Sukses Berwirausaha Jamur Tiram, Kini Rajin Berbagi
A
A
A
Tidak pernah dibayangkan Ali Sadikin Berutu jika jamur tiram yang pernah disajikan ibu mertuanya kini menjadi peluang usaha baginya. Suguhan sang mertua tersebut menjadi inspirasi yang sukses mengantarkannya sebagai seorang wirausaha muda di Kota Medan.
Hanya berbekal browsing via internet, lulusan STIE Hidayatullah, Depok, Jawa Barat, ini sukses mempelajari budi daya jamur tiram hingga pemasarannya. Pria 28 tahun memulai usaha ini dengan memanfaatkan perkarangan rumah di Jalan Melati Ujung, Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia. Kini, suami dari Ida Sari Pertama Bancin itu sudah mampu memproduksi 10–15 kg jamur setiap harinya, dan 6.000–7.000 bibit dengan omzet Rp30 juta per bulan.
“Permintaan pelanggan cukup besar, bahkan bisa mencapai 30 kg setiap harinya. Namun, karena keterbatasan modal, maka tak terpenuhi,” ungkapnya kepada KORAN SINDO MEDAN, kemarin. Selain via internet, dia juga banyak belajar menanam sayuran dengan mendatangi petani langsung. Petani yang kerap didatanginya adalah petani yang memiliki permasalahan yang berbeda dengannya.
Karena prinsipnya, dengan banyak masalah yang ditemukan, maka semakin banyak ide yang muncul untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Pria yang kini kuliah di Fakultas Sastra, UISU, ini menilai budi daya jamur tiram memiliki peluang bisnis yang cukup menjanjikan. Sebab, petani jamur tiram di daerah Medan masih sangat minim.
Dia memperkirakan tidak sampai lima orang lantaran minimnya ketersediaan lahan. Padahal, membudidayakan jamur tiram sebenarnya bisa dimulai dari pekarangan rumah. Dengan melihat produksi yang masih minim sementara permintaan terus berdatangan dari restoran, warga Medan tentu sangat berpeluang menjadikan jamur tiram sebagai bisnis. Kini, dia sudah mulai memperluas lahan pertanian budi daya jamur tiram di Jalan Mawar dengan luas lahan sekitar 20x20 meter.
Lahan di Jalan Mawar lebih dikhususkan untuk inkubasi (penyimpanan) dan pembuahan. Dia menjelaskan, budi daya jamur tiram, mulai dari proses pencampuranpressing- sterilisasi (perebusan)-inokulasi (pembibitan)-inkubasi (penyimpanan)- pembuahan, akan lancar jika bahan serbuk kayu yang digunakan bagus.
Sehari-hari dia hanya menggunakan serbuk kayu dari karet lantaran badan pohon karet tidak bergetah. Jika serbuk kayu yang digunakan bergetah, biasanya jamur akan sulit hidup. Bahan yang digunakan ada dedak, serbuk kayu (karet), tepung jagung/tapioka, dan air 60% dalam setiap bibit. Dia berharap pemuda di Medan jangan takut memulai bisnis budi daya jamur tiram.
Apalagi jika hanya persoalan modal. Pasalnya, saat dia mendirikan usaha tersebut, tepatnya awal 2011 lalu, hanya bermodalkan Rp3 juta dengan bibit yang masih terbatas di pekarangan rumah. “Setiap memulai bisnis, kita tentu melihat sejauh mana pasar yang akan kita produksi.
Saya lihat jamur tiram pasarnya cukup banyak, apalagi jamur tiram ini tidak menggunakan bahan kimia dan sangat sehat. Selain sebagai sayur, juga bisa diolah menjadi makanan ringan,” ucapnya. Meskipun sudah sukses membudidayakan tanaman jamur tiram, dia tetap rendah hati dan ingin membantu masyarakat yang ingin memulai usaha jamur tiram melalui blog http://jamurtiramdaerahmed an.blogspot.com/.
Selain itu, masyarakat yang ingin belajar langsung bisa datang ke rumahnya. “Sejauh ini ada beberapa yang ingin belajar jamur tiram tapi mereka kebanyakan dari luar Medan (Jawa). Sementara saya berharap warga Medan yang harus belajar membudidayakan jamur tiram agar semakin banyak petaninya. Kaum muda sudah saat membuka usaha sendiri jangan takut terhadap kegagalan tapi harus di coba dulu baru tahu hasilnya,” tandasnya.
Irwan Siregar
Medan
Hanya berbekal browsing via internet, lulusan STIE Hidayatullah, Depok, Jawa Barat, ini sukses mempelajari budi daya jamur tiram hingga pemasarannya. Pria 28 tahun memulai usaha ini dengan memanfaatkan perkarangan rumah di Jalan Melati Ujung, Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia. Kini, suami dari Ida Sari Pertama Bancin itu sudah mampu memproduksi 10–15 kg jamur setiap harinya, dan 6.000–7.000 bibit dengan omzet Rp30 juta per bulan.
“Permintaan pelanggan cukup besar, bahkan bisa mencapai 30 kg setiap harinya. Namun, karena keterbatasan modal, maka tak terpenuhi,” ungkapnya kepada KORAN SINDO MEDAN, kemarin. Selain via internet, dia juga banyak belajar menanam sayuran dengan mendatangi petani langsung. Petani yang kerap didatanginya adalah petani yang memiliki permasalahan yang berbeda dengannya.
Karena prinsipnya, dengan banyak masalah yang ditemukan, maka semakin banyak ide yang muncul untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Pria yang kini kuliah di Fakultas Sastra, UISU, ini menilai budi daya jamur tiram memiliki peluang bisnis yang cukup menjanjikan. Sebab, petani jamur tiram di daerah Medan masih sangat minim.
Dia memperkirakan tidak sampai lima orang lantaran minimnya ketersediaan lahan. Padahal, membudidayakan jamur tiram sebenarnya bisa dimulai dari pekarangan rumah. Dengan melihat produksi yang masih minim sementara permintaan terus berdatangan dari restoran, warga Medan tentu sangat berpeluang menjadikan jamur tiram sebagai bisnis. Kini, dia sudah mulai memperluas lahan pertanian budi daya jamur tiram di Jalan Mawar dengan luas lahan sekitar 20x20 meter.
Lahan di Jalan Mawar lebih dikhususkan untuk inkubasi (penyimpanan) dan pembuahan. Dia menjelaskan, budi daya jamur tiram, mulai dari proses pencampuranpressing- sterilisasi (perebusan)-inokulasi (pembibitan)-inkubasi (penyimpanan)- pembuahan, akan lancar jika bahan serbuk kayu yang digunakan bagus.
Sehari-hari dia hanya menggunakan serbuk kayu dari karet lantaran badan pohon karet tidak bergetah. Jika serbuk kayu yang digunakan bergetah, biasanya jamur akan sulit hidup. Bahan yang digunakan ada dedak, serbuk kayu (karet), tepung jagung/tapioka, dan air 60% dalam setiap bibit. Dia berharap pemuda di Medan jangan takut memulai bisnis budi daya jamur tiram.
Apalagi jika hanya persoalan modal. Pasalnya, saat dia mendirikan usaha tersebut, tepatnya awal 2011 lalu, hanya bermodalkan Rp3 juta dengan bibit yang masih terbatas di pekarangan rumah. “Setiap memulai bisnis, kita tentu melihat sejauh mana pasar yang akan kita produksi.
Saya lihat jamur tiram pasarnya cukup banyak, apalagi jamur tiram ini tidak menggunakan bahan kimia dan sangat sehat. Selain sebagai sayur, juga bisa diolah menjadi makanan ringan,” ucapnya. Meskipun sudah sukses membudidayakan tanaman jamur tiram, dia tetap rendah hati dan ingin membantu masyarakat yang ingin memulai usaha jamur tiram melalui blog http://jamurtiramdaerahmed an.blogspot.com/.
Selain itu, masyarakat yang ingin belajar langsung bisa datang ke rumahnya. “Sejauh ini ada beberapa yang ingin belajar jamur tiram tapi mereka kebanyakan dari luar Medan (Jawa). Sementara saya berharap warga Medan yang harus belajar membudidayakan jamur tiram agar semakin banyak petaninya. Kaum muda sudah saat membuka usaha sendiri jangan takut terhadap kegagalan tapi harus di coba dulu baru tahu hasilnya,” tandasnya.
Irwan Siregar
Medan
(bbg)