Umat Hindu di Medan Sambut Nyepi
A
A
A
MEDAN - Ratusan Umat Hindu Kota Medan dan sekitarnya melakukan sembahyang dalam rangka menyambut perayaan Hari Raya Nyepi Isaka 1937 atau tahun 2015 di Pura Agung Raksa Buana, Jalan Polonia, Medan, Jumat (20/3).
Perayaan Nyepi tahun ini diharapkan bisa meningkatkan persatuan dan kesatuan serta disiplin kerja guna meningkatkan etos kerja. Bukan hanya untuk Umat Hindu saja, tetapi juga untuk seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini. Pelaksanaan upacara penyambutan Hari Raya Nyepi dipimpin langsung Pendeta Pura Agung Reksa Buana Jero Mangku I Wayan Sukantra.
Acara berlangsung dengan khidmat dimulai sekitar pukul 15.30- 19.00 WIB. Suasana pura yang sejuk menambah kekhusyukan prosesi sembahyang di pura tersebut. Sembahyang dimulai dengan melakukan Melasti (mekiis/ melis) menyucikan buana agung atau alam semesta termasuk menyucikan alat-alat upacara keagamaan dan pratima di Beji atau Taman Sari yang ada di lingkungan Pura Agung Raksa.
Melasti seharusnya dilakukan pergi mengusung Pratima dan alat-alat upacara ke laut, sungai, dan danau. “Di Medan, kami buat rangkaian kegiatan sembahyang di lingkungan pura,” kata Wayan. Usai Melasti, para jemaat melakukan Tawur Kesangsa yang juga dilakukan di Pura Agung Raksa Bhuana Medan, bertujuan menjaga keseimbangan/ keharmonisan serta penyucian kekuatan unsur alam semesta.
Tawur yang dipergunakan adalah tingkat pancasata, yakni dengan mempersembahkan korban lima ekor ayam dengan bulu yang berbeda-beda (bulu ayam warga putih, putih siungan, merah, hitam, dan brumbun). “Kalau di Bali akan dilanjut dengan mengarak ogoh-ogoh keliling kota. Kalau di Medan tidak ada, kita hanya melakukan sembahyang tanpa ogoh-ogoh dan keliling kota,” katanya.
Usai pelaksanaan sembahyang penyambutan Hari Raya Nyepi, umat Hindu akan melakukan Nyepi/Sipeng yang dilakukan dengan caturbrata penyepian yang terdiri dari Amati Geni (tidak menyalakan api termasuk melakukan upawasa/ berpuasa), Amati Karya (tidak bekerja/ tidak melakukan aktivitas pisik), Amati Lelungan (tidak bepergian/ meninggalkan rumah), Amati Lelanguan (tidak berfoya-foya/mengadakan liburan).
“Nyepi akan dilakukan pada Sabtu (21/3) usai sembahyang nanti. Sementara Minggu (22/ 3) akan melakukan Ngembak Geni. Di sinilah berakhirnya perayaan Brata penyepian dan saat itulah kembali melaksanakan aktivitas kembali seperti biasa,” katanya.
Wayan menyampaikan pesan kepada semua umat Hindu agar sama-sama introspeksi diri untuk bisa mengubah kehidupan yang lebih baik pada tahun mendatang. Nyepi tahun ini juga diharapkan bisa memberikan kesehatan, panjang umur, dan murah rezeki. Sementara itu, Pinandita Pura Satria Buana Letkol I Putu Sutrisna menambahkan, perayaan Nyepi tahun ini merupakan momen untuk introspeksi diri dalam memperkuat persatuan dan kesatuan serta disiplin kerja.
Dengan adanya perbedaan bukan menjadi alasan untuk tidak bersatu, justru perbedaan tersebut yang membuat Indonesia ini semakin kuat dan maju. “Meskipun kita kaum minoritas di Medan, pada prinsipnya kita tetap melakukan caturbrata di rumah masing-masing dengan berdiam diri untuk introspeksi. Tahun ini pelaksanaan Nyepi berjalan khidmat,” katanya.
Irwan siregar
Perayaan Nyepi tahun ini diharapkan bisa meningkatkan persatuan dan kesatuan serta disiplin kerja guna meningkatkan etos kerja. Bukan hanya untuk Umat Hindu saja, tetapi juga untuk seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini. Pelaksanaan upacara penyambutan Hari Raya Nyepi dipimpin langsung Pendeta Pura Agung Reksa Buana Jero Mangku I Wayan Sukantra.
Acara berlangsung dengan khidmat dimulai sekitar pukul 15.30- 19.00 WIB. Suasana pura yang sejuk menambah kekhusyukan prosesi sembahyang di pura tersebut. Sembahyang dimulai dengan melakukan Melasti (mekiis/ melis) menyucikan buana agung atau alam semesta termasuk menyucikan alat-alat upacara keagamaan dan pratima di Beji atau Taman Sari yang ada di lingkungan Pura Agung Raksa.
Melasti seharusnya dilakukan pergi mengusung Pratima dan alat-alat upacara ke laut, sungai, dan danau. “Di Medan, kami buat rangkaian kegiatan sembahyang di lingkungan pura,” kata Wayan. Usai Melasti, para jemaat melakukan Tawur Kesangsa yang juga dilakukan di Pura Agung Raksa Bhuana Medan, bertujuan menjaga keseimbangan/ keharmonisan serta penyucian kekuatan unsur alam semesta.
Tawur yang dipergunakan adalah tingkat pancasata, yakni dengan mempersembahkan korban lima ekor ayam dengan bulu yang berbeda-beda (bulu ayam warga putih, putih siungan, merah, hitam, dan brumbun). “Kalau di Bali akan dilanjut dengan mengarak ogoh-ogoh keliling kota. Kalau di Medan tidak ada, kita hanya melakukan sembahyang tanpa ogoh-ogoh dan keliling kota,” katanya.
Usai pelaksanaan sembahyang penyambutan Hari Raya Nyepi, umat Hindu akan melakukan Nyepi/Sipeng yang dilakukan dengan caturbrata penyepian yang terdiri dari Amati Geni (tidak menyalakan api termasuk melakukan upawasa/ berpuasa), Amati Karya (tidak bekerja/ tidak melakukan aktivitas pisik), Amati Lelungan (tidak bepergian/ meninggalkan rumah), Amati Lelanguan (tidak berfoya-foya/mengadakan liburan).
“Nyepi akan dilakukan pada Sabtu (21/3) usai sembahyang nanti. Sementara Minggu (22/ 3) akan melakukan Ngembak Geni. Di sinilah berakhirnya perayaan Brata penyepian dan saat itulah kembali melaksanakan aktivitas kembali seperti biasa,” katanya.
Wayan menyampaikan pesan kepada semua umat Hindu agar sama-sama introspeksi diri untuk bisa mengubah kehidupan yang lebih baik pada tahun mendatang. Nyepi tahun ini juga diharapkan bisa memberikan kesehatan, panjang umur, dan murah rezeki. Sementara itu, Pinandita Pura Satria Buana Letkol I Putu Sutrisna menambahkan, perayaan Nyepi tahun ini merupakan momen untuk introspeksi diri dalam memperkuat persatuan dan kesatuan serta disiplin kerja.
Dengan adanya perbedaan bukan menjadi alasan untuk tidak bersatu, justru perbedaan tersebut yang membuat Indonesia ini semakin kuat dan maju. “Meskipun kita kaum minoritas di Medan, pada prinsipnya kita tetap melakukan caturbrata di rumah masing-masing dengan berdiam diri untuk introspeksi. Tahun ini pelaksanaan Nyepi berjalan khidmat,” katanya.
Irwan siregar
(bbg)