Bola Panas di Tangan Wali Kota

Rabu, 18 Maret 2015 - 10:50 WIB
Bola Panas di Tangan Wali Kota
Bola Panas di Tangan Wali Kota
A A A
MEDAN - Bola panas perubahan peruntukan lahan seluas 32.000 meter persegi di Jalan Jawa, kini ada di tangan Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin, setelah DPRD memberikan persetujuan dalam Sidang Paripurna, Senin (16/3).

Meskipun perubahan peruntukan lahan yang berada di Kelurahan Gang Buntu, Kecamatan Medan Timur itu telah disetujui DPRD, belum cukup menjadi syarat untuk menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) atas bangunan yang kini berdiri di lahan tersebut. Handoko C/q PT Arga Citra Kharisma (ACK) selaku pemohon harus mengikuti sejumlah tahapan, seperti kajian amdal, amdal lalin, dan surat silang sengketa dari lurah setempat.

Tapi untuk masuk ke tahapantahapan tersebut, harus ada surat keputusan (SK) wali kota Medan terkait perubahan peruntukan lahan tersebut. Sebab, keputusan Dewan sifatnya hanya rekomendasi atau persetujuan. Lantas, setelah keluarnya persetujuan DPRD tersebut, apakah wali kota bakal mengeluarkan SK tersebut?

Memang ada kemungkinan wali kota tidak segera mengeluarkannya mengingat derasnya penolakan atas pembangunan di lahan tersebut dari berbagai elemen masyarakat. Ditambah lagi dua wali kota sebelumnya sudah menjadi tersangka akibat lahan tersebut. Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kota Medan, M Nasir, mengatakan, penandatanganan SK tersebut merupakan kewenangan wali kota.

Pertanyaan yang muncul sekarang, apakah wali kota bersedia atau tidak menandatangani SK tersebut. Hanya saja, apabila merujuk surat permohonan perubahan peruntukan yang disampaikan ke DPRD, kemungkinan besar Dzulmi Eldin akan segera menerbitkan SK-nya. “Kemungkinan wali kota akan meneken surat keputusannya.

Ini dilihat saat masuknya permohonan tersebut ke DPRD diteken wali kota agar bisa diteruskan,” ujar pria yang duduk di Komisi D ini. Diketahui, dari sembilan fraksi di DPRD, hanya Fraksi PKS yang menolak perubahan peruntukan Jalan Jawa. Sementara Fraksi Demokrat meminta pemberian pendapat atas permohonan tersebut ditunda sampai ada pembahasan atau kajian hukum terkait status Jalan Jawa.

Menurut M Nasir, perbedaan pendapat dalam menilai kawasan tersebut harus dimaklumi karena itu sudah menjadi dinamika politik. Keputusan menolak dari fraksinya bukan sebagai bentuk upaya menghambat investasi di Kota Medan. Fraksinya hanya ingin semua investor mematuhi peraturan yang berlaku. Tidak bisa sebuah bangunan berdiri tapi izinnya belum terbit.

“Kami hanya mau peraturan itu diterapkan. Pembuatan peraturan itu menggunakan uang rakyat. Jangan sampai menyakiti hati rakyat,” ujarnya. Dia juga meminta kepada BUMN yang ada di Kota Medan menjadikan pelajaran atas kejadian ini, terutama pihak PT Kereta Api Indonesia (KAI). Setiap BUMN harus segera mencatatkan asetnya dan membuat sertifikat lahan tersebut sehingga tidak mudah diambil alih pihak lain. “Kejadian ini tidak boleh terjadi lagi ke depannya.

Cukup kali ini saja. Kami minta mereka membuat sertifikat asetnya dan mendaftarkannya ke dalam aset negara, sehingga tidak mudah diambil alih pihak lain,” ujarnya. Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemko) Medan dipastikan segera mengeluarkan SK perubahan peruntukan lahan di Jalan Jawa yang kini di atasnya berdiri Centre Point dan bangunan lain.

“Kalau kami tentu akan mengeluarkan SK-nya, karena tidak ada lagi kendala. DPRD sudah mengeluarkan persetujuan perubahan peruntukan, jadi sudah jelas tidak ada masalah dalam perubahan peruntukan,” ujar Asisten Umum Pemko Medan, Ikhwan Habibi, di ruang kerjanya, kemarin. Ikhwan juga mengatakan, selain perubahan peruntukan yang sudah tidak ada masalah, hal lainnya terkait status lahan juga tidak menjadi kendala.

“Soal status lahan sudah ada keputusan MA (Mahkamah Agung), dan sudah ada judicial review. Perda juga sudah direvisi dan memasukkan hasil judicial review tersebut. Jadi apa lagi kendalanya? Makanya kami akan mengeluarkan SK perubahan peruntukannya,” ungkap Ikhwan. Menurut Ikhwan, apabila SK perubahan peruntukan sudah dikeluarkan Pemko Medan, untuk selanjutnya pihak PT ACK masih perlu mengurus persyaratan lain, seperti amdal, amdal lalin, hingga IMB.

PT KAI Siap Menggugat

Terpisah, PT KAI Divre Sumut dan Aceh hingga kemarin mengaku belum menerima secara resmi hasil keputusan perubahan peruntukan lahan di Jalan Jawa dari Pemko Medan. Jika hasil keputusan itu sudah diterima, pihaknya akan mempelajari dulu, setelah itu baru membuat sikap. “Kami baru mengetahui informasinya dari media, sedangkan hitam di atas putihnya belum kami terima.

Berarti itu masih lisan saja. Kalau nanti hasil keputusannya sudah diterima secara resmi, akan kami pelajari dulu bersama kuasa hukum. Kalau memang tidak bisa diterima, kami akan menggugat hasil keputusan itu,” ujar Humas PT KAI Divre Sumut dan Aceh, Rapino Situmorang. Pada prinsipnya, PT KAI menilai sidang paripurna perubahan peruntukan lahan tersebut tidak jelas tujuannya.

Pasalnya, sampai sekarang kasus Jalan Jawa masih dalam proses Peninjauan Kembali (PK) di MA. “Pemko dan DPRD aparat negara, kok mereka begitu. Sudah jelas-jelas kasus Jalan Jawa itu masih dalam proses PK di MA, tapi kenapa pemko usulkan perubahan peruntukan dan disetujui DPRD. Sebenarnya tujuannya apa? Mereka mengerjakan apa yang sebenarnya tidak perlu dikerjakan,” tuturnya.

Mengenai adanya informasi bahwa PT ACK telah mengganti rugi terhadap lahan PT KAI atau Belanda, Rapino menampiknya. Dia malah menduga jangan- jangan ganti rugi itu dibayarkan kepada karyawan PT ACK. “Warga yang mana yang mereka (PT ACK) ganti rugi. Jangan-jangan warganya ACK saja.

Pemko dan anggota DPRD yang menyetujui itu pun perlu dicurigai, jangan-jangan mereka antek-anteknya PT ACK. Yang benar itu PKS, mereka menolak karena tahu persis bagaimana kasusnya. Demokrat juga meminta agar ditunda karena kasusnya belum selesai di MA,” paparnya.

Dia menambahkan, harusnya DPRD Kota Medan tidak menyetujui perubahan peruntukan tersebut. Sebab, keputusan itu mencoreng nama baik lembaga DPRD. “Sampai kapan pun PT KAI akan memperjuangkannya karena kami punya lima bukti keputusan pengadilan yang menyatakan lahan Jalan Jawa adalah aset PT KAI. Kami memiliki 17 bukti baru untuk mempertahankan lahan jalan Jawa,” ucapnya.

Sementara praktisi hukum, M Sa’i Rangkuti, mengatakan, secara yuridis PT ACK merupakan pemilik sah lahan tersebut. Sebab, secara aturan main hukum, keputusan Jalan Jawa sudah inkrah atau tetap. PK hanya upaya hukum luar biasa. “Secara yuridis mereka (PT ACK) adalah pemilik lahan. Hanya saja mereka punya kelemahan. Kelemahan mereka tidak punya alas hak,” ujarnya.

Alas hak sangat penting sebagai bentuk penunjukan kepemilikan atas lahan tersebut. Alas hak tidak ada hubungannya dengan keputusan hukum. Sebab, keputusan hukum merupakan hasil akhir dari persoalan hukum yang terjadi. Sedangkan alas hak adalah sertifikat yang dikeluarkan badan atau satu instansi yang punya kewenangan mengeluarkan itu.

“Kenapa sertifikatnya tidak keluar, saya tidak bisa mengomentari itu. Sebab, saya bisa jelaskan secara hukum saja. Tanya hal itu ke instansi terkait,” ungkapnya. Begitu juga masalah adanya dugaangratifikasiuntukmemuluskan semua rencana tersebut, dia tidak mau berkomentar. Sebab, sulit dibuktikan dan tentunya ada argumentasi atau alasan yang dikemukakan menjadi bahan pertimbangan. “Itu juga tidak bisa dikomentari. Yang pasti PT ACK adalah pemilik lahan yang jelas,” ucapnya.

Reza shahab/ lia anggia nasution/ eko agustyo fb
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2783 seconds (0.1#10.140)