Pencinta Lingkungan Kampanyekan Pelestarian Hutan dan Satwa Liar
A
A
A
MEDAN - Dalam rangka memperingati ditetapkannya kawasan Hutan Leuser masuk dalam kawasan taman nasional pada 6 Maret 1980, lembaga dan komunitas pencinta lingkungan menggelar kampanye Love Our Nature fot Better Future di Lapangan Merdeka, Medan, kemarin.
Tujuan kegiatan ini untuk mengajak masyarakat mencintai lingkungan, terutama pada kelestarian hutan dan satwa liar. Acara yang dimulai pukul 08.00 WIB itu mampu menarik minat masyarakat yang biasanya datang untuk berolahraga di kawasan tersebut.
Ada pojok selfie bersama tiga orang di mana seluruh tubuhnya dicat menyerupai hewan-hewan yang ada di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Kemudian ada flashmob serta melukis tong sampah.
Kepala Seksi Pemanfaatan dan Pelayanan Balai Besar TNGL Prama Wirasena mengatakan, saat ini luas TNGL mengalami penyusutan hasil penyesuaian rencana tata ruang dan wilayah di Sumatera Utara (Sumut) dan Aceh hingga hanya tersisa seluas 1.095.592 hektare (ha).
Kawasan tersebut dihuni satwa kunci Sumatera seperti gajah, harimau, badak, dan orang utan. Namun saat ini jumlah masing-masing satwa itu juga mengalami penyusutan dengan meningkatnya deforestation, perburuan, dan perdagangan secara signifikan.
“Melalui acara ini, kami kenalkan satwa-satwa kunci itu kepada masyarakat dengan membuat pojok selfie bersama orang yang tubuhnya telah dilukis menyerupai bentuk satwa tersebut menggunakan cat. Sekarang selfie sedang tren, jadi orang banyak tertarik dan kami harap maksudnya bisa tercapai,” ujarnya.
Namun masyarakat yang tidak tertarik selfie , ada juga flashmob, dan melukis tong sampah berbagai gambar dengan tema lingkungan. Semuanya itu dimaksudkan agar masyarakat peduli dengan lingkungan.
“Jika masyarakat peduli maka keberadaan TNGL bisa bertahan hingga selamanya karena taman ini menjadi tempat penyimpanan cadangan air, pengendali iklim mikro dan penyerap karbon sehingga tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat sekitar taman tetapi juga warga kota Medan,” katanya.
Adapun cara lain yang mudah sebagai upaya mencintai lingkungan adalah dengan tidak menyimpan, membeli dan memperdagangkan satwa yang dilindungi atau hasil hutan seperti kayu, rotan bersumber dari dalam kawasan konservasi dan diambil secara tidak sah. “Membeli dan memanfaatkan obyek hasil perburuan ilegal, pembalakan, dan perambahan berarti ikut serta mempercepat kerusakan alam sekitar kita,” ujarnya.
Koordinator Lapangan Kampanye Biologi Pencinta Alam dan Lingkungan Hidup (Biopalas), Nikmah Hadana Thahura, sebagai salah satu komunitas yang ikut dalam acara ini mengaku bangga bisa turut serta menyelenggarakan kampanye berkaitan dengan perlindungan hutan dan satwa kunci di TNGL.
“Kami harap acara ini tidak berhenti pada aksi hari ini (kemarin) saja tetap dapat menjadi pengingat bagi masyarakat bahwa keberadaan lingkungan yang sehat dan terjaga sangat penting bagi keberlanjutan hidup di masa depan. Tanpa hutan, manusia takkan bisa bertahan,” tandasnya.
Jelia amelida
Tujuan kegiatan ini untuk mengajak masyarakat mencintai lingkungan, terutama pada kelestarian hutan dan satwa liar. Acara yang dimulai pukul 08.00 WIB itu mampu menarik minat masyarakat yang biasanya datang untuk berolahraga di kawasan tersebut.
Ada pojok selfie bersama tiga orang di mana seluruh tubuhnya dicat menyerupai hewan-hewan yang ada di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Kemudian ada flashmob serta melukis tong sampah.
Kepala Seksi Pemanfaatan dan Pelayanan Balai Besar TNGL Prama Wirasena mengatakan, saat ini luas TNGL mengalami penyusutan hasil penyesuaian rencana tata ruang dan wilayah di Sumatera Utara (Sumut) dan Aceh hingga hanya tersisa seluas 1.095.592 hektare (ha).
Kawasan tersebut dihuni satwa kunci Sumatera seperti gajah, harimau, badak, dan orang utan. Namun saat ini jumlah masing-masing satwa itu juga mengalami penyusutan dengan meningkatnya deforestation, perburuan, dan perdagangan secara signifikan.
“Melalui acara ini, kami kenalkan satwa-satwa kunci itu kepada masyarakat dengan membuat pojok selfie bersama orang yang tubuhnya telah dilukis menyerupai bentuk satwa tersebut menggunakan cat. Sekarang selfie sedang tren, jadi orang banyak tertarik dan kami harap maksudnya bisa tercapai,” ujarnya.
Namun masyarakat yang tidak tertarik selfie , ada juga flashmob, dan melukis tong sampah berbagai gambar dengan tema lingkungan. Semuanya itu dimaksudkan agar masyarakat peduli dengan lingkungan.
“Jika masyarakat peduli maka keberadaan TNGL bisa bertahan hingga selamanya karena taman ini menjadi tempat penyimpanan cadangan air, pengendali iklim mikro dan penyerap karbon sehingga tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat sekitar taman tetapi juga warga kota Medan,” katanya.
Adapun cara lain yang mudah sebagai upaya mencintai lingkungan adalah dengan tidak menyimpan, membeli dan memperdagangkan satwa yang dilindungi atau hasil hutan seperti kayu, rotan bersumber dari dalam kawasan konservasi dan diambil secara tidak sah. “Membeli dan memanfaatkan obyek hasil perburuan ilegal, pembalakan, dan perambahan berarti ikut serta mempercepat kerusakan alam sekitar kita,” ujarnya.
Koordinator Lapangan Kampanye Biologi Pencinta Alam dan Lingkungan Hidup (Biopalas), Nikmah Hadana Thahura, sebagai salah satu komunitas yang ikut dalam acara ini mengaku bangga bisa turut serta menyelenggarakan kampanye berkaitan dengan perlindungan hutan dan satwa kunci di TNGL.
“Kami harap acara ini tidak berhenti pada aksi hari ini (kemarin) saja tetap dapat menjadi pengingat bagi masyarakat bahwa keberadaan lingkungan yang sehat dan terjaga sangat penting bagi keberlanjutan hidup di masa depan. Tanpa hutan, manusia takkan bisa bertahan,” tandasnya.
Jelia amelida
(ftr)