Dua Profesor Ambil Formulir Pendaftaran
A
A
A
SURABAYA - Tahapan pemilihan rektor Universitas Airlangga (Unair) dimulai. Pada hari pertama pendaftaran kemarin, dua bakal calon rektor (bacarek) mengambil formulir di sekretariat Panitia Seleksi Calon Rektor (PSCR) di lantai 4 Gedung Rektorat Kampus C Mulyorejo.
Mereka adalah Prof. Nasronuddin, Ketua Tropical Disease Center atau Lembaga Penyakit Tropis; serta Prof. Djoko Santoso, Wakil Dekan II Fakultas Kedokteran (FK). Mereka datang sendiri-sendiri tanpa tim sukses. Berdasarkan pantauan KORAN SINDO JATIM , Nasronuddin datang pukul 09.00 WIB dan Djoko pada pukul 09.30 WIB.
Keduanya diterima Ketua Senat Unair Prof. Muhammad Amin beserta Ketua PSCR Prof. Soetjipto. Nasronuddin sempat menyampaikan latar belakang pencalonannya. “Saya sudah cukup lama jadi pegawai negeri sipil (PNS) di Unair, yakni sejak 1984. Lama mengabdi di Unair. Banyak ide yang akan saya sumbangkan untuk Unair,” kata Nasronuddin.
Pria asal Ponorogo ini ingin Unair ke depan lebih memberikan kontribusi untuk pembangunan nasional. Soal modal maju ikut pemilihan rektor, Nasronuddin mengaku memilikinya. Apa itu? “Pengalaman saya memimpin institut ini, Lembaga Penyakit Tropis. Ini adalah miniatur Unair. Di lembaga riset ini, ada seluruh fakultas, seluruh lembaga,” ucapnya. Nasronuddin dalam memimpin Lembaga Penyakit Tropis cukup berhasil memperluas kerja sama Unair dengan banyak pihak di dalam maupun luar negeri.
“Pengalaman saya ini menghasilkan hal yang baik. Lembaga ini sebagai juara dan menjadi pusat unggulan iptek nasional dan akreditasi nasional. Agustus 2013 ditetapkan jadi institusi penguatan riset, jejaring kerja sama internasional. Sukses kuatkan kelembagaan di jejaring menjadi modal saya. Ini miniatur Unair,” ujarnya. Disinggung soal status Unair sebagai perguruan tinggi negeri dengan badan hukum (PTN BH), diakui Nasronuddin, sebagai modal strategis.
Kampus bisa otonomi, bisa lebih leluasa, namun bukan tanpa batas. PTN BH, kata dia, menuntut Unair bisa membuat laporan keuangan sesuai aturan. Bagaimana program untuk Unair di Banyuwangi? “Keberadaan Unair di daerah untuk memajukan daerah. Unair Banyuwangi sesuai instruksi kementerian. Jadi tugas Unair untuk bantu daerah lain. Dari waktu ke waktu Unair di Banyuwangi diperluas fakultas dan prodi,” ucapnya.
Prof. Djoko Santoso tidak mau ketinggalan menyampaikan latar belakang niat mencalonkan diri. “Sebagai warga Unair, maka saya ingin mengabdikan diri untuk memberikan arah Unair ke depan menurut versi yang saya punya,” kata Djoko. Unair dan perguruan tinggi lain, kata Djoko, menjadi bagian pertahanan bangsa tanpa senjata dan punya pengaruh luar biasa. Selain ingin meneruskan capaian rektor sekarang, Djoko ingin menjadikan kampus lebih inovatif.
“Bekerja secara tim, memantapkan Unair sebagai kampus negeri terbaik nomor empat di Indonesia. Produk yang keluar dari Unair sebagai alumni bisa berkiprah di nasional dan internasional,” ujarnya. Djoko juga ingin memacu Unair dengan investasi, yakni menguliahkan dosen ke luar negeri termasuk pemberian beasiswa mahasiswa. “Take and give. Unair beri beasiswa, beri modal dulu. Ada anggaran khusus,” katanya.
Soeprayitno
Mereka adalah Prof. Nasronuddin, Ketua Tropical Disease Center atau Lembaga Penyakit Tropis; serta Prof. Djoko Santoso, Wakil Dekan II Fakultas Kedokteran (FK). Mereka datang sendiri-sendiri tanpa tim sukses. Berdasarkan pantauan KORAN SINDO JATIM , Nasronuddin datang pukul 09.00 WIB dan Djoko pada pukul 09.30 WIB.
Keduanya diterima Ketua Senat Unair Prof. Muhammad Amin beserta Ketua PSCR Prof. Soetjipto. Nasronuddin sempat menyampaikan latar belakang pencalonannya. “Saya sudah cukup lama jadi pegawai negeri sipil (PNS) di Unair, yakni sejak 1984. Lama mengabdi di Unair. Banyak ide yang akan saya sumbangkan untuk Unair,” kata Nasronuddin.
Pria asal Ponorogo ini ingin Unair ke depan lebih memberikan kontribusi untuk pembangunan nasional. Soal modal maju ikut pemilihan rektor, Nasronuddin mengaku memilikinya. Apa itu? “Pengalaman saya memimpin institut ini, Lembaga Penyakit Tropis. Ini adalah miniatur Unair. Di lembaga riset ini, ada seluruh fakultas, seluruh lembaga,” ucapnya. Nasronuddin dalam memimpin Lembaga Penyakit Tropis cukup berhasil memperluas kerja sama Unair dengan banyak pihak di dalam maupun luar negeri.
“Pengalaman saya ini menghasilkan hal yang baik. Lembaga ini sebagai juara dan menjadi pusat unggulan iptek nasional dan akreditasi nasional. Agustus 2013 ditetapkan jadi institusi penguatan riset, jejaring kerja sama internasional. Sukses kuatkan kelembagaan di jejaring menjadi modal saya. Ini miniatur Unair,” ujarnya. Disinggung soal status Unair sebagai perguruan tinggi negeri dengan badan hukum (PTN BH), diakui Nasronuddin, sebagai modal strategis.
Kampus bisa otonomi, bisa lebih leluasa, namun bukan tanpa batas. PTN BH, kata dia, menuntut Unair bisa membuat laporan keuangan sesuai aturan. Bagaimana program untuk Unair di Banyuwangi? “Keberadaan Unair di daerah untuk memajukan daerah. Unair Banyuwangi sesuai instruksi kementerian. Jadi tugas Unair untuk bantu daerah lain. Dari waktu ke waktu Unair di Banyuwangi diperluas fakultas dan prodi,” ucapnya.
Prof. Djoko Santoso tidak mau ketinggalan menyampaikan latar belakang niat mencalonkan diri. “Sebagai warga Unair, maka saya ingin mengabdikan diri untuk memberikan arah Unair ke depan menurut versi yang saya punya,” kata Djoko. Unair dan perguruan tinggi lain, kata Djoko, menjadi bagian pertahanan bangsa tanpa senjata dan punya pengaruh luar biasa. Selain ingin meneruskan capaian rektor sekarang, Djoko ingin menjadikan kampus lebih inovatif.
“Bekerja secara tim, memantapkan Unair sebagai kampus negeri terbaik nomor empat di Indonesia. Produk yang keluar dari Unair sebagai alumni bisa berkiprah di nasional dan internasional,” ujarnya. Djoko juga ingin memacu Unair dengan investasi, yakni menguliahkan dosen ke luar negeri termasuk pemberian beasiswa mahasiswa. “Take and give. Unair beri beasiswa, beri modal dulu. Ada anggaran khusus,” katanya.
Soeprayitno
(bbg)