Jaga Tradisi, Cucu Sultan Jalani Tedhak Siten
A
A
A
YOGYAKARTA - Raden Ajeng Nisaka Irdina Yudanegara, cucu Sri Sultan Hamengku Buwana X dari pasangan GKR Bendara dan KPH Yudanegara menjalani prosesi tedhak siten di Kraton Kilen, Keraton Yogyakarta, kemarin.
Ritual adat budaya yang sarat akan makna ini dihadiri SriSultan Hamengku Buwana X, permaisuri GKR Hemas, kerabat keraton, dan tamu undangan, berlangsung khidmat dan meriah. Kata tedhak siten berarti turun ke tanah atau menjejakkan kaki ke bumi. Melambangkan untuk pertama kali Irdi (panggilan Raden Ajeng Nisaka Irdina Yudanegara) menginjakkan kakinya ke tanah karena dia kini sudah mulai bisa berjalan meskipun masih dengan bantuan orang tuanya.
Prosesi dimulai dari ngabekten atau minta doa restu Jeng Reni (sapaan akrab GKR Bendara) dan Ubay (sapaan KPH Yudanegara) kepada Sultan dan seluruh kerabat keraton yang hadir di Keraton Kilen. Kemudian Irdi ditetah (dipegangi) Jeng Reni dan Ubay berjalan menginjak tujuh buah tampah berisi jadah tujuh warna.
Injak jadah ini bermakna agar ke depan Irdi mampu mengarungi kehidupan dengan kokoh, kuat, dan selamat, karena banyaknya gangguan serta cobaan hidup. Setelah itu Irdi dituntun menaiki tangga terbuat dari bambu setinggi tujuh tingkat. Bermakna proses kehidupan ini berjalan bertahap dari awal lahir hingga akhir hayat nanti.
Kemudian Irdi dimasukkan ke dalam kurungan yang di dalamnya berisi sejumlah benda dan mainan di antaranya pesawat terbang, buku, alat tulis, dan alat dokter. Kurungan ini berarti membatasi diri dari hal-hal yang akan mengganggu dalam kehidupan. Selain itu agar menjalani hidup dalam batasan aturan yang berlaku. Di dalam kurungan ini Irdi juga memilih mainan berupa stetoskop dan buku.
Maknanya, mainan yang dipilih ini diharapkan kelak akan menjadi gambaran atau cita-cita Irdi di masa depan. Setelah itu Irdi dimandikan dan digantikan busananya yang berarti bersih dari kekotoran dan hidup dalam lingkungan yang baik. Prosesi diakhiri dengan upacara panggangan, yaitu berjalan ditetah dan berpegangan pada sebatang pohon tebu yang di atasnya ditusukkan seekor ayam panggang.
Serta berjalan menyeret buah pisang raja. Maknanya, agar Irdi berada dalam kemanisan hidup, berani berkorban, dan mempunyai karisma seperti seorang raja. Ubay mengaku, pada awal mulanya dia tidak tahu bahwa di Keraton Yogyakarta ada prosesi tedhak siten bagi anak yang telah mulai belajar berjalan sendiri.
“Saya awalnya tidak tahu, istri yang kasih tahu prosesi ini untuk menggambarkan anak pertama kali menjejakkan kaki ke bumi,” katanya. Karena baru pulang dari Jepang sekitar sepekan yang lalu, KPH Yudanegara mengaku istrinya yang sibuk mempersiapkan segala keperluan prosesi tedhak siten ini. Harapan Yudanegara terhadap putrinya itu agar Irdi menjadi anak yang saleh dan berbakti kepada orang tuanya.
“Kami tidak akan memaksakan nanti Irdi bercita-cita apa dan ingin menjadi apa. Orang tua hanya bisa mendidik, membimbing, dan mendoakannya,” ujarnya. Sri Sultan Hamengku Buwana X mengatakan, prosesi tedhak siten ini digelar sebagai upaya menjaga tradisi yang selama ini telah berlangsung secara turun-temurun di Keraton Yogyakarta.
Selain tentunya melestarikan budaya Jawa. “Saya menjaga tradisi yang sudah berjalan,” kata Sultan. Selain itu, tedhak siten ini juga sebagai prosesi dan sarana mendoakan Irdi agar kelak menjadi manusia yang berguna dan bermanfaat bagi keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama. Karena makna yang terkandung dalam prosesi ini adalah gambaran rintangan-rintangan yang akan dialami dalam kehidupan manusia dari lahir hingga akhir hayatnya.
Secara khusus Sultan juga memberikan wejangan kepada GKR Bendara dan KPH Yudanegara agar menjaga dan mendidik Irdi hingga usia dewasa. “Orang tua, kakek, neneknya, mendoakan agar (Irdi) menjadi pandai, bermanfaat, dan mampu menjalani kehidupan dengan baik,” ucap Sultan. Prosesi tedhak siten ini juga bertepatan dengan hari ulang tahun Irdi yang pertama.
Irdi adalah putri pertama GKR Bendara dan KPH Yudanegara yang menikah pada pertengahan 2011 lalu. Irdi lahir pada 1 Maret 2014 melalui operasi sesar di RSUP dr Sardjito. Nama Raden Ajeng Nisaka Irdina Yudanegara memiliki arti tersendiri. Nisaka berarti secantik rembulan, Irdina bermakna kehormatan, dan Yudanegara, berasal dari nama sang ayah.
Ristu hanafi
Ritual adat budaya yang sarat akan makna ini dihadiri SriSultan Hamengku Buwana X, permaisuri GKR Hemas, kerabat keraton, dan tamu undangan, berlangsung khidmat dan meriah. Kata tedhak siten berarti turun ke tanah atau menjejakkan kaki ke bumi. Melambangkan untuk pertama kali Irdi (panggilan Raden Ajeng Nisaka Irdina Yudanegara) menginjakkan kakinya ke tanah karena dia kini sudah mulai bisa berjalan meskipun masih dengan bantuan orang tuanya.
Prosesi dimulai dari ngabekten atau minta doa restu Jeng Reni (sapaan akrab GKR Bendara) dan Ubay (sapaan KPH Yudanegara) kepada Sultan dan seluruh kerabat keraton yang hadir di Keraton Kilen. Kemudian Irdi ditetah (dipegangi) Jeng Reni dan Ubay berjalan menginjak tujuh buah tampah berisi jadah tujuh warna.
Injak jadah ini bermakna agar ke depan Irdi mampu mengarungi kehidupan dengan kokoh, kuat, dan selamat, karena banyaknya gangguan serta cobaan hidup. Setelah itu Irdi dituntun menaiki tangga terbuat dari bambu setinggi tujuh tingkat. Bermakna proses kehidupan ini berjalan bertahap dari awal lahir hingga akhir hayat nanti.
Kemudian Irdi dimasukkan ke dalam kurungan yang di dalamnya berisi sejumlah benda dan mainan di antaranya pesawat terbang, buku, alat tulis, dan alat dokter. Kurungan ini berarti membatasi diri dari hal-hal yang akan mengganggu dalam kehidupan. Selain itu agar menjalani hidup dalam batasan aturan yang berlaku. Di dalam kurungan ini Irdi juga memilih mainan berupa stetoskop dan buku.
Maknanya, mainan yang dipilih ini diharapkan kelak akan menjadi gambaran atau cita-cita Irdi di masa depan. Setelah itu Irdi dimandikan dan digantikan busananya yang berarti bersih dari kekotoran dan hidup dalam lingkungan yang baik. Prosesi diakhiri dengan upacara panggangan, yaitu berjalan ditetah dan berpegangan pada sebatang pohon tebu yang di atasnya ditusukkan seekor ayam panggang.
Serta berjalan menyeret buah pisang raja. Maknanya, agar Irdi berada dalam kemanisan hidup, berani berkorban, dan mempunyai karisma seperti seorang raja. Ubay mengaku, pada awal mulanya dia tidak tahu bahwa di Keraton Yogyakarta ada prosesi tedhak siten bagi anak yang telah mulai belajar berjalan sendiri.
“Saya awalnya tidak tahu, istri yang kasih tahu prosesi ini untuk menggambarkan anak pertama kali menjejakkan kaki ke bumi,” katanya. Karena baru pulang dari Jepang sekitar sepekan yang lalu, KPH Yudanegara mengaku istrinya yang sibuk mempersiapkan segala keperluan prosesi tedhak siten ini. Harapan Yudanegara terhadap putrinya itu agar Irdi menjadi anak yang saleh dan berbakti kepada orang tuanya.
“Kami tidak akan memaksakan nanti Irdi bercita-cita apa dan ingin menjadi apa. Orang tua hanya bisa mendidik, membimbing, dan mendoakannya,” ujarnya. Sri Sultan Hamengku Buwana X mengatakan, prosesi tedhak siten ini digelar sebagai upaya menjaga tradisi yang selama ini telah berlangsung secara turun-temurun di Keraton Yogyakarta.
Selain tentunya melestarikan budaya Jawa. “Saya menjaga tradisi yang sudah berjalan,” kata Sultan. Selain itu, tedhak siten ini juga sebagai prosesi dan sarana mendoakan Irdi agar kelak menjadi manusia yang berguna dan bermanfaat bagi keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama. Karena makna yang terkandung dalam prosesi ini adalah gambaran rintangan-rintangan yang akan dialami dalam kehidupan manusia dari lahir hingga akhir hayatnya.
Secara khusus Sultan juga memberikan wejangan kepada GKR Bendara dan KPH Yudanegara agar menjaga dan mendidik Irdi hingga usia dewasa. “Orang tua, kakek, neneknya, mendoakan agar (Irdi) menjadi pandai, bermanfaat, dan mampu menjalani kehidupan dengan baik,” ucap Sultan. Prosesi tedhak siten ini juga bertepatan dengan hari ulang tahun Irdi yang pertama.
Irdi adalah putri pertama GKR Bendara dan KPH Yudanegara yang menikah pada pertengahan 2011 lalu. Irdi lahir pada 1 Maret 2014 melalui operasi sesar di RSUP dr Sardjito. Nama Raden Ajeng Nisaka Irdina Yudanegara memiliki arti tersendiri. Nisaka berarti secantik rembulan, Irdina bermakna kehormatan, dan Yudanegara, berasal dari nama sang ayah.
Ristu hanafi
(bhr)