Separuh Industri Kayu di DIY Belum Bersertifikat

Selasa, 24 Maret 2015 - 11:59 WIB
Separuh Industri Kayu...
Separuh Industri Kayu di DIY Belum Bersertifikat
A A A
YOGYAKARTA - Separuh industri kayu skala Industri Kecil Menengah (IKM) produk kayu di DIY belum memiliki sertifikat.

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerja sama dengan Dinas Kehutanan DIY dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY mendorong mereka segera memiliki Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Kepala Dinas Kehutanan DIY Sutarto mengatakan, jumlah IKM produk kayu di DIY tercatat ada 56 unit.

Dari jumlah itu, yang sudah mendapat SVLK baru 28 unit, sisanya belum memilikinya. "Pemerintah pusat dan Pemda DIY mendorong agar 28 IKM segera memiliki SVLK," katanya dalam Penandatanganan Deklarasi Bersama Percepatan Pelaksanaan SVLK di DIY di Yogyakarta, kemarin.

Selain itu, di DIY dari 31 unit Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) kapasitas sampai dengan 6.000 me ter persegi per tahun yang su dah sertifikasi SVLK baru em pat unit. Sedangkan IKM Me bel di DIY ada 56 unit dan yang sudah sertifikasi SVLK sebanyak 28 unit.

Sutarto mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Ling kungan Hidup dan Kehutanan akan memfasilitasi kegiatan pelaksanaan sertifikasi ter masuk pendampingan dalam rangka persiapan sertifi kasi SVLK bagi IKM mebel. "Persyaratan bagi IKM kayu yang dibiayai dalam memperoleh SVLK harus secara berkelompok," katanya.

Menurut dia, pembiayaan pendampingan, sertifikasi dan penilikan pertama tersebut akan ditanggung pemerintah. Pembiayaan itu khususnya dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Per dagangan, serta Multistakeholder Forestry Programme 3.

Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Bambang Hendroyono SVLK diberlakukan secara penuh sejak 1 Januari 2015. "Ada yang banyak tujuan yang didapatkan dari penerapan SVLK ini," katanya.

Tujuan tersebut antara lain pemberantasan illegal logging dan illegal trading, perbaikan tata kelola usaha produk industri kehutanan, kepastian jaminan legalitas kayu. "Tidak kalah pentingnya adalah meningkatkan martabat bangsa dan promosi kayu legal yang berasal dari sumber yang lestari," katanya.

Staf Databese Usaha Kerajinan dan Mebel PT Hendyfill Ret no Purwanti mengungkapkan, ada sejumlah kendala dalam mendapatkan SVLK ini. Kendala tersebut misalnya harus mendapat izin mendirikan bangunan, padahal hanya menyewa. "Kalau biaya sendiri untuk mendapatkan sertifikat Legalitas Kayu bisa mencapai Rp22 juta," ungkapnya.

Dia mengakui, untuk pengurusan SVLK secara berkelompok bisa gratis, namun jika salah satu anggota kelompok ada persyaratan yang belum terpenuhi, maka akan menggugurkan semua. "Itu juga menjadi kendala," katanya.

Retno mengakui, selama ini sebelum mempunyai SVLK. Jika perusahaannya melakukan ekspor menggunakan DE (Deklarasi Ekspor). "Sayangnya, kalau dengan DE, tidak bisa ekspor ke Australia dan beberapa ne gara Eropa," ungkapnya. Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X dalam sambutannya yang dibacakan Kepala Dinas Perindagkop dan UKM DIY Riyadi Ida Bagus Salyo Subali merespons positif deklarasi ini.

Pasalnya, adanya SVLK akan memastikan produk kayu dan bahan bakunya dapat diperoleh atau berasal dari sumber yang asal-usulnya dan pengelolaannya memenuhi aspek legalitas.

Ridwan anshori
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3059 seconds (0.1#10.140)