Tiga Tahun SPBU Nelayan di Subang Kumuh dan Telantar
A
A
A
SUBANG - Stasiun pengisian diesel nelayan (SPDN), atau SPBU khusus nelayan di kompleks Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Mina Misaya Guna, Kampung Trungtum, Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, telantar.
Sejak diresmikan beroperasi pada 2012 silam, keberadaan SPBU nelayan yang pembangunannya menghabiskan dana dari APBN sebesar Rp480 juta itu, kini kondisinya tidak terawat. Sebab, sejak tiga tahun lalu, praktis tidak berfungsi. Padahal, keberadaan SPBU tersebut dibutuhkan oleh ratusan nelayan setempat, untuk memenuhi konsumsi bahan bakar solar perahu mereka.
“SPBU ini udah lama tidak berfungsi, sekitar tiga tahun lalu. Dulu diresmikannya bupati sekitar 2012 lalu, tapi tak bertahan lama,”ujar Kusnadi, 55, nelayan Desa Patimban kepada KORAN SINDO kemarin. Setelah diresmikan, tutur dia, SPBU yang pada awal operasinya diisi solar sebanyak 16.000 liter itu, hanya mampu bertahan sekitar dua minggu.
Setelah isi tangkinya habis, SPBU itu berhenti beroperasi, karena tidak lagi mendapat kiriman atau pasokan solar dari Pertamina. “Apalagi setelah Ketua TPI nya ganti sama yang baru, SPBU langsung stop. Mungkin karena yang punya hak DO nya Ketua TPI yang lama. Sebab memang pembangunan SPBU dan peresmiannya dilakukan ketika TPI di pimpin ketua yang dulu. Sementara ketua baru kayaknya belum punya DO dari Pertamina,” paparnya.
Nelayan lainnya, Wasrim, 60, menyesalkan tidak berfungsinya SPBU tersebut. Sebab, kondisi itu kerap mengakibatkan ratusan nelayan Desa Patimban kesulitan memeroleh bahan bakar solar untuk menjalankan perahu mereka. Sementara untuk membeli di eceran, harganya lebih tinggi.
“Keberadaan SPBU ini penting bagi kami untuk mencukupi kebutuhan BBM perahu nelayan, dengan harga yang lebih murah. Dalam sehari melaut misalnya, satu perahu butuh 90 liter solar. Kalau belinya di eceran atau di SPBU di luar Patimban, kami harus keluarkan biaya besar plus ongkos jalan. Tapi kalau ke SPBU ini, biayanya bisa berkurang,”tuturnya.
Selanjutnya, dia menyebut, pihak TPI sempat berkali-kali mengajukan kepada pemerintah dan Pertamina agar bisa kembali mengoperasikan SPBU tersebut. Namun, hingga kini, pengajuan itu belum juga ditanggapi.
“Saya dan para nelayan disini berharap, SPBU ini bisa kembali difungsikan, agar kebutuhan BBM solar terpenuhi, dan supaya kami tidak usah jauh-jauh beli solar ke Pusakanagara di jalur pantura. Selain itu, agar biaya pembangunan SPBU yang setahu saya nyampai Rp400 juta lebih tidak kebuang percuma,” pungkasnya.
Usep husaeni
Sejak diresmikan beroperasi pada 2012 silam, keberadaan SPBU nelayan yang pembangunannya menghabiskan dana dari APBN sebesar Rp480 juta itu, kini kondisinya tidak terawat. Sebab, sejak tiga tahun lalu, praktis tidak berfungsi. Padahal, keberadaan SPBU tersebut dibutuhkan oleh ratusan nelayan setempat, untuk memenuhi konsumsi bahan bakar solar perahu mereka.
“SPBU ini udah lama tidak berfungsi, sekitar tiga tahun lalu. Dulu diresmikannya bupati sekitar 2012 lalu, tapi tak bertahan lama,”ujar Kusnadi, 55, nelayan Desa Patimban kepada KORAN SINDO kemarin. Setelah diresmikan, tutur dia, SPBU yang pada awal operasinya diisi solar sebanyak 16.000 liter itu, hanya mampu bertahan sekitar dua minggu.
Setelah isi tangkinya habis, SPBU itu berhenti beroperasi, karena tidak lagi mendapat kiriman atau pasokan solar dari Pertamina. “Apalagi setelah Ketua TPI nya ganti sama yang baru, SPBU langsung stop. Mungkin karena yang punya hak DO nya Ketua TPI yang lama. Sebab memang pembangunan SPBU dan peresmiannya dilakukan ketika TPI di pimpin ketua yang dulu. Sementara ketua baru kayaknya belum punya DO dari Pertamina,” paparnya.
Nelayan lainnya, Wasrim, 60, menyesalkan tidak berfungsinya SPBU tersebut. Sebab, kondisi itu kerap mengakibatkan ratusan nelayan Desa Patimban kesulitan memeroleh bahan bakar solar untuk menjalankan perahu mereka. Sementara untuk membeli di eceran, harganya lebih tinggi.
“Keberadaan SPBU ini penting bagi kami untuk mencukupi kebutuhan BBM perahu nelayan, dengan harga yang lebih murah. Dalam sehari melaut misalnya, satu perahu butuh 90 liter solar. Kalau belinya di eceran atau di SPBU di luar Patimban, kami harus keluarkan biaya besar plus ongkos jalan. Tapi kalau ke SPBU ini, biayanya bisa berkurang,”tuturnya.
Selanjutnya, dia menyebut, pihak TPI sempat berkali-kali mengajukan kepada pemerintah dan Pertamina agar bisa kembali mengoperasikan SPBU tersebut. Namun, hingga kini, pengajuan itu belum juga ditanggapi.
“Saya dan para nelayan disini berharap, SPBU ini bisa kembali difungsikan, agar kebutuhan BBM solar terpenuhi, dan supaya kami tidak usah jauh-jauh beli solar ke Pusakanagara di jalur pantura. Selain itu, agar biaya pembangunan SPBU yang setahu saya nyampai Rp400 juta lebih tidak kebuang percuma,” pungkasnya.
Usep husaeni
(bhr)