Mbah Harso Divonis Bebas
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Keadilan akhirnya berpihak kepada orang kecil! Setelah melalui proses panjang, kasus hukum yang menjerat petani penggarap lahan Suaka Marga Satwa Paliyan, Harso Taruno, 67, akhirnya happy ending.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Wonosari memutuskan Mbah Harso tidak bersalah dan dibebaskan dari segala dakwaan melakukan perusakan hutan. Spontan warga Dusun Bulurejo, Desa Kepek, Saptosari, ini langsung berdiri. Lalu melakukan sujud syukur begitu majelis hakim yang diketuai Yamti Agustina dengan hakim anggota Agung Budi Setiawan serta Nataline Setyowati membacakan amar putusan.
Tidak hanya itu, Mbah Harso memanjatkan doa syukur dengan putusan majelis hakim pada kasus yang sempat menyeret badan rentanya ke sel tahanan Mapolres Gunungkidul selama lebih dari satu bulan tersebut. Dalam sidang yang dimulai pukul 13.15 WIB kemarin, majelis hakim langsung membuka sidang dan membacakan amar putusan secara bergantian. Beberapa tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) langsung dipertimbangkan majelis hakim yang menyatakan tidak terbukti perbuatan di petak 136 kawasan Suaka Marga Satwa resor Paliyan itu sebagai tindakan melawan hukum.
Bukan hanya itu, kata hakim, dalam keterangan aksi yang disampaikan tidak ada saksi yang melihat secara langsung apa yang dituduhkan kepada Mbah Harso. ”Hanya berdasarkan keterangan dari terdakwa saat diperiksa. Dengan pertimbangan ini majelis hakim PN Wonosari menyatakan membebaskan terdakwa dari segala tuduhan dan mengembalikan nama baik terdakwa di tengah masyarakat. Membebankan segala biaya persidangan kepada negara,” ungkap Ketua Majelis Hakim Yamti Agustina saat membacakan vonis.
Dengan dibebaskannya Mbah Harso, ma sya - rakat y ang mengikuti proses persidangan akhirnya bernapas lega. Bahkan beberapa di antaranya menangis dan berpelukan. Mereka mendampingi Harso Taruno selama menjalani persidangan sejak sidang pertama pada 11 Desember 2014. Seusai persidangan Mbah Harso tampak tenang keluar dari ruang sidang. Dengan mengenakan baju koko warna putih dan peci hitam yang selalu dikenakan, dia mengaku lega dengan keputusan majelis hakim yang membebaskannya dari segala tuduhan.
”Alhamdulillah, akhirnya saya bisa bebas,” ucapnya bersyukur. Setelah diputus bebas dia bermaksud berhenti sementara dari aktivitasnya menggarap lahan milik BKSDA DIY tersebut. Lahan yang sudah disewanya saat ini digarap warga lain di Paliyan. Untuk proses selanjutnya akan diserahkan kepada anakanaknya. ”Saya sudah tua, saya akan menuruti keinginan anak-anak saya dan tidak menggarap lahan dulu,” lanjutnya. Mengenai upaya penegak hukum yang memaksanya mengakui perbuatan yang tidak dilakukan dan menahannya di sel Polres Gunungkidul, Mbah Harso mengaku pasrah dan tidak akan menuntut balik.
”Semua demi proses hukum dan demi keadilan, dan hari ini saya sudah mendapatkan keadilan ini,” imbuhnya. Penasihat hukum Harso Taruno, Suradji Noto Suwarno, mengungkapkan rasa syukurnya atas vonis bebas kliennya. ”Ini juga menjadi catatan besar bagi penegakan hukum dan juga aparat kehutanan agar berhati-hati dalam melangkah. Serta memutuskan melanjutkan perkara yang tidak jelas alat buktinya,” ujarnya.
Kasus yang menimpa bapak enam anak ini berawal ketika polisi hutan (polhut) bermaksud memadamkan api saat terjadi kebakaran di petak 136 pada 26 September 2014. Usai memadamkan api, mereka melihat ada tiga potongan kayu dan langsung menuduh Mbah Harso melakukan penebangan. Esok harinya Mbah Harso dimintai keterangan selama dua hari di kantor Suaka Marga Satwa Resor Paliyan oleh Polhut BKSDA dan diteruskan penyidik Unit Reskrim Polsek Paliyan. Pada 28 September, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, kakek 10 cucu ini dimasukkan ke sel dengan tuduhan merusak hutan.
Menantu Harso Taruno, Basuki Rahmad sangat bersyukur dengan vonis bebas mertuanya dari jeratan hukum. Dia mengapresiasi tegaknya keadilan bagi kaum miskin seperti dia dan keluarganya. ”Ini pelajaran berharga, perjuangan kami akhirnya terkabulkan,” ucapnya. Setelah kejadian ini Basuki memastikan keluarganya akan meminta Mbah Harso tidak lagi menggarap lahan. ”Pokoknya bapak disuruh anak-anaknya di rumah saja, biarkan lahan itu digarap orang lain yang mau,” ujarnya.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, berpendapat, proses hukum terhadap Harso Taruno menunjukkan ketidakadilan hukum bagi kaum miskin dan petani di Indonesia. ”Beruntung vonisnya bebas sehingga kaum miskin sedikit bisa lega dengan kasus kriminalisasi seperti yang dialami Mbah Harso. Walau demikian, masih banyak proses hukum terhadap kaum kecil yang tidak sebanding dengan kesalahan yang mereka lakukan,” ungkapnya.
Menurut dia, vonis bebas Harso Taruno menjadi pintu masuk untuk mengembalikan kredibilitas hukum di Tanah Air. Yakni keberpihakan pada keadilan. ”Kasus kriminalisasi saat ini juga sudah direspons masyarakat dengan memberikan dukungan baik moral maupun gerakan yang dilakukan terorganisasi atau spontan guna menolak kriminalisasi. Inilah kondisi rakyat yang rindu keadilan,” katanya.
Dia berharap hukum tidak hanya berpegang pada formalitas dan prosedur. Sebaliknya, hukum hendaknya lebih sensitif pada keadilan dan memilih kasus-kasus besar di negara seperti pemberantasan korupsi dan lainnya.
Suharjono
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Wonosari memutuskan Mbah Harso tidak bersalah dan dibebaskan dari segala dakwaan melakukan perusakan hutan. Spontan warga Dusun Bulurejo, Desa Kepek, Saptosari, ini langsung berdiri. Lalu melakukan sujud syukur begitu majelis hakim yang diketuai Yamti Agustina dengan hakim anggota Agung Budi Setiawan serta Nataline Setyowati membacakan amar putusan.
Tidak hanya itu, Mbah Harso memanjatkan doa syukur dengan putusan majelis hakim pada kasus yang sempat menyeret badan rentanya ke sel tahanan Mapolres Gunungkidul selama lebih dari satu bulan tersebut. Dalam sidang yang dimulai pukul 13.15 WIB kemarin, majelis hakim langsung membuka sidang dan membacakan amar putusan secara bergantian. Beberapa tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) langsung dipertimbangkan majelis hakim yang menyatakan tidak terbukti perbuatan di petak 136 kawasan Suaka Marga Satwa resor Paliyan itu sebagai tindakan melawan hukum.
Bukan hanya itu, kata hakim, dalam keterangan aksi yang disampaikan tidak ada saksi yang melihat secara langsung apa yang dituduhkan kepada Mbah Harso. ”Hanya berdasarkan keterangan dari terdakwa saat diperiksa. Dengan pertimbangan ini majelis hakim PN Wonosari menyatakan membebaskan terdakwa dari segala tuduhan dan mengembalikan nama baik terdakwa di tengah masyarakat. Membebankan segala biaya persidangan kepada negara,” ungkap Ketua Majelis Hakim Yamti Agustina saat membacakan vonis.
Dengan dibebaskannya Mbah Harso, ma sya - rakat y ang mengikuti proses persidangan akhirnya bernapas lega. Bahkan beberapa di antaranya menangis dan berpelukan. Mereka mendampingi Harso Taruno selama menjalani persidangan sejak sidang pertama pada 11 Desember 2014. Seusai persidangan Mbah Harso tampak tenang keluar dari ruang sidang. Dengan mengenakan baju koko warna putih dan peci hitam yang selalu dikenakan, dia mengaku lega dengan keputusan majelis hakim yang membebaskannya dari segala tuduhan.
”Alhamdulillah, akhirnya saya bisa bebas,” ucapnya bersyukur. Setelah diputus bebas dia bermaksud berhenti sementara dari aktivitasnya menggarap lahan milik BKSDA DIY tersebut. Lahan yang sudah disewanya saat ini digarap warga lain di Paliyan. Untuk proses selanjutnya akan diserahkan kepada anakanaknya. ”Saya sudah tua, saya akan menuruti keinginan anak-anak saya dan tidak menggarap lahan dulu,” lanjutnya. Mengenai upaya penegak hukum yang memaksanya mengakui perbuatan yang tidak dilakukan dan menahannya di sel Polres Gunungkidul, Mbah Harso mengaku pasrah dan tidak akan menuntut balik.
”Semua demi proses hukum dan demi keadilan, dan hari ini saya sudah mendapatkan keadilan ini,” imbuhnya. Penasihat hukum Harso Taruno, Suradji Noto Suwarno, mengungkapkan rasa syukurnya atas vonis bebas kliennya. ”Ini juga menjadi catatan besar bagi penegakan hukum dan juga aparat kehutanan agar berhati-hati dalam melangkah. Serta memutuskan melanjutkan perkara yang tidak jelas alat buktinya,” ujarnya.
Kasus yang menimpa bapak enam anak ini berawal ketika polisi hutan (polhut) bermaksud memadamkan api saat terjadi kebakaran di petak 136 pada 26 September 2014. Usai memadamkan api, mereka melihat ada tiga potongan kayu dan langsung menuduh Mbah Harso melakukan penebangan. Esok harinya Mbah Harso dimintai keterangan selama dua hari di kantor Suaka Marga Satwa Resor Paliyan oleh Polhut BKSDA dan diteruskan penyidik Unit Reskrim Polsek Paliyan. Pada 28 September, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, kakek 10 cucu ini dimasukkan ke sel dengan tuduhan merusak hutan.
Menantu Harso Taruno, Basuki Rahmad sangat bersyukur dengan vonis bebas mertuanya dari jeratan hukum. Dia mengapresiasi tegaknya keadilan bagi kaum miskin seperti dia dan keluarganya. ”Ini pelajaran berharga, perjuangan kami akhirnya terkabulkan,” ucapnya. Setelah kejadian ini Basuki memastikan keluarganya akan meminta Mbah Harso tidak lagi menggarap lahan. ”Pokoknya bapak disuruh anak-anaknya di rumah saja, biarkan lahan itu digarap orang lain yang mau,” ujarnya.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, berpendapat, proses hukum terhadap Harso Taruno menunjukkan ketidakadilan hukum bagi kaum miskin dan petani di Indonesia. ”Beruntung vonisnya bebas sehingga kaum miskin sedikit bisa lega dengan kasus kriminalisasi seperti yang dialami Mbah Harso. Walau demikian, masih banyak proses hukum terhadap kaum kecil yang tidak sebanding dengan kesalahan yang mereka lakukan,” ungkapnya.
Menurut dia, vonis bebas Harso Taruno menjadi pintu masuk untuk mengembalikan kredibilitas hukum di Tanah Air. Yakni keberpihakan pada keadilan. ”Kasus kriminalisasi saat ini juga sudah direspons masyarakat dengan memberikan dukungan baik moral maupun gerakan yang dilakukan terorganisasi atau spontan guna menolak kriminalisasi. Inilah kondisi rakyat yang rindu keadilan,” katanya.
Dia berharap hukum tidak hanya berpegang pada formalitas dan prosedur. Sebaliknya, hukum hendaknya lebih sensitif pada keadilan dan memilih kasus-kasus besar di negara seperti pemberantasan korupsi dan lainnya.
Suharjono
(bhr)