Musisi Pertanyakan Apa Jadinya Bali Tanpa Bir
A
A
A
DENPASAR - Para musisi, dan surfing (surfer) di Bali, menolak peraturan Kementerian Perdagangan No.06/M-DAG/PER/1/2015 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaraan, dan Penjualan Minuman Berakohol.
Seperti diketahui, pemerintah meminta pengelola minimarket untuk menarik semua jenis menuman berakhohol, termasuk bir hingga 16 April 2015. Pemerintah tidak akan segan-segan akan mencabut izin usaha minimarket yang masih menjual bir.
Totok, salah satu musisi dari Bali mengatakan, kebijakan tersebut harus dimaknai secara luas. Pihaknya tidak khawatir bir lenyap dari pantai, tapi yang dikhawatirkan adalah tamu-tamu atau wisatawan asing yang akan menghilang dari pantai.
“Kalau di Bali sendiri, sejauh ini di warung-warung kecil kita dulu sudah bisa dapet bir. Apabila peraturan Kemendag itu diberlakukan, maka saya khawatir tamu kita juga akan menghilang," katanya, saat diskusi di Pantai Bali, Jumat (13/03/2015).
Seperti diketahui, mayoritas wisatawan di Bali sangat menyukai minuman beralkohol tersebut. Dia sekali lagi mengatakan kerisauan apabila bir-bir itu tidak dijual secara bebas lagi.
“Kami sangat khawatir sekali kalau wisatawan ini nantinya akan menghilang hanya karena sulit mencari bir. Intinya kami ingin ada pengecualian, Bali jangan disamakan dengan daerah lainnya, Bali ini istimewa,” terangnya.
Dia mengaku, selama meminum bir baik-baik saja, tidak mengalami ganguan apapun dalam artian pihaknya masih sehat walafiat.
“Menurut saya yang jelas sekarang ini bukan peraturan tentang penjualannya. Yang perlu diperbarui atau digaris bawahi itu tentang siapa yang berhak mengkonsumsi minuman berakhol tersebut,” terangnya.
Tidak hanya musisi saja yang menolak adanya kebijakan tersebut tidak diberlakukan di Bali, tetapi pemain surfing pun menolak kebijakan tersebut.
“Bagi kami bir itu seperti ombak, apa jadinya kalau bir dilarang dijual diwarung-warung kecil dan minimarket. Kami (pemain surfing) dan bir itu tidak bisa dipisahkan, apa jadinya kami tanpa bir,” paparnya.
Dia mengakui, bahwa ada orang-orang tertentu yang meninggal akibat miras tersebut. "Sekarang ini yang menjadi pertanyaan orang yang meninggal akibat miras, karena mereka minumnya ini dioplos dan itu salah mereka," terangnya.
Menurutnya, para surfer menolak adanya peraturan Kemendag tentang pelarangan minol itu. "Yang perlu dibenahi itu masyarakatnya yang meminum, bukan dari segi penjualanya. Pariwisata kita hidup juga dari minuman ini," pungkasnya.
Seperti diketahui, pemerintah meminta pengelola minimarket untuk menarik semua jenis menuman berakhohol, termasuk bir hingga 16 April 2015. Pemerintah tidak akan segan-segan akan mencabut izin usaha minimarket yang masih menjual bir.
Totok, salah satu musisi dari Bali mengatakan, kebijakan tersebut harus dimaknai secara luas. Pihaknya tidak khawatir bir lenyap dari pantai, tapi yang dikhawatirkan adalah tamu-tamu atau wisatawan asing yang akan menghilang dari pantai.
“Kalau di Bali sendiri, sejauh ini di warung-warung kecil kita dulu sudah bisa dapet bir. Apabila peraturan Kemendag itu diberlakukan, maka saya khawatir tamu kita juga akan menghilang," katanya, saat diskusi di Pantai Bali, Jumat (13/03/2015).
Seperti diketahui, mayoritas wisatawan di Bali sangat menyukai minuman beralkohol tersebut. Dia sekali lagi mengatakan kerisauan apabila bir-bir itu tidak dijual secara bebas lagi.
“Kami sangat khawatir sekali kalau wisatawan ini nantinya akan menghilang hanya karena sulit mencari bir. Intinya kami ingin ada pengecualian, Bali jangan disamakan dengan daerah lainnya, Bali ini istimewa,” terangnya.
Dia mengaku, selama meminum bir baik-baik saja, tidak mengalami ganguan apapun dalam artian pihaknya masih sehat walafiat.
“Menurut saya yang jelas sekarang ini bukan peraturan tentang penjualannya. Yang perlu diperbarui atau digaris bawahi itu tentang siapa yang berhak mengkonsumsi minuman berakhol tersebut,” terangnya.
Tidak hanya musisi saja yang menolak adanya kebijakan tersebut tidak diberlakukan di Bali, tetapi pemain surfing pun menolak kebijakan tersebut.
“Bagi kami bir itu seperti ombak, apa jadinya kalau bir dilarang dijual diwarung-warung kecil dan minimarket. Kami (pemain surfing) dan bir itu tidak bisa dipisahkan, apa jadinya kami tanpa bir,” paparnya.
Dia mengakui, bahwa ada orang-orang tertentu yang meninggal akibat miras tersebut. "Sekarang ini yang menjadi pertanyaan orang yang meninggal akibat miras, karena mereka minumnya ini dioplos dan itu salah mereka," terangnya.
Menurutnya, para surfer menolak adanya peraturan Kemendag tentang pelarangan minol itu. "Yang perlu dibenahi itu masyarakatnya yang meminum, bukan dari segi penjualanya. Pariwisata kita hidup juga dari minuman ini," pungkasnya.
(san)