Pertahankan Kualitas dan Sesuaikan Harga dengan Dompet Konsumen
A
A
A
MEDAN - Membuka usaha di bidang kuliner, fashion, dan hiburan, saat ini mampu bersaing. Agar pelanggan tidak lari, kualitas harus selalu dipertahankan dan harga yang bersaing. Resep tersebut dipakai Boy, pemilik Warung Triboy di Jalan Dr Mansur Medan.
Sejak 1990- an, Boy mencoba peruntungannya merantau dari Bireuen, Aceh Utara ke Kota Medan untuk berjualan Mi Aceh. Bahkan, Warung Triboy disebut-sebut sebagai pelopor Mi Aceh di Medan. Sekarang, Boy sudah sukses dan menikmati hasil kerja kerasnya itu. Bahkan dia sudah membuka cabang di Jalan Ring Road, simpang Jalan Sunggal. Persaingan bisnis kuliner di Jalan Dr Mansur, Medan, sangat ketat. Warung Triboy harus bisa menyiasati agar bisa menarik pelanggan.
Di sini merupakan merupakan salah satu pusat kuliner di Kota Medan. Selain Warung Triboy, ada Paris Burger, Angkringan Jogja, Ayam Penyet Surabaya, Sari Raos, Bakso Gepeng Jakarta, Coffe Cangkir, Music Coffe, Ayam Penyet Joko Solo, Desa Desa Resto, Lontong Warintek, Kopi Tiam Ong, Rumah Burger, dan lainnya. Kondisi ini berbeda jauh, kala Warung Triboy buka pada 1990-an. Saat itu, Jalan Dr Mansur, kondisinya jauh tidak seperti sekarang ini.
Dulunya, kawasan tersebut didominasi rumah koskosan mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU). Tak salah, jika Warung Triboy juga disematkan sebagai pelopor bisnis kuliner di Jalan Dr Mansur. Di balik kehadiran kuliner tersebut, hal ini tak menjadikan Warung Triboy patah arang dan tetap bertahan.
“Tidak ada masalah bagi pemilik Warung Triboy dengan adanya cafe dan resto disepanjang Jalan Dr Mansur ini,” ungkap karyawan Warung Triboy, Rizal, 29. Menang harus diakui, Warung Triboy tak pernah sepi dari pembeli. Mahasiswa menjadi sasaran utama dari warung yang menjajakan dengan menu favorit Mi Aceh ini. Rizal menambahkan, kehadiran kuliner lainnya, menjadikan persaingan lebih sehat.
“Awalnya Warung Triboy ini, tempatnya kecil, tapi sekarang sudah besar. Kami berani adu rasa dan harga, karena itulah yang dijaga selama ini. Ini pula yang mungkin menjadikan kami memiliki pelanggan,” tutur Rizal ayang telah bekerja sejak 2001. Memang, bisnis kuliner pengelola harus bijak dan teliti apa yang dicari konsumen.
Bagi Warung Triboy, menjaga ciri khas rasa dan harga menjadi visi yang wajib dijaga. Kuliner, tentunya rasa adalah hal yang utama. Rasa enak, akan menjadikan daya tarik tersendiri bagi pembeli untuk kembali lagi. Harga juga tak bisa dikesampingkan. Pembeli akan menimbang harga dengan apa yang didapat. Inilah yang diterapkan sejak membuka Warung Triboy ini. “Soal bumbu masakan, itu pemilik.
Pemilik benar-benar menjaga bumbu masakannya. Harga juga boleh dibandingkan dengan yang lainnya. Kami sesuaikan dengan kantong mahasiswa karena lokasi ini kebanyakan mahasiswa,” beber ayah satu anak itu. Begitu juga dengan Konjo Brother yang dikenal sebagai pelopor bisnis fashion di Jalan Halat.
Sejak berdiri awal 2000, Konjo Brother menjadi perhatian kawula muda di Medan hingga saat ini. Menurut pemilik, Zufrijal, 36, warga Jalan Utama Gang Sempurna, lokasi konjo miliknya di Jalan Halat, simpang Jalan Laksana dulunya hanyalah sebuah gudang. Keyakinannya, jika Jalan Halat akan tumbuh dan berkembang terjadi.
Kini sepanjang Jalan Halat hingga Jalan Megawati berbaris konjo lainnya, distro dan butik yang menjajakan pakaian. “Dulu, awal 2000, saya satusatunya yang membuka konjo di Jalan Halat dan satu-satunya yang menjadi pilihan utama. Sekarang sudah banyak,” tutur ayah tiga anak ini. Munculnya konjo lainnya, distro dan butik, yang menawarkan pakaian dengan berbagai merek, tak membuat pria yang akrab disapa Ijup ini gulung tikar usahanya.
Bahkan, dia telah membuka cabang di Jalan Megawati. Keyakinanya itu, dengan langganan yang telah digenggamannya tak akan berpaling. Kualitas pakaian yang dijual serta harga yang relatif murah menjadi pedomannya, bahwa langgannya tak akan berpaling. “Saya akan terus bertahan dan akan terus saya kembangkan. Dari awal saya membuka konjo ini, sampai sekarang ada sekitar 50 yang menjadi langganan saya. Mayoritas pembeli mahasiswa dan pekerja,” ujar suami dari Riboy Widusari ini.
Haris Dasril
Sejak 1990- an, Boy mencoba peruntungannya merantau dari Bireuen, Aceh Utara ke Kota Medan untuk berjualan Mi Aceh. Bahkan, Warung Triboy disebut-sebut sebagai pelopor Mi Aceh di Medan. Sekarang, Boy sudah sukses dan menikmati hasil kerja kerasnya itu. Bahkan dia sudah membuka cabang di Jalan Ring Road, simpang Jalan Sunggal. Persaingan bisnis kuliner di Jalan Dr Mansur, Medan, sangat ketat. Warung Triboy harus bisa menyiasati agar bisa menarik pelanggan.
Di sini merupakan merupakan salah satu pusat kuliner di Kota Medan. Selain Warung Triboy, ada Paris Burger, Angkringan Jogja, Ayam Penyet Surabaya, Sari Raos, Bakso Gepeng Jakarta, Coffe Cangkir, Music Coffe, Ayam Penyet Joko Solo, Desa Desa Resto, Lontong Warintek, Kopi Tiam Ong, Rumah Burger, dan lainnya. Kondisi ini berbeda jauh, kala Warung Triboy buka pada 1990-an. Saat itu, Jalan Dr Mansur, kondisinya jauh tidak seperti sekarang ini.
Dulunya, kawasan tersebut didominasi rumah koskosan mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU). Tak salah, jika Warung Triboy juga disematkan sebagai pelopor bisnis kuliner di Jalan Dr Mansur. Di balik kehadiran kuliner tersebut, hal ini tak menjadikan Warung Triboy patah arang dan tetap bertahan.
“Tidak ada masalah bagi pemilik Warung Triboy dengan adanya cafe dan resto disepanjang Jalan Dr Mansur ini,” ungkap karyawan Warung Triboy, Rizal, 29. Menang harus diakui, Warung Triboy tak pernah sepi dari pembeli. Mahasiswa menjadi sasaran utama dari warung yang menjajakan dengan menu favorit Mi Aceh ini. Rizal menambahkan, kehadiran kuliner lainnya, menjadikan persaingan lebih sehat.
“Awalnya Warung Triboy ini, tempatnya kecil, tapi sekarang sudah besar. Kami berani adu rasa dan harga, karena itulah yang dijaga selama ini. Ini pula yang mungkin menjadikan kami memiliki pelanggan,” tutur Rizal ayang telah bekerja sejak 2001. Memang, bisnis kuliner pengelola harus bijak dan teliti apa yang dicari konsumen.
Bagi Warung Triboy, menjaga ciri khas rasa dan harga menjadi visi yang wajib dijaga. Kuliner, tentunya rasa adalah hal yang utama. Rasa enak, akan menjadikan daya tarik tersendiri bagi pembeli untuk kembali lagi. Harga juga tak bisa dikesampingkan. Pembeli akan menimbang harga dengan apa yang didapat. Inilah yang diterapkan sejak membuka Warung Triboy ini. “Soal bumbu masakan, itu pemilik.
Pemilik benar-benar menjaga bumbu masakannya. Harga juga boleh dibandingkan dengan yang lainnya. Kami sesuaikan dengan kantong mahasiswa karena lokasi ini kebanyakan mahasiswa,” beber ayah satu anak itu. Begitu juga dengan Konjo Brother yang dikenal sebagai pelopor bisnis fashion di Jalan Halat.
Sejak berdiri awal 2000, Konjo Brother menjadi perhatian kawula muda di Medan hingga saat ini. Menurut pemilik, Zufrijal, 36, warga Jalan Utama Gang Sempurna, lokasi konjo miliknya di Jalan Halat, simpang Jalan Laksana dulunya hanyalah sebuah gudang. Keyakinannya, jika Jalan Halat akan tumbuh dan berkembang terjadi.
Kini sepanjang Jalan Halat hingga Jalan Megawati berbaris konjo lainnya, distro dan butik yang menjajakan pakaian. “Dulu, awal 2000, saya satusatunya yang membuka konjo di Jalan Halat dan satu-satunya yang menjadi pilihan utama. Sekarang sudah banyak,” tutur ayah tiga anak ini. Munculnya konjo lainnya, distro dan butik, yang menawarkan pakaian dengan berbagai merek, tak membuat pria yang akrab disapa Ijup ini gulung tikar usahanya.
Bahkan, dia telah membuka cabang di Jalan Megawati. Keyakinanya itu, dengan langganan yang telah digenggamannya tak akan berpaling. Kualitas pakaian yang dijual serta harga yang relatif murah menjadi pedomannya, bahwa langgannya tak akan berpaling. “Saya akan terus bertahan dan akan terus saya kembangkan. Dari awal saya membuka konjo ini, sampai sekarang ada sekitar 50 yang menjadi langganan saya. Mayoritas pembeli mahasiswa dan pekerja,” ujar suami dari Riboy Widusari ini.
Haris Dasril
(bhr)