Bandung Jadi Tiongkok Sehari
A
A
A
BANDUNG - Kemarin sejak sekitar pukul 15.00 hingga 20.00 WIB, Kota Bandung seakan berubah menjadi salah satu ba gian dari negeri Tiongkok saat acara Kirab Budaya Cap Goe Meh 2015 berlangsung. Atraksi seni barongsai dan liong sai plus tetabuhan khas negeri Tirai Bambu sungguh menjadi kekuatan perekat dan pemersatu yang tak bisa dimungkiri.
Ribuan warga Kota Kembang dari berbagai etnis, ras, dan agama tumpah ruah di jalan-jalan yang menjadi rute kirab, mulai Klenteng Dharma Ramsi, Setya Budhi, Jalan Kelenteng, Kebon Jati, Hyper Square, Sudirman, Gardu Jati, perempatan Gardujati-Pasir kaliki, Otto Iskandardinata, hingga Astana anyar.
Walaupun matahari cukup terik, tapi para penonton yang berdiri di sepanjang trotoar tampak antusias menikmati atraksi yang tampil dalam perayaan hari ke-15 Tahun Baru Imlek 2566 itu. Sekat budaya, ras, etnis, dan agama hari itu seakan meleleh. Semua orang menikmati kemeriahan yang memenuhi atmosfer sore hari itu.
Meski para penonton tak semuanya beretnis Tionghoa, tapi seni barongsai dan liongsai sudah seperti bagian dari hidup dan kehidupan mereka. Ini pertanda kebersamaan dan gambaran pembauran yang tumbuh berkat interaksi positif antar elemen bangsa. Pantauan KORAN SINDO, sekitar pukul 13.00 WIB, lalu lintas Jalan Sudirman hingga Cibadak masih ramai lancar.
Dua jam kemudian, Jalan Sudirman mulai ditutup. Pesta merayakan Cap Go Meh 2015 dengan kirab budaya dimulai. Keramaian terlihat di Jalan Ci badak menuju Vihara Dharma Ramsi, pusat perayaan kirab budaya tersebut. Tak usah berharap bisa memarkir kendaraan dekat vihara, untuk masuk ke Jalan Cibadak menggunakan kendaraan sudah tidak mungkin. Jalan tersebut sudah padat oleh peserta kirab dari berbagai daerah di Indonesia.
Di masing-masing stan berdiri di pinggir jalan, mereka bersiap untuk atraksi barongsai, memikul tandu, ataupun seni pertunjukan liong (tarian naga). Belum lagi bercampur dengan masyarakat sekitar yang hendak menyaksikan kirab terbesar tahun ini. Panitia menggunakan pengeras suara vihara memanggil peserta dalam bahasa Tiongkok. Para peserta tampak berdoa tidak lebih dari lima menit.
Ada anggota yang kebagian membawa dupa, patung, dan alat semacam gong kecil khas Tiongkok. Setiap kali kelompok yang membawa patung lewat, warga etnis Tionghoa yang menonton di pinggir jalan mengatupkan tangan dan menundukkan kepala. Begitu sampai semua peserta mendapatkan giliran.Di sebelah barat tidak jauh dari lokasi vihara, panitia menyediakan panggung yang mempertunjukkan lagu berbahasa Mandarin dengan iringan kombinasi alat musik khas Tiongkok dan Sunda.
Panitia juga mengolaborasi kesenian wayang golek Putu Girihardja II. Aksi Si Cepot yang menyanyikan lagu berbahasa Mandarin terasa sangat unik. Pertunjukan ini berhasil mengocok perut penonton. Acara Kirab Budaya Cap Go Meh 2015 resmi dibuka oleh Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dari atas panggung itu.
Dari situ, RK berdo’a bersama sebentar di vihara untuk kemudian membawa bendera berlambang khas Tiongkok. Warna kaos merah dan iket hitam yang dikenakan Wali Kota sangat sepadan dengan warna bendera merah yang dia bawa. Dengan berjalan kaki, Ridwan Kamil dan istri menuju Klenteng Satya Budhi, Jalan Klenteng.
Selama perjalanan, rombongan menerobos kerumunan masyarakat yang antusias sampai tumpah ketengah jalan. Tim guard dengan terpaksa membuat masyarakat yang berdesakan untuk lebih ke tepi. Saat Wali Kota lewat, mereka antusias ingin melihat lebih dekat Wali Kota Bandung itu.
Potensi Wisata
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan, Kirab Budaya Cap Go Meh sangat potensial menjadi event tahunan untuk menarik minat wisatawan baik dalam negeri maupun mancanegara untuk datang ke Kota Bandung.
Terlebih peserta yang bergabung tidak hanya masyarakat etnis Tionghoa dari Bandung, tetapi banyak juga dari luar Jawa Barat. Pemkot Bandung menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Kota Kembang sebanyak 500.000 orang pada 2015.
Target ini meningkat dibanding jumlah kunjungan wisman pada 2014 sebanyak 200.000 orang dari total 6 juta wisatawan yang datang. “Cap Go Meh ini bagian dari ekspresi kebudayaan etnis Tionghoa. Dianggap paling istimewa karena bentuknya kirab, menampilkan sesuatu identitas dengan aleut-aleutan (pawai). Bisa berpotensi mendatangkan turis,” kata pria yang akrab disapa Emil ini kepada wartawan.
Indikasinya, ujar Emil, terlihat dari sambutan luar biasa masyarakat. Ribuan masyarakat memadati pinggiran jalan yang menjadi jalur-jalur kirab. Bahkan mereka rela berdesak-desakan atau naik ke atap rumah demi melihat pawai yang di ikuti 62 tandu, 89 barongsai, dan 28 liong dengan sekitar 4.500 peserta tersebut.
“Inilah ekspresi kebersamaan di Bandung,” ujar Emil. Menurut Wali Kota, dalam sejarah, warga Bandung tidak pernah homogen, selalu heterogen. Hadir identitas-identitas dan kelompok warga dari mana-mana. Dari Sunda maupun luar Sunda termasuk Tionghoa. Keunikan kirab Cap Go Meh akan terus didukung Pemkot Bandung setiap tahun.
“Kalaupun terjadi kemacetan di jalur kirab mohon maklum, kami coba menghormati keberagaman ini dengan bertoleransi,” ungkap Wali Kota. Disinggung mengenai inovasi konsep kirab budaya Cap Go Meh ke depannya, Emil mengaku akan lebih banyak mengobservasi terlebih dahulu untuk tahun ini. Mengingat event ini merupakan yang pertama baginya selama menjabat sebagai Wali Kota Bandung.
“Kami evaluasi nanti bersama panitia agar ke depan bisa seramai-ramainya, seseru-serunya. Mudah-mudahan jadi kokojo (unggulan) kirab budaya. Saya sangat senang melihat barongsai dan lambang-lambang unik yang berasal dari 62 daerah di Indonesia,” tutur Emil.
Sementara itu, Panitia Kirab Budaya Cap Go Meh Bandung Budi Hartono mengatakan, 62 tandu berasal dari vihara dari berbagai daerah di Indonesia diantaranya Bandung, Bogor, Karawang, Surabaya, Jakarta, dan Lampung. Sementara itu, untuk mengamankan Kirab Budaya Cap Go Meh 2015, Polrestabes Bandung menerjukan sebanyak 674 personel gabungan dari Polri, TNI, dan instansi terkait.
Fauzan
Ribuan warga Kota Kembang dari berbagai etnis, ras, dan agama tumpah ruah di jalan-jalan yang menjadi rute kirab, mulai Klenteng Dharma Ramsi, Setya Budhi, Jalan Kelenteng, Kebon Jati, Hyper Square, Sudirman, Gardu Jati, perempatan Gardujati-Pasir kaliki, Otto Iskandardinata, hingga Astana anyar.
Walaupun matahari cukup terik, tapi para penonton yang berdiri di sepanjang trotoar tampak antusias menikmati atraksi yang tampil dalam perayaan hari ke-15 Tahun Baru Imlek 2566 itu. Sekat budaya, ras, etnis, dan agama hari itu seakan meleleh. Semua orang menikmati kemeriahan yang memenuhi atmosfer sore hari itu.
Meski para penonton tak semuanya beretnis Tionghoa, tapi seni barongsai dan liongsai sudah seperti bagian dari hidup dan kehidupan mereka. Ini pertanda kebersamaan dan gambaran pembauran yang tumbuh berkat interaksi positif antar elemen bangsa. Pantauan KORAN SINDO, sekitar pukul 13.00 WIB, lalu lintas Jalan Sudirman hingga Cibadak masih ramai lancar.
Dua jam kemudian, Jalan Sudirman mulai ditutup. Pesta merayakan Cap Go Meh 2015 dengan kirab budaya dimulai. Keramaian terlihat di Jalan Ci badak menuju Vihara Dharma Ramsi, pusat perayaan kirab budaya tersebut. Tak usah berharap bisa memarkir kendaraan dekat vihara, untuk masuk ke Jalan Cibadak menggunakan kendaraan sudah tidak mungkin. Jalan tersebut sudah padat oleh peserta kirab dari berbagai daerah di Indonesia.
Di masing-masing stan berdiri di pinggir jalan, mereka bersiap untuk atraksi barongsai, memikul tandu, ataupun seni pertunjukan liong (tarian naga). Belum lagi bercampur dengan masyarakat sekitar yang hendak menyaksikan kirab terbesar tahun ini. Panitia menggunakan pengeras suara vihara memanggil peserta dalam bahasa Tiongkok. Para peserta tampak berdoa tidak lebih dari lima menit.
Ada anggota yang kebagian membawa dupa, patung, dan alat semacam gong kecil khas Tiongkok. Setiap kali kelompok yang membawa patung lewat, warga etnis Tionghoa yang menonton di pinggir jalan mengatupkan tangan dan menundukkan kepala. Begitu sampai semua peserta mendapatkan giliran.Di sebelah barat tidak jauh dari lokasi vihara, panitia menyediakan panggung yang mempertunjukkan lagu berbahasa Mandarin dengan iringan kombinasi alat musik khas Tiongkok dan Sunda.
Panitia juga mengolaborasi kesenian wayang golek Putu Girihardja II. Aksi Si Cepot yang menyanyikan lagu berbahasa Mandarin terasa sangat unik. Pertunjukan ini berhasil mengocok perut penonton. Acara Kirab Budaya Cap Go Meh 2015 resmi dibuka oleh Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dari atas panggung itu.
Dari situ, RK berdo’a bersama sebentar di vihara untuk kemudian membawa bendera berlambang khas Tiongkok. Warna kaos merah dan iket hitam yang dikenakan Wali Kota sangat sepadan dengan warna bendera merah yang dia bawa. Dengan berjalan kaki, Ridwan Kamil dan istri menuju Klenteng Satya Budhi, Jalan Klenteng.
Selama perjalanan, rombongan menerobos kerumunan masyarakat yang antusias sampai tumpah ketengah jalan. Tim guard dengan terpaksa membuat masyarakat yang berdesakan untuk lebih ke tepi. Saat Wali Kota lewat, mereka antusias ingin melihat lebih dekat Wali Kota Bandung itu.
Potensi Wisata
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan, Kirab Budaya Cap Go Meh sangat potensial menjadi event tahunan untuk menarik minat wisatawan baik dalam negeri maupun mancanegara untuk datang ke Kota Bandung.
Terlebih peserta yang bergabung tidak hanya masyarakat etnis Tionghoa dari Bandung, tetapi banyak juga dari luar Jawa Barat. Pemkot Bandung menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Kota Kembang sebanyak 500.000 orang pada 2015.
Target ini meningkat dibanding jumlah kunjungan wisman pada 2014 sebanyak 200.000 orang dari total 6 juta wisatawan yang datang. “Cap Go Meh ini bagian dari ekspresi kebudayaan etnis Tionghoa. Dianggap paling istimewa karena bentuknya kirab, menampilkan sesuatu identitas dengan aleut-aleutan (pawai). Bisa berpotensi mendatangkan turis,” kata pria yang akrab disapa Emil ini kepada wartawan.
Indikasinya, ujar Emil, terlihat dari sambutan luar biasa masyarakat. Ribuan masyarakat memadati pinggiran jalan yang menjadi jalur-jalur kirab. Bahkan mereka rela berdesak-desakan atau naik ke atap rumah demi melihat pawai yang di ikuti 62 tandu, 89 barongsai, dan 28 liong dengan sekitar 4.500 peserta tersebut.
“Inilah ekspresi kebersamaan di Bandung,” ujar Emil. Menurut Wali Kota, dalam sejarah, warga Bandung tidak pernah homogen, selalu heterogen. Hadir identitas-identitas dan kelompok warga dari mana-mana. Dari Sunda maupun luar Sunda termasuk Tionghoa. Keunikan kirab Cap Go Meh akan terus didukung Pemkot Bandung setiap tahun.
“Kalaupun terjadi kemacetan di jalur kirab mohon maklum, kami coba menghormati keberagaman ini dengan bertoleransi,” ungkap Wali Kota. Disinggung mengenai inovasi konsep kirab budaya Cap Go Meh ke depannya, Emil mengaku akan lebih banyak mengobservasi terlebih dahulu untuk tahun ini. Mengingat event ini merupakan yang pertama baginya selama menjabat sebagai Wali Kota Bandung.
“Kami evaluasi nanti bersama panitia agar ke depan bisa seramai-ramainya, seseru-serunya. Mudah-mudahan jadi kokojo (unggulan) kirab budaya. Saya sangat senang melihat barongsai dan lambang-lambang unik yang berasal dari 62 daerah di Indonesia,” tutur Emil.
Sementara itu, Panitia Kirab Budaya Cap Go Meh Bandung Budi Hartono mengatakan, 62 tandu berasal dari vihara dari berbagai daerah di Indonesia diantaranya Bandung, Bogor, Karawang, Surabaya, Jakarta, dan Lampung. Sementara itu, untuk mengamankan Kirab Budaya Cap Go Meh 2015, Polrestabes Bandung menerjukan sebanyak 674 personel gabungan dari Polri, TNI, dan instansi terkait.
Fauzan
(bhr)