Peredaran Psikotropika Dibongkar
A
A
A
SEMARANG - Dua pemuda ditangkap petugas Satuan Reserse Narkoba (Sat Resnarkoba) Polrestabes Semarang karena kedapatan memiliki dan mengedarkan obat jenis psikotropika.
Mereka mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memilik izin edar. Barang buktinya mencapai sekira 6.000 butir.
Masing-masing tersangka bernama Septa L, (23), warga Jalan Sawojajar, Krobokan, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang. Barang bukti yang diamankan; riclona klona zepam sebanyak 55 butir dan trihexphenidyl sebanyak 1.210 butir.
Tersangka kedua adalah Ale S, (22), warga Jalan Bukit Kencana, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Barang buktinya 4000 pil trihexphenidyl.
Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Djhartono menyebut para tersangka ditangkap pada Senin (23/3/2015) di Jalan Sawojajar II RT01/RW04, Krobokan, Semarang.
Tersangka Septa ditangkap lebih dulu, yakni sekitar pukul 10.00 WIB, satu setengah jam kemudian tersangka Ale menyusul. “Riclona itu sudah ditarik peredaran. Obat-obatan yang kami sita masuk psikotropika, tidak boleh diedarkan,” ungkapnya, Selasa (24/3/2015).
Penyidikan sementara, kata dia, tersangka Septa ini mendapatkan aneka obat-obat itu dari tersangka Ale. Pengungkapan ini berdasar penyelidikan intensif petugas. “Mereka mengaku mendapatkan ribuan obat-obat itu dari seseorang. Menyebut seseorang, bukan apotek. Ini yang sedang kami dalami dan kembangkan,” tambahnya.
Kepala Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Semarang AKBP Eko Hadi Prayitno menambahkan tersangka Septa dijerat Pasal 197 Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp1,5miliar dan atau Pasal 62 Undang-Undang nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp100juta.
Sementara tersangka Ale dijerat Pasal 198 Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pidana denda Rp100juta. “Ini tindak pidana tentang kesehatan. Tersangka ini membeli dalam jumlah besar, kemudian dijual secara eceran per kemasan plastik,” tambahnya.
Misalnya, dari 1 botol hexymer alias trihex per botol berisi 1000 butir, dibeli seharga Rp700ribu. dijual per 15 butir Rp15000 atau Rp1000 per butir. Jadi tersangka ini mendapatkan keuntungan dari tiap 1000 butir itu Rp3000ribu.
“Yang riclona itu sering disebut pil buto ijo. Efeknya, ngeliat orang jadi kecil-kecil. Ini bisa jadi pemicu tindak pidana lain, apalagi jika yang mengonsumsi bawa parang. Makin berani dia,” jelas dia.
Tersangka Septa mengaku menjual aneka obat – obatan itu sejak Januari 2015. “Biasanya teman – teman yang beli,” kata tersangka.
Mereka mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memilik izin edar. Barang buktinya mencapai sekira 6.000 butir.
Masing-masing tersangka bernama Septa L, (23), warga Jalan Sawojajar, Krobokan, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang. Barang bukti yang diamankan; riclona klona zepam sebanyak 55 butir dan trihexphenidyl sebanyak 1.210 butir.
Tersangka kedua adalah Ale S, (22), warga Jalan Bukit Kencana, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Barang buktinya 4000 pil trihexphenidyl.
Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Djhartono menyebut para tersangka ditangkap pada Senin (23/3/2015) di Jalan Sawojajar II RT01/RW04, Krobokan, Semarang.
Tersangka Septa ditangkap lebih dulu, yakni sekitar pukul 10.00 WIB, satu setengah jam kemudian tersangka Ale menyusul. “Riclona itu sudah ditarik peredaran. Obat-obatan yang kami sita masuk psikotropika, tidak boleh diedarkan,” ungkapnya, Selasa (24/3/2015).
Penyidikan sementara, kata dia, tersangka Septa ini mendapatkan aneka obat-obat itu dari tersangka Ale. Pengungkapan ini berdasar penyelidikan intensif petugas. “Mereka mengaku mendapatkan ribuan obat-obat itu dari seseorang. Menyebut seseorang, bukan apotek. Ini yang sedang kami dalami dan kembangkan,” tambahnya.
Kepala Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Semarang AKBP Eko Hadi Prayitno menambahkan tersangka Septa dijerat Pasal 197 Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp1,5miliar dan atau Pasal 62 Undang-Undang nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp100juta.
Sementara tersangka Ale dijerat Pasal 198 Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pidana denda Rp100juta. “Ini tindak pidana tentang kesehatan. Tersangka ini membeli dalam jumlah besar, kemudian dijual secara eceran per kemasan plastik,” tambahnya.
Misalnya, dari 1 botol hexymer alias trihex per botol berisi 1000 butir, dibeli seharga Rp700ribu. dijual per 15 butir Rp15000 atau Rp1000 per butir. Jadi tersangka ini mendapatkan keuntungan dari tiap 1000 butir itu Rp3000ribu.
“Yang riclona itu sering disebut pil buto ijo. Efeknya, ngeliat orang jadi kecil-kecil. Ini bisa jadi pemicu tindak pidana lain, apalagi jika yang mengonsumsi bawa parang. Makin berani dia,” jelas dia.
Tersangka Septa mengaku menjual aneka obat – obatan itu sejak Januari 2015. “Biasanya teman – teman yang beli,” kata tersangka.
(lis)