Nelayan Pantura vs Polisi, Dua Terluka
A
A
A
BATANG - Ribuan nelayan Batang bentrok dengan polisi saat unjuk rasa mencabut larangan penggunaan jaring cantrang di jalur pantura, kemarin.
Arus kendaraan dari arah Semarang maupun Jakarta lumpuh total. Aksi lanjutan dari nelayan pantura ini awalnya berjalan damai. Sekitar pukul 09.00 WIB, mereka berkumpul di Kelurahan Karangasem dan selanjutnya longmarch menuju alun-alun dan berakhir di jalur pantura, tepatnya di Jalan Jenderal Sudirman, Batang.
Sebelum melakukan orasi, mereka membentangkan tali tambang melintang di tengah jalan hingga kendaraan tak dapat melintas. Selanjutnya, mereka membakar tali tambang sambil melakukan orasi menuntut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mencabut Permen Nomor 2 tahun 2015.
Suasana semakin memanas saat polisi berusaha menertibkan massa yang membakar tali tambang di tengah jalan. Nelayan pun bentrok dengan polisi. Bentrokan pecah sekitar pukul 11.00 WIB. Nelayan melempari polisi dengan batu. Polisi sempat kewalahan membendung amukan para nelayan.
Sebab jumlah petugas yang mengamankan demo tak sebanding dengan banyaknya demonstran sehingga mendapat bantuan dari Polresta Pekalongan dan Brimob Pekalongan. Polisi terpaksa mengeluarkan gas air mata untuk membubarkan unjuk rasa nelayan yang ricuh itu.
Sejumlah polisi mengalami luka-luka akibat kejadian tersebut. Salah satu di antaranya Kasat Reskrim Polres Batang AKP Hartono yang bocor di bagian kepala. Perwira pertama itu menjadi korban pengeroyokan oleh sejumlah nelayan yang emosi dan terprovokasi nelayan lain. Beruntung, AKP Hartono berhasil dievakuasi anggota Polres Batang lainnya dan dilarikan ke RS Qolbu Insan Mulia, Batang.
Kapolres Batang AKBP Widiatmoko mengaku tidak mempermasalahkan penyampaian pendapat yang dilakukan para nelayan tersebut. Namun, pihaknya tidak akan membiarkan segala bentuk anarkisme. “Memang kebebasan di muka umum memang dijamin undang-undang. Tapi tidak boleh dilakukan di luar batas, apalagi yang mengganggu ketertiban umum,” katanya.
Menurutnya, aksi yang dilakukan para nelayan tersebut spontan sebagai bentuk solidaritas aksi serupa yang dilakukan nelayan lain. “Unjuk rasa yang dilakukan para nelayan ini tidak memiliki izin. Tadi mulai aksi jam 09.00 lebih dan sudah kami beri kelonggaran waktu sampai jam 10.00. Namun batasan waktu itu tidak ditaati sehingga kami terpaksa membubarkan massa. Sebagian sudah tertib membubarkan diri, namun sebagian malah melakukan perusakan,” katanya.
Akibat bentrok tersebut, dua polisi harus mendapat perawatan di rumah sakit. Polres Batang berhasil mengamankan 24 nelayan yang diduga sebagai provokator dan melakukan perusakan. “Yang terluka kasat reskrim dan anggota polisi lalu lintas. Masih kami periksakan secara menyeluruh,” ujar kapolres.
Bentrokan berhasil disudahi sekitar pukul 12.00 WIB. Arus lalu lintas yang sebelumnya lumpuh kembali normal. Salah seorang nelayan, Rahmono, saat demo kemarin meminta Menteri Susi Pudjiastuti mencabut larangan penggunaan jaring cantrang.
“Cantrang tidak merusak terumbu karang. Selain itu, hampir seluruh nelayan Batang menggunakan alat tangkap jenis cantrang. Jadi kami minta Bu Susi mencabut aturan itu. Kami juga sudah demo di Jakarta, tapi nggak ada hasilnya. Padahal kami juga sudah keluar biayanya banyak,” ujarnya.
Sementara salah seorang pengguna jalan bernama, Eko, 35, mengaku terganggu dengan aksi nelayan memblokade di jalur Pantura. Selain mengganggu pengguna jalan, aksi itu dinilai anarkistis.
“Kan mengganggu aktivitas warga sekitar, warga waswas kalau kena juga. Macet panjang, kira-kira dua jam Pantura ditutup,” ujarnya. Sehari sebelumnya, aksi blokade Pantura juga dilakukan nelayan di Kabupaten Rembang dan Pati hingga mengakibatkan kemacetan parah selama 5 jam.
HNSI Sesalkan Tindakan Anarkis
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Tengah menyesalkan terjadi aksi anarkistis nelayan yang memblokade jalur Pantura. “Kami mengimbau kepada anggota agar tidak berbuat anarkistis saat melakukan demonstrasi di mana saja,” kata Ketua HNSI Jateng Ahmad Djoemali, kemarin.
Dia meminta aparat penegak hukum menindak tegas para nelayan yang anarkistis. Menurut dia, terjadinya bentrokan antara polisi dengan nelayan yang berunjuk rasa itu sudah di luar batas kewajaran dalam menyampaikan pendapat sebagaimana diatur dalam undang-undang. “Polisi harus memproses sampai tuntas jika memang ditemukan unsur pidana yang dilakukan nelayan pada saat berunjuk rasa,” ujarnya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengaku heran dengan demo ribuan nelayan di Batang, Rembang, dan Pati. “Sikap Bu Susi sudah melunak dan mengizinkan penggunaan cantrang untuk nelayan di Jateng,” katanya.
Selain itu, lanjut Ganjar, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga mengembalikan aturan di Pemprov Jateng yang membolehkan penggunaan cantrang untuk kapal penangkap ikan dengan ukuran di bawah 30 gross ton dan area tangkap di bawah 12 mil.
“Tetapi untuk kapal dengan ukuran di atas 30 gross ton dan area lebih dari 12 mil atau keluar dari wilayah perairan Jateng tidak boleh menggunakan cantrang,” katanya. Ganjar menyayangkan unjuk rasa nelayan yang berakhir dengan bentrokan karena dinilai sama sekali tidak produktif.
Perlu Tahapan dan Diimbangi Solusi
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan terbitnya aturan pelarangan itu harus disertai dengan berbagai solusi menyeluruh. “Menteri Kelautan dan Perikanan harus mengambil langkah-langkah progresif tanpa mencederai amanah Undang-Undang Perikanan,” kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta.
Menurut dia, peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan itu berakibat pada ancaman kriminalisasi. Karena itu, Kiara merekomendasikan kepada Menteri Susi agar benar-benar memastikan masa transisi selama 6-9 bulan (proses pengalihan alat tangkap) tidak diwarnai oleh kriminalisasi terhadap masyarakat nelayan.
Kemudian penggunaan APBN-P 2015 untuk memfasilitasi pengalihan alat tangkap bagi nelayan kecil. Dia mengatakan, langkah yang bisa dipilih terkait dengan hal itu adalah berkoordinasi dengan kepala daerah setingkat kota/kabupaten/provinsi untuk menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kelautan dan Perikanan.
Menteri Kelautan dan Perikanan, juga didesak berkoordinasi dengan perbankan nasional agar menyiapkan skema kredit kelautan dan perikanan yang bisa diakses pelaku perikanan untuk penggantian alat tangkap.
Di sisi lain, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) berharap pemerintah harus aktif dalam mengawal diterapkannya perubahan alat tangkap, yang lebih ramah lingkungan serta membantu nelayan agar mampu melaksanakan perubahan itu. “KNTI berkeinginan kebijakan ini efektif dijalankan. Maka pemerintah harus juga aktif mengawalnya demikian halnya pelaku usaha,” kata Ketua Umum KNTI M Riza Damanik.
Dengan ada pengawalan yang ketat dari berbagai pihak pemangku kepentingan, ujar Riza, maka diharapkan Indonesia juga bisa segera hijrah dari model perikanan tidak ramah dan tidak adil ke perikanan adil dan lestari.
Dia juga mendesak pemerintah memastikan tidak terjadi monopoli sehingga harga alat tangkap ramah lingkungan juga bisa terjangkau masyarakat.
Prahayuda febrianto/ant
Arus kendaraan dari arah Semarang maupun Jakarta lumpuh total. Aksi lanjutan dari nelayan pantura ini awalnya berjalan damai. Sekitar pukul 09.00 WIB, mereka berkumpul di Kelurahan Karangasem dan selanjutnya longmarch menuju alun-alun dan berakhir di jalur pantura, tepatnya di Jalan Jenderal Sudirman, Batang.
Sebelum melakukan orasi, mereka membentangkan tali tambang melintang di tengah jalan hingga kendaraan tak dapat melintas. Selanjutnya, mereka membakar tali tambang sambil melakukan orasi menuntut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mencabut Permen Nomor 2 tahun 2015.
Suasana semakin memanas saat polisi berusaha menertibkan massa yang membakar tali tambang di tengah jalan. Nelayan pun bentrok dengan polisi. Bentrokan pecah sekitar pukul 11.00 WIB. Nelayan melempari polisi dengan batu. Polisi sempat kewalahan membendung amukan para nelayan.
Sebab jumlah petugas yang mengamankan demo tak sebanding dengan banyaknya demonstran sehingga mendapat bantuan dari Polresta Pekalongan dan Brimob Pekalongan. Polisi terpaksa mengeluarkan gas air mata untuk membubarkan unjuk rasa nelayan yang ricuh itu.
Sejumlah polisi mengalami luka-luka akibat kejadian tersebut. Salah satu di antaranya Kasat Reskrim Polres Batang AKP Hartono yang bocor di bagian kepala. Perwira pertama itu menjadi korban pengeroyokan oleh sejumlah nelayan yang emosi dan terprovokasi nelayan lain. Beruntung, AKP Hartono berhasil dievakuasi anggota Polres Batang lainnya dan dilarikan ke RS Qolbu Insan Mulia, Batang.
Kapolres Batang AKBP Widiatmoko mengaku tidak mempermasalahkan penyampaian pendapat yang dilakukan para nelayan tersebut. Namun, pihaknya tidak akan membiarkan segala bentuk anarkisme. “Memang kebebasan di muka umum memang dijamin undang-undang. Tapi tidak boleh dilakukan di luar batas, apalagi yang mengganggu ketertiban umum,” katanya.
Menurutnya, aksi yang dilakukan para nelayan tersebut spontan sebagai bentuk solidaritas aksi serupa yang dilakukan nelayan lain. “Unjuk rasa yang dilakukan para nelayan ini tidak memiliki izin. Tadi mulai aksi jam 09.00 lebih dan sudah kami beri kelonggaran waktu sampai jam 10.00. Namun batasan waktu itu tidak ditaati sehingga kami terpaksa membubarkan massa. Sebagian sudah tertib membubarkan diri, namun sebagian malah melakukan perusakan,” katanya.
Akibat bentrok tersebut, dua polisi harus mendapat perawatan di rumah sakit. Polres Batang berhasil mengamankan 24 nelayan yang diduga sebagai provokator dan melakukan perusakan. “Yang terluka kasat reskrim dan anggota polisi lalu lintas. Masih kami periksakan secara menyeluruh,” ujar kapolres.
Bentrokan berhasil disudahi sekitar pukul 12.00 WIB. Arus lalu lintas yang sebelumnya lumpuh kembali normal. Salah seorang nelayan, Rahmono, saat demo kemarin meminta Menteri Susi Pudjiastuti mencabut larangan penggunaan jaring cantrang.
“Cantrang tidak merusak terumbu karang. Selain itu, hampir seluruh nelayan Batang menggunakan alat tangkap jenis cantrang. Jadi kami minta Bu Susi mencabut aturan itu. Kami juga sudah demo di Jakarta, tapi nggak ada hasilnya. Padahal kami juga sudah keluar biayanya banyak,” ujarnya.
Sementara salah seorang pengguna jalan bernama, Eko, 35, mengaku terganggu dengan aksi nelayan memblokade di jalur Pantura. Selain mengganggu pengguna jalan, aksi itu dinilai anarkistis.
“Kan mengganggu aktivitas warga sekitar, warga waswas kalau kena juga. Macet panjang, kira-kira dua jam Pantura ditutup,” ujarnya. Sehari sebelumnya, aksi blokade Pantura juga dilakukan nelayan di Kabupaten Rembang dan Pati hingga mengakibatkan kemacetan parah selama 5 jam.
HNSI Sesalkan Tindakan Anarkis
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Tengah menyesalkan terjadi aksi anarkistis nelayan yang memblokade jalur Pantura. “Kami mengimbau kepada anggota agar tidak berbuat anarkistis saat melakukan demonstrasi di mana saja,” kata Ketua HNSI Jateng Ahmad Djoemali, kemarin.
Dia meminta aparat penegak hukum menindak tegas para nelayan yang anarkistis. Menurut dia, terjadinya bentrokan antara polisi dengan nelayan yang berunjuk rasa itu sudah di luar batas kewajaran dalam menyampaikan pendapat sebagaimana diatur dalam undang-undang. “Polisi harus memproses sampai tuntas jika memang ditemukan unsur pidana yang dilakukan nelayan pada saat berunjuk rasa,” ujarnya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengaku heran dengan demo ribuan nelayan di Batang, Rembang, dan Pati. “Sikap Bu Susi sudah melunak dan mengizinkan penggunaan cantrang untuk nelayan di Jateng,” katanya.
Selain itu, lanjut Ganjar, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga mengembalikan aturan di Pemprov Jateng yang membolehkan penggunaan cantrang untuk kapal penangkap ikan dengan ukuran di bawah 30 gross ton dan area tangkap di bawah 12 mil.
“Tetapi untuk kapal dengan ukuran di atas 30 gross ton dan area lebih dari 12 mil atau keluar dari wilayah perairan Jateng tidak boleh menggunakan cantrang,” katanya. Ganjar menyayangkan unjuk rasa nelayan yang berakhir dengan bentrokan karena dinilai sama sekali tidak produktif.
Perlu Tahapan dan Diimbangi Solusi
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan terbitnya aturan pelarangan itu harus disertai dengan berbagai solusi menyeluruh. “Menteri Kelautan dan Perikanan harus mengambil langkah-langkah progresif tanpa mencederai amanah Undang-Undang Perikanan,” kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim di Jakarta.
Menurut dia, peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan itu berakibat pada ancaman kriminalisasi. Karena itu, Kiara merekomendasikan kepada Menteri Susi agar benar-benar memastikan masa transisi selama 6-9 bulan (proses pengalihan alat tangkap) tidak diwarnai oleh kriminalisasi terhadap masyarakat nelayan.
Kemudian penggunaan APBN-P 2015 untuk memfasilitasi pengalihan alat tangkap bagi nelayan kecil. Dia mengatakan, langkah yang bisa dipilih terkait dengan hal itu adalah berkoordinasi dengan kepala daerah setingkat kota/kabupaten/provinsi untuk menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kelautan dan Perikanan.
Menteri Kelautan dan Perikanan, juga didesak berkoordinasi dengan perbankan nasional agar menyiapkan skema kredit kelautan dan perikanan yang bisa diakses pelaku perikanan untuk penggantian alat tangkap.
Di sisi lain, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) berharap pemerintah harus aktif dalam mengawal diterapkannya perubahan alat tangkap, yang lebih ramah lingkungan serta membantu nelayan agar mampu melaksanakan perubahan itu. “KNTI berkeinginan kebijakan ini efektif dijalankan. Maka pemerintah harus juga aktif mengawalnya demikian halnya pelaku usaha,” kata Ketua Umum KNTI M Riza Damanik.
Dengan ada pengawalan yang ketat dari berbagai pihak pemangku kepentingan, ujar Riza, maka diharapkan Indonesia juga bisa segera hijrah dari model perikanan tidak ramah dan tidak adil ke perikanan adil dan lestari.
Dia juga mendesak pemerintah memastikan tidak terjadi monopoli sehingga harga alat tangkap ramah lingkungan juga bisa terjangkau masyarakat.
Prahayuda febrianto/ant
(ftr)