Dipaksa Akui Pencurian, 3 Bocah SD Ditodong Pistol
A
A
A
PEKANBARU - Tiga siswa Sekolah Dasar (SD) diduga menjadi korban kekejaman oknum anggota Polsek Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau. Ketiga bocah tersebut dianiaya dan ditodong pistol, karena dituding mencuri.
Peristiwa mengerikan ini dialami Sy (12), siswa Kelas VI SD, dan dua rekannya R (9), serta M (9). Ketiganya dituding melakukan pencurian, di rumah salah seorang warga, pada 6 Maret 2015.
"Pengakuan anak saya saat ditangkap, dia ditodong pistol oleh tiga oknum polisi yang menangkapnya. Anak saya dan teman-temannya ini juga diancam dicongkel matanya kalau tidak mau mengakui pencurian itu," kata Ibunda Sy, Nellia Tijaluhu (37), kepada wartawan, Selasa (24/3/2015).
Ditambahkan dia, penodongan itu dilakukan di dalam mobil polisi. Ketiga oknum polisi yang menciduk bocah SD itu, memperlakukan ketiganya bagaikan bandit kelas kakap.
"Anak saya itu diperlakukan seperti binatang saja. Jikapun anak saya bersalah, walau saya tidak yakin anak saya mencuri, sebaiknya jangan memperlakukannya seperti bandit kelas kakap. Mereka itu anak-anak," terangnya.
Para bocah itu, sambung Nellia, ditangkap atas laporan dari masyarakat yang menyatakan kehilangan laptop, sejumlah uang, dan perhiasan. Namun, belum jelas buktinya, pihak kepolisian langsung menangkap ketiga bocah itu.
"Dari pengakuan anak saya, kepala mereka dijedutkan antara satu dengan yang lain agar mengaku mencuri. Itu terjadi di kantor polisi dan saya ada di sana. Saya tentu tidak terima dengan semua ini," jelasnya.
Dilanjutkan dia, ada anggota Polsek Kerinci yang namanya Brigadir Roger Sitinjak mengaku kehilangan uang, dan peluru senjata api. Anggota polisi itu juga menuding para bocah ini yang mencuri.
"Anak saya dipaksa mengakui kalau mereka yang juga mencuri," jelas ibu sembilan orang anak ini.
Sehari setelah kejadian, ketiganya kemudian dibebaskan. Ini setelah orangtua ketiganya dipaksa menganti laptop dan uang terhadap warga yang kehilangan.
Namun, pada 17 Maret 2015, ketiganya kembali ditangkap dan digelandang ke kantor polisi. Menurut polisi, mereka tertangkap basah karena melakukan pencurian jajanan, di kantin sekolah.
"Di sana ketiganya dimasukan ke dalam sel. Yang paling meyakitkan hati saya, ternyata mereka tidak diberi makan. Kami sebagai orangtua dipersulit menjumpai anak, walau hanya sekedar memberikan nasi bungkus," tambah Nellia.
Alasan penyidik, sambung dia, anaknya tidak bisa ditemui karena sedang diproses hukum. "Anak saya di sel bersama tahanan lain. Selain dituduhkan mencuri jajanan di kantin, mereka juga dituduh mencuri perhiasan emas dan uang Rp15 juta," ungkapnya.
Setelah dua hari ditahan, pihak Polsek Pangkalan Kerinci kemudian melepas ketiganya. "Kata polisi, anak saya tetap disuruh melapor ke polsek bila dibutuhkan," jelasnya.
Sementara itu, Kapolres Pelalawan AKBP Ade Johan Sinaga yang dikonfirmasi terkait peritiwa itu membantahnya.
"Memang ada petugas kami mengamankan tiga bocah yang mencuri makanan di kantin. Tapi setahu saya tidak ada ditodong pistol dan dianiaya. Tapi saya cek dulu ya. Jika benar angggota menyalahi prosedur, akan saya tindak," pungkasnya.
Peristiwa mengerikan ini dialami Sy (12), siswa Kelas VI SD, dan dua rekannya R (9), serta M (9). Ketiganya dituding melakukan pencurian, di rumah salah seorang warga, pada 6 Maret 2015.
"Pengakuan anak saya saat ditangkap, dia ditodong pistol oleh tiga oknum polisi yang menangkapnya. Anak saya dan teman-temannya ini juga diancam dicongkel matanya kalau tidak mau mengakui pencurian itu," kata Ibunda Sy, Nellia Tijaluhu (37), kepada wartawan, Selasa (24/3/2015).
Ditambahkan dia, penodongan itu dilakukan di dalam mobil polisi. Ketiga oknum polisi yang menciduk bocah SD itu, memperlakukan ketiganya bagaikan bandit kelas kakap.
"Anak saya itu diperlakukan seperti binatang saja. Jikapun anak saya bersalah, walau saya tidak yakin anak saya mencuri, sebaiknya jangan memperlakukannya seperti bandit kelas kakap. Mereka itu anak-anak," terangnya.
Para bocah itu, sambung Nellia, ditangkap atas laporan dari masyarakat yang menyatakan kehilangan laptop, sejumlah uang, dan perhiasan. Namun, belum jelas buktinya, pihak kepolisian langsung menangkap ketiga bocah itu.
"Dari pengakuan anak saya, kepala mereka dijedutkan antara satu dengan yang lain agar mengaku mencuri. Itu terjadi di kantor polisi dan saya ada di sana. Saya tentu tidak terima dengan semua ini," jelasnya.
Dilanjutkan dia, ada anggota Polsek Kerinci yang namanya Brigadir Roger Sitinjak mengaku kehilangan uang, dan peluru senjata api. Anggota polisi itu juga menuding para bocah ini yang mencuri.
"Anak saya dipaksa mengakui kalau mereka yang juga mencuri," jelas ibu sembilan orang anak ini.
Sehari setelah kejadian, ketiganya kemudian dibebaskan. Ini setelah orangtua ketiganya dipaksa menganti laptop dan uang terhadap warga yang kehilangan.
Namun, pada 17 Maret 2015, ketiganya kembali ditangkap dan digelandang ke kantor polisi. Menurut polisi, mereka tertangkap basah karena melakukan pencurian jajanan, di kantin sekolah.
"Di sana ketiganya dimasukan ke dalam sel. Yang paling meyakitkan hati saya, ternyata mereka tidak diberi makan. Kami sebagai orangtua dipersulit menjumpai anak, walau hanya sekedar memberikan nasi bungkus," tambah Nellia.
Alasan penyidik, sambung dia, anaknya tidak bisa ditemui karena sedang diproses hukum. "Anak saya di sel bersama tahanan lain. Selain dituduhkan mencuri jajanan di kantin, mereka juga dituduh mencuri perhiasan emas dan uang Rp15 juta," ungkapnya.
Setelah dua hari ditahan, pihak Polsek Pangkalan Kerinci kemudian melepas ketiganya. "Kata polisi, anak saya tetap disuruh melapor ke polsek bila dibutuhkan," jelasnya.
Sementara itu, Kapolres Pelalawan AKBP Ade Johan Sinaga yang dikonfirmasi terkait peritiwa itu membantahnya.
"Memang ada petugas kami mengamankan tiga bocah yang mencuri makanan di kantin. Tapi setahu saya tidak ada ditodong pistol dan dianiaya. Tapi saya cek dulu ya. Jika benar angggota menyalahi prosedur, akan saya tindak," pungkasnya.
(san)