Difabel Keluhkan Halte Trans Semarang

Minggu, 01 Maret 2015 - 11:30 WIB
Difabel Keluhkan Halte Trans Semarang
Difabel Keluhkan Halte Trans Semarang
A A A
SEMARANG - Difabel atau penyandang disabilitas mengeluhkan kondisi halte bus rapid transit (BRT) Trans Semarang di banyak titik yang memiliki kemiringan curam, karena jarak antara lantai trotoar dengan lantai halte masih cukup tinggi.

Para difabel yang menggunakan kursi roda merasa kesulitan untuk mengakses halte tersebut karena khawatir akan terjatuh. Aryo Risnadi, 38, penyandang disabilitas tulang belakang kemarin mencoba akan menaiki halte di seberang Polrestabes Semarang. Saat melihat halte tersebut secara langsung dia tidak berani untuk naik.

“Kemiringannya terlalu tinggi, karena selama ini (mungkin) belum konsultasi. Aplikasinya tidak bisa mengena, apalagi untuk naik ke trotoar saja susah, karena tidak ada akses,“ kata Aryo, didampingi aktivis Koalisi Pejalan Kaki (KPK) Semarang, kemarin. Bersama dengan KPK, Aryo dan penyandang disabilitas lainnya kemarin berjalan memutari RSUP Dr Kariadi dari depan Polrestabes Semarang menuju ke ujung Jalan Veteran.

Menurut Aryo, Pemkot Semarang mencanangkan pada 2016 mendatang menjadi kota inklusi. Pihaknya sangat mendukung hal itu, selama apa yang menjadi keluhan penyandang disabilitas bisa didengar dan ditindaklanjuti. “Difabel ingin lebih mandiri. Bantuan memang tetap butuh, misal kalau tidak ada orang lain, seharusnya kami bisa sendiri,” terangnya.

Tidak hanya pada layanan umum transportasi, pada layanan di pemerintahan juga demikian, seharusnya juga diberi kemudahan akses. “Di kantorkantor kelurahan, trapnya terlalu tinggi saat masuk. Padahal bagi yang kerja di kantor notaris, kan sering mengurus dokumen di kelurahan, ujarnya. Penyandang disabilitas lainnya, Yuktiasih Proborini juga berpendapat sama. Para penderita disabilitas ini memiliki hak yang sama dengan orang yang memiliki fisik normal.

“Masih buruk sekali pelayanannya. Padahal banyak penyandang disabilitas termasuk orang tua dan anak-anak,” katanya. Anggota Dewan Pertimbangan, Kota Semarang Djoko Setijowarno tidak habis pikir dengan Pemkot Semarang dalam membangun halte Trans Semarang. Sebenarnya beberapa kali dirinya sudah sering mengingatkan agar dalam pembuatan halte juga memperhatikan penyandang disabilitas.

Sebenarnya baik itu pembangunan halte dan trotoar sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. “Sesuai ketentuan, kemiringannya dari trotoar di bawah 10 derajat. Tapi banyak halte yang kemiringannya 20 derajat, bisa dicoba pasti akan njempalik (terbalik),” terangnya. Pihaknya bahkan sudah pernah menanyakan langsung kepada dinas terkait.

Jawaban dari pihak dinas, pembangunan halte tersebut atas rekomendasi dari konsultan proyek. “Karepe (maunya) konsultan itu membantu, tapi yang punya aturan itu pemerintah. Sebenarnya aturannya sudah bagus, “ ujarnya.

Pengajar di Universitas Katholik Soegijapranata Semarang ini sepakat Pemkot Semarang membuka banyak koridor lagi bus trans Semarang. Namun dia mengingatkan agar masalah yang sama tidak terulang lagi. “Khawatirnya nanti timbul masalah lagi,” tegasnya.

Arif purniawan
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 4.3991 seconds (0.1#10.140)