Kondisinya Semakin Tak Terawat
A
A
A
KOTA BANDUNG - Keberadaan sebuah situs sejarah menjadi salah satu penanda peradaban pada zamannya. Orang bisa mengetahui kemampuan para pendahulu hanya dari karya yang dihasilkannya. Seperti candi misalnya, yang menjadi saksi betapa nenek moyang dulu berkemampuan membuat karya meski tanpa teknologi canggih seperti sekarang ini.
Candi Bojong Menje yang berlokasi di Desa Cangkuang, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung merupakan salah satu peninggalan yang berhasil ditemukan warga setempat sekitar tahun 2002 lalu. Meskipun belum seutuhnya ditemukan, sebagian puingpuing bebatuan penyusun candi sudah cukup menunjukkan kehebatan orang-orang terdahulu. Dahulu mungkin belum ada sekolah formal yang memfasilitasi pembelajaran Matematika di dalamnya.
Tetapi bentuk puing-puing bebatuan penyusun candi dibuat dengan presisi yang sangat baik. Mulai dari batu fondasi hingga undak-undaknya, begitu presisi. Padahal sangat mungkin dulu belum ada mesin pemotong seperti gerinda yang digunakan untuk memotong batu akik seperti saat ini. Menurut data yang dihimpun, situs purbakala ini ditemukan pada 18 Agustus 2002. Penemuan benda tersebut berawal dari upaya warga setempat untuk mencari tanah pengeruk gang di dekat lokasi.
Di lahan milik salah seorang penduduk yang berupa gunungan, mereka mencoba menggali. Hingga pada kedalaman setengah meter, mereka menjumpai tanah berongga yang di sekelilingnya terdapat tumpukan batu yang tertata rapi. Penggalian terus dilakukan sampai susunan batu-batu tersebut terlihat. Ketika mencapai kedalaman hampir satu meter, penggalian dihentikan dan temuan tersebut dilaporkan kepada pihak berwajib.
Beberapa pekan setelah itu, baru dilakukan ekskavasi atas arahan tim ahli. Namun begitu, ekskavasi tidak dilakukan sampai selesai. Sebab, disinyalir kawasan candi ini memiliki luas sampai lima hektare. Situs ini sekarang telah dikelilingi pagar berkawat berduri untuk mencegah pengrusakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Namun sayangnya kini di sekeliling lokasi candi sudah berdiri beberapa pabrik.
Tidak dilanjutkannya ekskavasi karena sesuatu hal merembet pada tidak adanya petugas resmi yang memelihara situs yang diperkirakan dibangun pada abad ke-VII ini. Meskipun begitu, ada salah seorang penduduk setempat yang menjadi sukarelawan, yakni Ahmad, 63, yang hampir tiap hari menjaga dan memelihara situs tersebut. Ahmad yang termasuk warga penemu situs ini mengaku tergerak merawatnya karena menilai keberadaan Candi Bojong Menje harus dilestarikan demi menjaga nilai sejarah yang ada.
Bahkan, katanya, dia memang sering melakukan ziarah ke sekitar lokasi yang memang sebelumnya merupakan kawasan pemakaman tersebut. “Sebelum adanya temuan candi ini saya sudah sering berada di sini untuk ziarah. Di sekitar lokasi, menurut kabar, ada setidaknya 140 makam dan baru dipindahkan sekitar 70 makam. Sisanya belum karena penggalian sudah dihentikan sejak tahun 2005 silam,” katanya.
Sejak proses ekskavasi dihentikan dan penjaga situs yang resmi menurut pemerintah meninggal dunia, dia secara sukarela memelihara situs ini. Dia juga yang melaporkan kepada pihak terkait apabila terjadi perubahan tata situs akibat proses alam. “Sudah tujuh tahun belakangan ini terjadi perubahan susunan dari batubatu yang telah disusun tim ahli saat melakukan ekskavasi. Saya sudah melapor, tetapi belum kunjung ada tindakan,” tuturnya.
Berdasarkan hasil pengamatan, batu-batu yang disusun sedemikian rupa, nampak berserakan terutama bagian Selatan dan Barat. Ini disebabkan, pada saat penyusunan batu-batu tersebut disangga menggunakan bambu. Akibat dari faktor alam yang menyebabkan pelapukan akhirnya batu yang sudah tersusun rapi menjadi berserakan. Belum lagi diperparah oleh banjir yang sempat melanda kawasan tersebut.
“Pernah ada banjir beberapa waktu lalu, jadinya ya begini,” kata Ahmad. Dia pun tidak berani menyusunnya kembali karena merasa tidak memiliki kewenangan atas itu. Apalagi dia tidak mendapatkan data batu yang mestinya tersusun di kawasan tersebut. “Ya dibiarkan saja. Kalau urusan membabad rerumputan saya rasa itu bagian dari tanggung jawab atas kepedulian saya. Kalau lebih dari itu saya tidak bisa,” tuturnya.
Proses ekskavasi atau paling tidak pemeliharaan yang lebih serius diharapkan bisa dilakukan oleh pihak terkait. Jangan sampai situs sejarah ini dibiarkan terbengkalai begitu saja hanya karena dianggap nilai sejarahnya tidak lebih tinggi dibandingkan dengan situs serupa yang ada di Jawa Barat. Bangsa yang baik adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah. Bung Karno sering bilang “Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah”.
Fauzan
Candi Bojong Menje yang berlokasi di Desa Cangkuang, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung merupakan salah satu peninggalan yang berhasil ditemukan warga setempat sekitar tahun 2002 lalu. Meskipun belum seutuhnya ditemukan, sebagian puingpuing bebatuan penyusun candi sudah cukup menunjukkan kehebatan orang-orang terdahulu. Dahulu mungkin belum ada sekolah formal yang memfasilitasi pembelajaran Matematika di dalamnya.
Tetapi bentuk puing-puing bebatuan penyusun candi dibuat dengan presisi yang sangat baik. Mulai dari batu fondasi hingga undak-undaknya, begitu presisi. Padahal sangat mungkin dulu belum ada mesin pemotong seperti gerinda yang digunakan untuk memotong batu akik seperti saat ini. Menurut data yang dihimpun, situs purbakala ini ditemukan pada 18 Agustus 2002. Penemuan benda tersebut berawal dari upaya warga setempat untuk mencari tanah pengeruk gang di dekat lokasi.
Di lahan milik salah seorang penduduk yang berupa gunungan, mereka mencoba menggali. Hingga pada kedalaman setengah meter, mereka menjumpai tanah berongga yang di sekelilingnya terdapat tumpukan batu yang tertata rapi. Penggalian terus dilakukan sampai susunan batu-batu tersebut terlihat. Ketika mencapai kedalaman hampir satu meter, penggalian dihentikan dan temuan tersebut dilaporkan kepada pihak berwajib.
Beberapa pekan setelah itu, baru dilakukan ekskavasi atas arahan tim ahli. Namun begitu, ekskavasi tidak dilakukan sampai selesai. Sebab, disinyalir kawasan candi ini memiliki luas sampai lima hektare. Situs ini sekarang telah dikelilingi pagar berkawat berduri untuk mencegah pengrusakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Namun sayangnya kini di sekeliling lokasi candi sudah berdiri beberapa pabrik.
Tidak dilanjutkannya ekskavasi karena sesuatu hal merembet pada tidak adanya petugas resmi yang memelihara situs yang diperkirakan dibangun pada abad ke-VII ini. Meskipun begitu, ada salah seorang penduduk setempat yang menjadi sukarelawan, yakni Ahmad, 63, yang hampir tiap hari menjaga dan memelihara situs tersebut. Ahmad yang termasuk warga penemu situs ini mengaku tergerak merawatnya karena menilai keberadaan Candi Bojong Menje harus dilestarikan demi menjaga nilai sejarah yang ada.
Bahkan, katanya, dia memang sering melakukan ziarah ke sekitar lokasi yang memang sebelumnya merupakan kawasan pemakaman tersebut. “Sebelum adanya temuan candi ini saya sudah sering berada di sini untuk ziarah. Di sekitar lokasi, menurut kabar, ada setidaknya 140 makam dan baru dipindahkan sekitar 70 makam. Sisanya belum karena penggalian sudah dihentikan sejak tahun 2005 silam,” katanya.
Sejak proses ekskavasi dihentikan dan penjaga situs yang resmi menurut pemerintah meninggal dunia, dia secara sukarela memelihara situs ini. Dia juga yang melaporkan kepada pihak terkait apabila terjadi perubahan tata situs akibat proses alam. “Sudah tujuh tahun belakangan ini terjadi perubahan susunan dari batubatu yang telah disusun tim ahli saat melakukan ekskavasi. Saya sudah melapor, tetapi belum kunjung ada tindakan,” tuturnya.
Berdasarkan hasil pengamatan, batu-batu yang disusun sedemikian rupa, nampak berserakan terutama bagian Selatan dan Barat. Ini disebabkan, pada saat penyusunan batu-batu tersebut disangga menggunakan bambu. Akibat dari faktor alam yang menyebabkan pelapukan akhirnya batu yang sudah tersusun rapi menjadi berserakan. Belum lagi diperparah oleh banjir yang sempat melanda kawasan tersebut.
“Pernah ada banjir beberapa waktu lalu, jadinya ya begini,” kata Ahmad. Dia pun tidak berani menyusunnya kembali karena merasa tidak memiliki kewenangan atas itu. Apalagi dia tidak mendapatkan data batu yang mestinya tersusun di kawasan tersebut. “Ya dibiarkan saja. Kalau urusan membabad rerumputan saya rasa itu bagian dari tanggung jawab atas kepedulian saya. Kalau lebih dari itu saya tidak bisa,” tuturnya.
Proses ekskavasi atau paling tidak pemeliharaan yang lebih serius diharapkan bisa dilakukan oleh pihak terkait. Jangan sampai situs sejarah ini dibiarkan terbengkalai begitu saja hanya karena dianggap nilai sejarahnya tidak lebih tinggi dibandingkan dengan situs serupa yang ada di Jawa Barat. Bangsa yang baik adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah. Bung Karno sering bilang “Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah”.
Fauzan
(bhr)