kawasan hutan konservasi dan 4,9 juta ha berada dalam kawasan hutan lindung.

“Untuk Sumut ada izin tambang yang masuk 2.200 ha hutan konservasi dan 136.000 ha hutan lindung. Berdasarkan kondisi itu, KPK merasa perlu menuntaskan hal-hal tersebut bersama 34provinsi, 20kementeriandan tujuh lembaga dengan rencana aksi bersama,” ucapnya. Di tempat sama, Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho mengatakan, pada prinsipnya, pemerintah di empat provinsi berkomitmen menciptakan pengelolaan SDA yang baik di daerah untuk kepentingan masyarakat.

Fakhrur rozi
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3006 seconds (0.1#10.140)