Kampanyekan Ilmu Pendakian untuk Tekan Korban Jiwa
A
A
A
Sejak film berjudu l5 cm diputar di bioskop-bioskop di seluruh Indonesia, kegandrungan masyarakat, khususnya khalayak muda untuk menaklukkan alam, terutama pegunungan, semakin tinggi.
Tak jarang, di berbagai gunung yang biasa digunakan untuk pendakian di negeri ini, banyak pendaki yang harus mengantre menunggu giliran untuk bisa menaklukkan ketinggian gunung tersebut. Namun, seiring dengan tingginya minat masyarakat untuk menjelajah alam itu, jumlah angka kematian maupun orang hilang saat mendaki gunung sangatlah tinggi. Salah satu faktornya, banyak pendaki yang tidak menguasai skill pendakian dan menganggap bahwa mendaki gunung adalah hal sepele.
Hal itulah yang membuat Michael Antony Ugiono, seorang anggota Badan Sar Nasional yang juga peraih Certified PADI Rescue Diver dan SAS Inggris mendirikan sebuah komunitas bernama Survival Skill Indonesia (SSI). Tepatnya pada awal 2014. “Sejak film itu (5 cm ) diputar, orang naik gunung seperti pasar malam. Semua berlomba-lomba mendaki gunung.
Padahal, mendaki gunung tidak semudah seperti di film itu,” kata Michael saat ditemui seusai memberikan pelatihan high angle rescue di Kali Garang, tepatnya kawasan Hutan Wisata Tinjomoyo Semarang kemarin. Bunuh diri, ungkapan itulah yang dikatakan oleh Michael kepada para pendaki yang tidak memiliki pengetahuan mendalam mengenai pendakian. Baginya, saat ini mendaki bukan hanya soal rasa, tapi lebih kepada modis dan sosialita.
“Akibatnya, banyak pendaki yang tidak tahu pengetahuan, skill , dan attitude nekat melakukan pendakian. Akibatnya, banyak nyawa melayang saat proses itu. Dari Desember 2013 hingga Februari ini sudah ada sembilan orang meninggal saat mendaki,” ungkapnya. Dari pengalaman itulah, Michael yang memang hobi mendaki sejak kecil berkeinginan memberikan ilmu dan pelajaran mengenai pendakian.
Melalui komunitas SSI yang didirikannya itu, masyarakat diharapkan menguasai ilmu-ilmu dasar petualangan seperti survival rescue, medical rescue, high angle rescue , dan sebagainya. “Sebenarnya tidak hanya bagi pelaku petualangan di alam bebas, tapi semua orang penting untuk menguasai ilmu-ilmu dasar survival ini.
Sebab, di perkotaan pun sering kali terjadi musibah yang sewaktu-waktu terjadi. Keterampilan bertahan hidup menjadi sangat penting bagi semua orang karena kita tidak pernah tahu kapan kita akan dihadapkan pada situasi yang biasa disebut Survival ini,” tandasnya. Koordinator SSI Kota Semarang Dwi Ilham, 34, mengatakan, saat ini anggota SSI di Kota Semarang berjumlah 15 orang.
Setiap hari mereka membuka pelayanan bagi siapa saja yang ingin belajar mengenai cara agar tetap survive dalam segala medan, khususnya pencinta alam. “Kami selalu terbuka bagi siapa saja masyarakat yang ingin belajar mengenai bagaimana cara bertahan hidup dalam keadaan darurat terbatas dengan memanfaatkan apa yang tersedia di sekitar.
Bagi yang tertarik, silakan datang ke basecamp kami di Srondol Kulon RT 1/RW 7 Kelurahan Banyumanik Semarang. Atau melalui Facebook kami di Survival Skill Indonesia,” ucapnya. Selain memberikan pelatihan kepada masyarakat yang ingin belajar langsung, pihaknya juga biasa memberikan materi kepada siswa-siswa sekolah di Kota Semarang.
Harapannya, kesadaran masyarakat mengenai ilmu pendakian semakin terasah. “Tujuannya jelas, memberikan ilmu tentang alam bebas untuk mengurangi jumlah kematian saat penaklukan alam bebas itu sendiri,” ujar Ilham. Salah satu peserta yang kemarin ikut dalam pelatihan Ny Darmadi, 42, mengatakan pentingnya ilmu pendakian itu.
Bersama keluarganya, termasuk suami dan kedua anaknya, dia bersemangat mengikuti pelatihan tersebut. “Soalnya ini penting sekali, materi-materi mengenai survival memang harus dikuasai bagi para pendaki. Kebetulan keluarga saya semuanya hobi mendaki dan sering meluangkan waktu untuk mendaki di gunung,” kata dia.
Andika Prabowo
Kota Semarang
Tak jarang, di berbagai gunung yang biasa digunakan untuk pendakian di negeri ini, banyak pendaki yang harus mengantre menunggu giliran untuk bisa menaklukkan ketinggian gunung tersebut. Namun, seiring dengan tingginya minat masyarakat untuk menjelajah alam itu, jumlah angka kematian maupun orang hilang saat mendaki gunung sangatlah tinggi. Salah satu faktornya, banyak pendaki yang tidak menguasai skill pendakian dan menganggap bahwa mendaki gunung adalah hal sepele.
Hal itulah yang membuat Michael Antony Ugiono, seorang anggota Badan Sar Nasional yang juga peraih Certified PADI Rescue Diver dan SAS Inggris mendirikan sebuah komunitas bernama Survival Skill Indonesia (SSI). Tepatnya pada awal 2014. “Sejak film itu (5 cm ) diputar, orang naik gunung seperti pasar malam. Semua berlomba-lomba mendaki gunung.
Padahal, mendaki gunung tidak semudah seperti di film itu,” kata Michael saat ditemui seusai memberikan pelatihan high angle rescue di Kali Garang, tepatnya kawasan Hutan Wisata Tinjomoyo Semarang kemarin. Bunuh diri, ungkapan itulah yang dikatakan oleh Michael kepada para pendaki yang tidak memiliki pengetahuan mendalam mengenai pendakian. Baginya, saat ini mendaki bukan hanya soal rasa, tapi lebih kepada modis dan sosialita.
“Akibatnya, banyak pendaki yang tidak tahu pengetahuan, skill , dan attitude nekat melakukan pendakian. Akibatnya, banyak nyawa melayang saat proses itu. Dari Desember 2013 hingga Februari ini sudah ada sembilan orang meninggal saat mendaki,” ungkapnya. Dari pengalaman itulah, Michael yang memang hobi mendaki sejak kecil berkeinginan memberikan ilmu dan pelajaran mengenai pendakian.
Melalui komunitas SSI yang didirikannya itu, masyarakat diharapkan menguasai ilmu-ilmu dasar petualangan seperti survival rescue, medical rescue, high angle rescue , dan sebagainya. “Sebenarnya tidak hanya bagi pelaku petualangan di alam bebas, tapi semua orang penting untuk menguasai ilmu-ilmu dasar survival ini.
Sebab, di perkotaan pun sering kali terjadi musibah yang sewaktu-waktu terjadi. Keterampilan bertahan hidup menjadi sangat penting bagi semua orang karena kita tidak pernah tahu kapan kita akan dihadapkan pada situasi yang biasa disebut Survival ini,” tandasnya. Koordinator SSI Kota Semarang Dwi Ilham, 34, mengatakan, saat ini anggota SSI di Kota Semarang berjumlah 15 orang.
Setiap hari mereka membuka pelayanan bagi siapa saja yang ingin belajar mengenai cara agar tetap survive dalam segala medan, khususnya pencinta alam. “Kami selalu terbuka bagi siapa saja masyarakat yang ingin belajar mengenai bagaimana cara bertahan hidup dalam keadaan darurat terbatas dengan memanfaatkan apa yang tersedia di sekitar.
Bagi yang tertarik, silakan datang ke basecamp kami di Srondol Kulon RT 1/RW 7 Kelurahan Banyumanik Semarang. Atau melalui Facebook kami di Survival Skill Indonesia,” ucapnya. Selain memberikan pelatihan kepada masyarakat yang ingin belajar langsung, pihaknya juga biasa memberikan materi kepada siswa-siswa sekolah di Kota Semarang.
Harapannya, kesadaran masyarakat mengenai ilmu pendakian semakin terasah. “Tujuannya jelas, memberikan ilmu tentang alam bebas untuk mengurangi jumlah kematian saat penaklukan alam bebas itu sendiri,” ujar Ilham. Salah satu peserta yang kemarin ikut dalam pelatihan Ny Darmadi, 42, mengatakan pentingnya ilmu pendakian itu.
Bersama keluarganya, termasuk suami dan kedua anaknya, dia bersemangat mengikuti pelatihan tersebut. “Soalnya ini penting sekali, materi-materi mengenai survival memang harus dikuasai bagi para pendaki. Kebetulan keluarga saya semuanya hobi mendaki dan sering meluangkan waktu untuk mendaki di gunung,” kata dia.
Andika Prabowo
Kota Semarang
(ars)