Harta Paling Berharga hanyalah Televisi 14 Inchi

Sabtu, 14 Maret 2015 - 08:33 WIB
Harta Paling Berharga...
Harta Paling Berharga hanyalah Televisi 14 Inchi
A A A
SLAWI - Tiga anak yang usianya tak terpaut terlalu jauh terlihat bermain di depan sebuah rumah berukuran sekitar 4 x 6 meter di Desa Sokasari RT 06/RW 01 Kecamatan Bumijaya, Kabupaten Tegal, kemarin siang.

Tingkah Zakaria, 12, Tofan Al Hafid, 4, Nurul Iman, 2, nama tiga anak itu terlihat tidak berbeda jauh dengan anak-anak sebayanya. Wajah mereka polos dan tak menunjukkan ada kekhawatiran yang tengah ditanggung. Ya , ketiganya memang masih terlalu muda untuk bisa merasakan kekhawatiran yang menggelayut di wajah Toriqin, 34, dan Seni, 36.

Kedua orang tua mereka yang sedari tadi menemani dan mengawasi sang anak bermain. Pasangan suami istri itu memang memiliki alasan memendam rasa khawatir. Sejak lahir empat dari enam anak mereka mengalami kelainan kelamin. Zakaria, Tofan, dan Nurul Iman, meskipun memiliki fisik laki-laki tapi memiliki kelamin yang tak sepenuhnya menyerupai alat kelamin lakilaki sempurna.

Begitu juga dengan si putri sulung, Siti Damayanti, 19, yang alat kelaminnya berbeda dengan alat kelamin perempuan pada umumnya. Dia juga memiliki suara berat dan kumis seperti hal laki-laki. Siang kemarin, Damayanti tak berada di rumah bersama adik-adiknya karena tengah menimba ilmu di sebuah pesantren di Magetan, Jawa Timur. “Yang saya takutkan nanti kelainan itu semakin terlihat sampai mereka besar,” kata Toriqin kepada KORAN SINDO.

Di Desa Sokasari yang berjarak sekitar 10 kilometer dari Kecamatan Bumijawa dan harus ditempuh melalui jalan berbatu dan curam. Toriqin sekeluarga tinggal di rumah yang terbilang sempit untuk menampung delapan orang. Rumah beralaskan tanah itu hanya memiliki satu ruang yang digunakan untuk tidur. Dindingnya berupa kayu dan anyaman bambu.

Sementara atap menggunakan seng. Satu-satunya barang berharga di rumah itu adalah sebuah televisi 14 inci. Selain kekhawatiran menyangkut tumbuh kembang anaknya. Kekhawatiran lain yang dipikirkan Toriqin, yakni proses pengobatan penyesuaian kelamin diperkirakan memakan biaya besar jika upaya itu harus dilakukan agar anak-anaknya bisa tumbuh dewasa dengan normal.

Kamis (12/3) lalu, Zakaria, Tofan, dan Nurul Iman, sudah dibawa Toriqin menjalani pemeriksaan di Laboratorium Sentral RS Nasional Diponegoro, Semarang, untuk menjalani pemeriksaan awal sebelum dioperasi penyesuaian kelamin. “Kalau Zakaria saya sudah pasrah, biar tumbuh sebagai laki laki. Kalau Nur Iman harapannya operasi biar bisa jadi perempuan, soalnya ada bentuk kelamin perempuan. Topan juga harapannya bisa perempuan,” ujarnya.

Untuk bolak-balik ke Semarang dalam pemeriksaan awal itu, Toriqin harus mengandalkan kebaikan masyarakat yang diupayakan aparat perangkat desa setempat. Hal itu lantaran Toriqin tak memiliki penghasilan tetap. Sehari-hari dia hanya buruh serabutan, sementara sang istri hanya ibu rumah tangga.

“Kalau ada yang memanggil jadi buruh bangunan ya berangkat, kalau ada panggilan di sawah ya berangkat. Kalau tidak ada ya menganggur. Kalau ada yang memanggil untuk bantu-bantu dapatnya Rp50 ribu sehari,” ungkapnya.

Menurut Toriqin, setelah memeriksa awal, proses pengobatan selanjutnya yang harus dilalui anak-anaknya adalah tes tulang dan ultrasonografi (USG). Biaya pemeriksaan USG satu orang sekitar Rp900.000. Sementara bolak-balik ke Semarang dibutuhkan biaya Rp1,5 juta untuk menyewa mobil.

“Tes tulang juga kemungkinan hampir sama biayanya. Sekarang dananya belum ada dan mungkin bisa dibantu Jamkesmas. Tapi untuk biaya ke Semarang terus terang kesulitan,” ujarnya.

Farid Firdaus
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9867 seconds (0.1#10.140)