Bunga Desa Ini Harus Berjuang Bertahun-tahun Menahan Sakit Tumor
A
A
A
PURWAKARTA - Nida Ulhasanah salah satu bunga desa yang tinggal Kampung Cipancur, Rt 14/07 Desa Mekarsari, Darangdan, Purwakarta harus berjuang bertahun-tahun menahan sakit tumor yang dideritanya.
Sudah berbulan-bulan Nida (17) yang memiliki paras cantik ini hanya bisa tergolek lemas di atas kasur tipis yang digelar di tengah rumah pamannya, Ade Sutarman.
Bahkan gadis belia berkulit putih ini pun kondisinya semakin memburuk. Untuk pergi ke kamar mandi saja anak tunggal Sunarsih dan mantan suaminya Hasan (45) harus dipapah. Begitu juga untuk makan dan minum, Nida tak bisa melakukannya sendiri.
Ya, penyakit 'tumor' yang tumbuh di kaki kanannyalah penyebabnya. Penyakit ini terus mengerogoti tubuh remaja yang harusnya duduk di kelas II SMA tersebut. Semakin lama tumor tersebut semakin membesar.
Akibatnya, Nida yang sempat menjadi bunga desa di kampungnya ini terpaksa tidak melanjutkan sekolah setelah lulus dari SMP dua tahun lalu. Ibunya Sunarsih (40) ingin anak gadisnya sembuh dulu, jika ingin melanjutkan sekolah.
"Tapi ternyata penyakitnya itu hingga sekarang tak kujung sembuh. Sejumlah rumah sakit yang kami datangi mengaku tidak mampu menyembuhkan penyakit yang diderita Nida. Saya gak tau penyebabnya. Apa mungkin karena kami gak punya uang," lirih Sunarsih saat ditemui di rumah kakaknya tempat dimana Nida dirawat sealakadarnya oleh keluarga, Senin (2/3/2015).
Sunarsih menceritakan, penyakit yang tergolong ganas ini muncul ketika anaknya duduk di kelas 8 SMP.
Nida selalu mengeluh sakit pada paha kananya. Setelah dicek ternyata ada benjolan kecil. Sunarsih dan keluarga pun memeriksakannya ke klinik terdekat.
Dokter klinik menyatakan jika benjolan itu tidak berbahaya. Namun semakin hari benjolan tersebut semakin membesar dan membuat Nida sulit beraktivitas.
"Sekitar pertengahan 2014 lalu kemudian saya memeriksakannya ke Rumah Sakit Etaham Purwakarta. Rumah sakit tersebut menyatakan tidak sanggup mengobati. Dan akhirnya merujuknya ke Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung," ujarnya.
Anehnya di rumah sakit plat merah tersebut, kata Sunarsih, Nida tidak bisa dirawat, dengan alasan tidak ada kamar kosong.
Dokter rumah sakit menyuruhnya pulang dengan sarat mengikuti perawatan jalan. Setelah beberapakali datang ke RS Hasan Sadikin itu, benjolan pada kaki kanan Nida yang semakin besar tidak kunjung diangkat.
"Dari bulan April hingga Oktober 2014. Nida tidak kujung dioperasi. Karena keterbatasan biaya kami pun memutuskan mencari cara lain mengobati Nida, salah satunya dengan pengobatan tradisional. Namun ternyata tidak kunjung sembuh," tutur Sunarsih.
Setelah itu keluarga pun kembali membawa Nida ke Rumah Sakit Bedah Ramahadi. Di rumah sakit tersebut Nida dioprasi penggakatan tumor.
Namun Tumor yang diakat hanya sebagian kecil, karena dokter menyatakan operasi tidak bisa dilanjutkan, alasanya tumor tumbuh sudah mengenai urat saraf.
"Lagi-lagi Nida dirujuk ke RS Hasan Sadikin, Bandung, pada 12 Februari 2015. Kondisinya serupa hingga sekarang Nida masih tidak bisa dirawat di rumah sakit itu, alasanya sama, tidak ada kamar kosong," timpalnya.
Hingga sekarang keluarga hanya bisa menunggu kabar dari Rumah Sakit Hasan Sadikin. Sekarang Nida masih dirawat alakadarnya di kampungnya.
Bahkan setelah tumor Nida diangkat sebagian, di rumah sakit bedah di Purwakarta itu, kondisi Nida pun semakin memburuk.
"Anak saya sekarang jadi tidak bisa melihat dan juga mendengar. Gak tau kenapa. Saya bingung, harus bagai mana," kata Sunarsih sambil mengucurkan air mata.
Sunarsih berharap ada uluran tangan dari pemerintah untuk biaya pengobatan Nida.
Dengan penghasilan Sunarsih yang setiap hari berprofesi sebagai buruh tani dan juga pedagang gorengan keliling ini mengaku tidak sanggup lagi membiayai pengobatan anaknya, bahkan untuk sekedar biaya perjalanan ke rumah sakit sekalipun.
"Saya ingin dibantu aja Pak. Mungkin anak saya tidak kunjung diobati oleh rumah sakit gara-gara saya gak punya uang. Saya mengandalkan BPJS untuk mengobati anak saya ini," tandas Sunarsih.
Sudah berbulan-bulan Nida (17) yang memiliki paras cantik ini hanya bisa tergolek lemas di atas kasur tipis yang digelar di tengah rumah pamannya, Ade Sutarman.
Bahkan gadis belia berkulit putih ini pun kondisinya semakin memburuk. Untuk pergi ke kamar mandi saja anak tunggal Sunarsih dan mantan suaminya Hasan (45) harus dipapah. Begitu juga untuk makan dan minum, Nida tak bisa melakukannya sendiri.
Ya, penyakit 'tumor' yang tumbuh di kaki kanannyalah penyebabnya. Penyakit ini terus mengerogoti tubuh remaja yang harusnya duduk di kelas II SMA tersebut. Semakin lama tumor tersebut semakin membesar.
Akibatnya, Nida yang sempat menjadi bunga desa di kampungnya ini terpaksa tidak melanjutkan sekolah setelah lulus dari SMP dua tahun lalu. Ibunya Sunarsih (40) ingin anak gadisnya sembuh dulu, jika ingin melanjutkan sekolah.
"Tapi ternyata penyakitnya itu hingga sekarang tak kujung sembuh. Sejumlah rumah sakit yang kami datangi mengaku tidak mampu menyembuhkan penyakit yang diderita Nida. Saya gak tau penyebabnya. Apa mungkin karena kami gak punya uang," lirih Sunarsih saat ditemui di rumah kakaknya tempat dimana Nida dirawat sealakadarnya oleh keluarga, Senin (2/3/2015).
Sunarsih menceritakan, penyakit yang tergolong ganas ini muncul ketika anaknya duduk di kelas 8 SMP.
Nida selalu mengeluh sakit pada paha kananya. Setelah dicek ternyata ada benjolan kecil. Sunarsih dan keluarga pun memeriksakannya ke klinik terdekat.
Dokter klinik menyatakan jika benjolan itu tidak berbahaya. Namun semakin hari benjolan tersebut semakin membesar dan membuat Nida sulit beraktivitas.
"Sekitar pertengahan 2014 lalu kemudian saya memeriksakannya ke Rumah Sakit Etaham Purwakarta. Rumah sakit tersebut menyatakan tidak sanggup mengobati. Dan akhirnya merujuknya ke Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung," ujarnya.
Anehnya di rumah sakit plat merah tersebut, kata Sunarsih, Nida tidak bisa dirawat, dengan alasan tidak ada kamar kosong.
Dokter rumah sakit menyuruhnya pulang dengan sarat mengikuti perawatan jalan. Setelah beberapakali datang ke RS Hasan Sadikin itu, benjolan pada kaki kanan Nida yang semakin besar tidak kunjung diangkat.
"Dari bulan April hingga Oktober 2014. Nida tidak kujung dioperasi. Karena keterbatasan biaya kami pun memutuskan mencari cara lain mengobati Nida, salah satunya dengan pengobatan tradisional. Namun ternyata tidak kunjung sembuh," tutur Sunarsih.
Setelah itu keluarga pun kembali membawa Nida ke Rumah Sakit Bedah Ramahadi. Di rumah sakit tersebut Nida dioprasi penggakatan tumor.
Namun Tumor yang diakat hanya sebagian kecil, karena dokter menyatakan operasi tidak bisa dilanjutkan, alasanya tumor tumbuh sudah mengenai urat saraf.
"Lagi-lagi Nida dirujuk ke RS Hasan Sadikin, Bandung, pada 12 Februari 2015. Kondisinya serupa hingga sekarang Nida masih tidak bisa dirawat di rumah sakit itu, alasanya sama, tidak ada kamar kosong," timpalnya.
Hingga sekarang keluarga hanya bisa menunggu kabar dari Rumah Sakit Hasan Sadikin. Sekarang Nida masih dirawat alakadarnya di kampungnya.
Bahkan setelah tumor Nida diangkat sebagian, di rumah sakit bedah di Purwakarta itu, kondisi Nida pun semakin memburuk.
"Anak saya sekarang jadi tidak bisa melihat dan juga mendengar. Gak tau kenapa. Saya bingung, harus bagai mana," kata Sunarsih sambil mengucurkan air mata.
Sunarsih berharap ada uluran tangan dari pemerintah untuk biaya pengobatan Nida.
Dengan penghasilan Sunarsih yang setiap hari berprofesi sebagai buruh tani dan juga pedagang gorengan keliling ini mengaku tidak sanggup lagi membiayai pengobatan anaknya, bahkan untuk sekedar biaya perjalanan ke rumah sakit sekalipun.
"Saya ingin dibantu aja Pak. Mungkin anak saya tidak kunjung diobati oleh rumah sakit gara-gara saya gak punya uang. Saya mengandalkan BPJS untuk mengobati anak saya ini," tandas Sunarsih.
(sms)