Ciptakan Kujang Sejak Puluhan Tahun Silam

Kamis, 26 Februari 2015 - 10:51 WIB
Ciptakan Kujang Sejak Puluhan Tahun Silam
Ciptakan Kujang Sejak Puluhan Tahun Silam
A A A
KOTA BANDUNG - Prang, prang, prang. Suara benturan benda keras selalu terdengar hampir di setiap sudut gang begitu memasuki Desa Mekarmaju, di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung.

Suara itu berasal dari aktivitas warga yang tengah membuat senjata tajam seperti golok, kujang, keris, dan beberapa jenis kerajinan lainnya. Tak kurang lebih dari 50 kepala keluarga (KK) selama puluhan tahun menjadi perajin senjata tradisional di lokasi itu. Tak heran, bila salah satu daerah yang berada di Kabupaten Bandung ini dikenal masyarakat dengan sebutan Kampung Golok, seiring aktivitas warga yang menjadikan kampung ini sentra produksi kerajinan senjata tradisional sejak 1950-an.

Beberapa kota/kabupaten di Jawa Barat hingga negeri jiran Malaysia pun menjadi pelanggan setia, membeli produk dari para pandai besi di Desa Mekarmaju itu. Warga asli setempat juga banyak yang menggantungkan hidupnya dari usaha ini termasuk dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Seorang perajin Jajat, 51, mengatakan, lebih dari 30 tahun dia membuat golok, kujang, dan sejumlah kerajinan tradisional lain.

Dia mengaku mendapatkan pengetahuan tentang membuat kerajinan ini dari nenek moyangnya terdahulu yang juga melakoni profesi yang sama. “Mungkin, sudah berabad-abad warga di sini berprofesi sebagai pandai besi secara turun temurun. Makanya saya terus memeliharanya,” kata dia. Meski Jajat umurnya tak lagi muda, serta tubuhnya tak sekekar dulu, namun dia tetap mampu membuat kerajinan berkualitas dari tangannya sendiri.

Disisi lain, dia juga harus menghidupi keluarganya dengan menjual golok. “Dulu saya hanya bisa buat lima golok dalam sehari. Saat ini bisa 20 buah. Karena untuk menajamkan golok tinggal pakai grinda otomatis, sementara untuk memanaskan baja sudah pakai blower,” katanya. Hal senada diungkapkan, Saiat, 29, yang telah menekuni pekerjaan sebagai pandai besi sejak kelas lima SD. Awalnya dia hanya membantu saja.

Menurut dia, bisnis yang dikembangkan merupakan warisan orang tua. Dia juga tidak tahu secara persis kapan kerajinan golok dikampungnya di mulai. “Namun, menurut cerita yang didapat dari ayah saya, kerajinan di kampung ini ada sejak 1950-an dan ada juga yang mengatakan sebelum Indonesia merdeka,” kata dia. Saiat menjelaskan, beberapa kerajinan yang berhasil dibuat di antaranya kujang, keris, belati, karambit, dan golok. Dalam satu minggu, dia bersama 11 karyawannya bisa menghasilkan 100 sampai 200 buah golok siap jual.

Sejauh ini, lanjut dia, pelanggan yang telah menjadi pembeli setianya berasal dari sejumlah daerah di Jabar dan Malaysia. “Untuk harga variatif. Mulai dari yang paling murah Rp45.000 hingga Rp1,5 juta. Penetapan harga tersebut bergantung dari ukuran serta design,” ujarnya. Bicara soal penghasilan, dalam satu bulan bisa meraup keuntungan Rp2-3 juta. Dikampungnya terdapat hampir 500 orang yang berprofesi sebagai perajin golok.

Ditambahkan Saiat, sudah menjadi tradisi warga di derahnya berbisnis golok. Begitupun kontribusi para sanak saudaranya membangun sentra kerajinan. “Para perempuan tugasnya mengukir sarung golok, melakukan plitur atau mempercantik permukaan sarung golok, atau bisa juga mengahaluskan sarung atau mengamplas. Untuk laki-laki melakukan pekerjaan yang berat. Seperti menempa baja, melakukan proses penajaman baja,” ucapnya.

Dila Nashear
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.7137 seconds (0.1#10.140)