Hati-Hati Penipuan Lowongan Kerja
A
A
A
MEDAN - Belakangan ini di Kota Medan banyak bertebaran brosur, pamflet dan iklan lowongan pekerjaan.
Brosur-brosur tersebut banyak dipasang di perempatan jalan, halte, mading kampus, atau tempat strategis yang mudah dibaca setiap orang. Jika dilihat sepintas isi brosur yang disebarkan sangat menarik minat pencari kerja. Seperti yang ditawarkan salah satu perusahaan yang menawarkan pengeleman bungkus teh celup.
Para pencari kerja ditawarkan pekerjaan mengelem bungkus teh celup dengan upah lumayan. Beberapa orang yang bekerja mengaku tertipu lantaran pekerjaannya jauh berbeda dengan yang dijanjikan dengan kesepakatan awal antara pekerja dan pihak perusahaan.
May Man, 31, warga Jalan Menteng VI mengaku istrinya bernama Desi, 21, tertipu dengan modus perusahaan itu. Dia mengakui mendapat informasi pekerjaan itu dari brosur. Dalam brosur itu tertulis “Dibutuhkan Mitra Freelance (Mitra Kerja) pengeleman kantong/ benang teh celup herbal dapat dikerjakan di rumah, penghasilan kerja ngelem 1 kotak/box (100 lembar) upah Rp50.000”.
Selanjutnya, dia bergegas mendatangi Kantor PT Hadena Indonesia (HDN) Cabang Utama Medan yang beralamat di Jalan Sakti Lubis Nomor 18 Simpang Limun Medan. Sesampainya di sana, dia mengaku dikenakan biaya pendaftaran Rp5.000. Beberapa hari kemudian dikenakan biaya keanggotaan Rp210.000.
Setelah mengikuti pendaftaran, dia diberikan kertas-kertas brosur dan bahan pengeleman teh. “Istri saya sudah bekerja tapi belum mendapatkan uang. Padahal, kami sudah mengeluarkan uang sebesar Rp210.000 ditambah Rp5.000 pendaftaran. Kami belum menerima biaya. Karena saya kesal saya minta uang kami dikembalikan karena saya menilai ini sudah penipuan. Namun, pihak Perusahaan tidak mau bayar,” katanya kepada KORAN SINDO MEDAN, Sabtu (21/2).
Keluhan yang sama disampaikan warga Jalan Bromo, Syarifuddin AL Ayubi Lubis. Dia merasa tertipu setelah meminta untuk mengelem boks yang kedua. Anehnya lagi para pekerja disuruh menyebarkan brosur dan anggota baru. Setelah mendapatkan anggota baru beberapa orang baru diperbolehkan melakukan pengeleman.
“Awalnya saya membayangkan kalau kerja hanya sekadar melakukan pengeleman dan dapat uang. Setelah membayar biaya pendaftaran sekitar Rp210.000, baru disampaikan harus menyebarkan brosur dan mendapatkan anggota baru,” katanya.
Tidak terima dengan sikap perusahaan, May Man dan Syarifuddin berencana mengumpulkan teman-teman yang merasa tertipu dengan perusahaan tersebut untuk melakukan aksi meminta uang mereka kembali. Selain itu, agar tidak ada lagi pencari kerja yang merasa tertipu. “Harusnya informasi dari awal harus jelas apa hak dan kewajibannya. Masak kita kerja malah rugi, kita demo,” katanya.
Terpisah, Bagian Keuangan PT Hadena Indonesia Cabang Utama Medan, Sarma, berdalih jika di tempat dia bekerja memiliki sistem dan sudah ada tertera di dalam brosur. Dia juga membantah pihaknya tidak menipu dan sudah sesuai kesepakatan.
Jika ada yang merasa tertipu, mereka tidak mengikuti sistem yang ada di perusahaan tersebut. “Kita bukan pabrik, ini kerjanya hanya order sponsor sistem,” katanya sambil menutup teleponnya.
Irwan siregar
Brosur-brosur tersebut banyak dipasang di perempatan jalan, halte, mading kampus, atau tempat strategis yang mudah dibaca setiap orang. Jika dilihat sepintas isi brosur yang disebarkan sangat menarik minat pencari kerja. Seperti yang ditawarkan salah satu perusahaan yang menawarkan pengeleman bungkus teh celup.
Para pencari kerja ditawarkan pekerjaan mengelem bungkus teh celup dengan upah lumayan. Beberapa orang yang bekerja mengaku tertipu lantaran pekerjaannya jauh berbeda dengan yang dijanjikan dengan kesepakatan awal antara pekerja dan pihak perusahaan.
May Man, 31, warga Jalan Menteng VI mengaku istrinya bernama Desi, 21, tertipu dengan modus perusahaan itu. Dia mengakui mendapat informasi pekerjaan itu dari brosur. Dalam brosur itu tertulis “Dibutuhkan Mitra Freelance (Mitra Kerja) pengeleman kantong/ benang teh celup herbal dapat dikerjakan di rumah, penghasilan kerja ngelem 1 kotak/box (100 lembar) upah Rp50.000”.
Selanjutnya, dia bergegas mendatangi Kantor PT Hadena Indonesia (HDN) Cabang Utama Medan yang beralamat di Jalan Sakti Lubis Nomor 18 Simpang Limun Medan. Sesampainya di sana, dia mengaku dikenakan biaya pendaftaran Rp5.000. Beberapa hari kemudian dikenakan biaya keanggotaan Rp210.000.
Setelah mengikuti pendaftaran, dia diberikan kertas-kertas brosur dan bahan pengeleman teh. “Istri saya sudah bekerja tapi belum mendapatkan uang. Padahal, kami sudah mengeluarkan uang sebesar Rp210.000 ditambah Rp5.000 pendaftaran. Kami belum menerima biaya. Karena saya kesal saya minta uang kami dikembalikan karena saya menilai ini sudah penipuan. Namun, pihak Perusahaan tidak mau bayar,” katanya kepada KORAN SINDO MEDAN, Sabtu (21/2).
Keluhan yang sama disampaikan warga Jalan Bromo, Syarifuddin AL Ayubi Lubis. Dia merasa tertipu setelah meminta untuk mengelem boks yang kedua. Anehnya lagi para pekerja disuruh menyebarkan brosur dan anggota baru. Setelah mendapatkan anggota baru beberapa orang baru diperbolehkan melakukan pengeleman.
“Awalnya saya membayangkan kalau kerja hanya sekadar melakukan pengeleman dan dapat uang. Setelah membayar biaya pendaftaran sekitar Rp210.000, baru disampaikan harus menyebarkan brosur dan mendapatkan anggota baru,” katanya.
Tidak terima dengan sikap perusahaan, May Man dan Syarifuddin berencana mengumpulkan teman-teman yang merasa tertipu dengan perusahaan tersebut untuk melakukan aksi meminta uang mereka kembali. Selain itu, agar tidak ada lagi pencari kerja yang merasa tertipu. “Harusnya informasi dari awal harus jelas apa hak dan kewajibannya. Masak kita kerja malah rugi, kita demo,” katanya.
Terpisah, Bagian Keuangan PT Hadena Indonesia Cabang Utama Medan, Sarma, berdalih jika di tempat dia bekerja memiliki sistem dan sudah ada tertera di dalam brosur. Dia juga membantah pihaknya tidak menipu dan sudah sesuai kesepakatan.
Jika ada yang merasa tertipu, mereka tidak mengikuti sistem yang ada di perusahaan tersebut. “Kita bukan pabrik, ini kerjanya hanya order sponsor sistem,” katanya sambil menutup teleponnya.
Irwan siregar
(ftr)