Berbasis Thaharah untuk Mendapatkan Kesucian Pakaian

Jum'at, 06 Maret 2015 - 09:54 WIB
Berbasis Thaharah untuk...
Berbasis Thaharah untuk Mendapatkan Kesucian Pakaian
A A A
SEMARANG - Syariah. Frasa ini sepertinya semakin diminati oleh masyarakat. Tidak hanya bank dan hotel yang melekatkan diri dengan kata ini, laundry pun kini berlabel syariah.

Seperti apa? Mencuci pakaian pada dasarnya tidak hanya untuk mendapatkan kebersihan, tapi juga kesucian. Prinsip ini dipegang teguh oleh Ananta Wijaya yang kemudian mengembangkan usaha jasa laundry syariah. Ananta memulai usaha pada 2007. Dia mengenal bisnis ini sejak 1994, waktu duduk di bangku SMP di Jakarta karena sering membantu orang tua yang menjalankan usaha serupa.

“Dulu belum ada brand syariah. Namun, kami telah menerapkan laundry berbasis thaharah ,” ucapnya kemarin. Yang dimaksud laundry berbasis thaharah yaitu jasa cuci dengan menerapkan manajemen dan proses berbasis agama Islam. Pertama-tama, pakaian disortir dan disucikan terlebih dahulu menggunakan air mutlak , yaitu air yang berasal dari sumur dan harus mengalir.

Kemudian diproses seperti biasa menggunakan mesin cuci yang tersedia. “Setelah selesai pun kami ulangi lagi menyucikannya supaya lebih amannya,” ujar pria yang membuka usaha di Jalan Gemah Raya 3 No 5 Semarang ini.

Bisnis laundry berkonsep syariah itu diterapkan lantaran sebagian pakaian pelanggan untuk beribadah. Karena itu, pakaian tersebut harus benar-benar dalam keadaan suci setelah dicuci. “Istilahnya, berdakwah sambil berbisnis,” ujar laki-laki kelahiran Jakarta, 14 Juli 1982 ini.

Ananta mengaku sengaja pindah dari Jakarta ke Semarang untuk mengembangkan usaha ini. Untuk membuat bussiness plan , dia membutuhkan waktu sekitar dua tahun. Hingga akhirnya menjadi bisnis waralaba dengan banyak cabang dan agen yang menjadi mitranya.

“Dalam kaitan mitra ini tidak sembarangan. Karena menerapkan pembagian hasil sesuai syariah,” ujarnya. Dengan mengusung brand Polaris Laundry Syariah dan Atlas Laundry Syariah, Ananta kini telah memiliki sekitar 200 agen. Karyawannya mencapai 100 orang, baik internal maupun eksternal.

Hal ini menjadikan proses pengerjaan menjadi lebih mudah dan cepat. Di antara cabangnya ada yang dikelola orang nonmuslim yang tertarik dengan konsep syariah. “Bahkan, dari cabang tersebut menjadi langganan orang-orang muslim di sekitarnya,” ujar ayah dua anak ini.

Meski dengan penanganan secara khusus, Ananta mengaku tidak mempengaruhi harga yang ditetapkan. Dia mengklaim harganya tetap bersaing dengan laundry-laundy lainnya. Selain menerima harga satuan, juga menerima harga kiloan. “Ya , cukup murah. Per kilonya hanya Rp3.500,” katanya.

Salah satu yang membedakan dengan bisnis laundry lain, Ananta selalu menekankan perilaku yang baik (akhlaqul karimah ) kepada karyawannya. Selain itu, dia juga menekankan ikhtiar wajib berupa salat tepat waktu. “Jika ibadahnya baik, saya yakin pekerjaannya juga baik. Oleh karena itu, saya tidak perlu khawatir tentang perilaku buruk mereka,” ujar laki-laki yang aktif di komunitas Pengusaha Muslim Indonesia ini.

Omzet yang didapat terus mengalami peningkatan. Pendapatannya mencapai Rp20 juta per bulan. Angka itu belum termasuk hasil yang didapatkan dari franchise yang dikembangkan.

Harapan lain yang masih ingin diwujudkan Ananta adalah menjadikan usahanya tersebut semakin besar sehingga dapat mengelola lebih banyak lagi dan menarik investor yang memiliki konsep yang sama. “Jangan sampai umat Islam kalah di negeri yang mayoritas penduduknya Islam ini,” katanya.

Amin Fauzi
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1892 seconds (0.1#10.140)