Jalin Komunikasi Warga Sunda di Perantauan

Senin, 16 Februari 2015 - 11:50 WIB
Jalin Komunikasi Warga Sunda di Perantauan
Jalin Komunikasi Warga Sunda di Perantauan
A A A
BANDUNG - Masyarakat suku Sunda merupakan etnis terbesar kedua di Indonesia. Tidak hanya tinggal di Tanah Pasundan, mereka menyebar hingga ke seluruh wilayah Indonesia.

Untuk semakin mempererat jalinan komunikasi antar masyarakat Sunda yang tinggal di luar Tanah Pasundan, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengukuhkan Forum Komunikasi Masyarakat Tatar Sunda Pangumbaraan (Formasunda) di Kuta, Bali, Sabtu (14/02) malam.

Aher sapaan akrab Gubernur Jabar mengungkapkan, masyarakat Sunda menjadi etnis terbesar kedua di Indonesia setelah masyarakat suku Jawa di Indonesia yang jumlahnya mencapai sekitar 45 juta orang dari total jumlah penduduk di Indonesia. “Orang Sunda adalah etnis kedua terbesar di Indonesia, kontribusinya untuk Tanah Air dari dulu sudah jelas atau terlihat,” kata Aher usai menghadiri deklarasi Formasunda.

Aher melanjutkan, di era sebelum kemerdekaan RI, banyak tokoh Jabar yang hadir atau memberikan kontribusi di kancah nasional. “Sebagai contoh mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin itu dari Sumedang, atau Ir H Juanda dengan Deklarasi Djuanda sebagai awal kejayaan maritim Indonesia dan Otto Iskandardinata,” sebutnya.

Mereka, kata Aher, telah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap bangsa ini melalui buah pemikiran dan kerja keras mereka. Selain itu, Aher juga mengatakan, 80% pergerakan nasionalis dan agamis di Indonesia terlahir di Bandung, Jabar.

“Tentu kita sangat berbangga, di samping pergerakan nasional dalam rangka merebut kemerdekaan hadir di Jabar, pada saat yang bersamaan tokoh nasional dari Jabar muncul ke permukaan saat itu,” terang Aher.

Menurut Aher, lahirnya Formasunda bukan untuk memuncul kan aspek kesukuan, namun untuk mempertegas masyarakat Sunda di Indonesia.“Dari sisi keanugerahan, orang Jawa Barat dapat anugerah besar dari Tuhan. Makanya saya minta paguyuban orang Sunda tidak memisahkannya dengan Jabar dan Banten, gak ada perbedaan antara Jabar dan Banten,” ucapnya.

Sementara itu, Pengagas sekaligus Ketua Umum Formasunda A Jaka Bandung, mengatakan, deklarasi Formasunda sekaligus perayaan hari ulang tahun (HUT) ke-7 Paguyuban Urang Sunda di Bali yang bertujuan untuk menyatukan semua masyarakat Sunda yang merantau di luar Jabar.

“Ini karena keprihatinan saya. Orang Sunda di tiap provinsi ada, tapi adanya hanya sekedar kelompok arisan atau kumpul-kumpul saja,” ungkapnya. Dia pun berharap adanya kebersamaan antara masyarakat Sunda yang merantau di Indonesia. “Jadi forum ini adalah ajang silaturahmi, menolong, jangan sampai orang Sunda ribut di perantauan,” katanya.

Masyarakat Sunda yang merantau di Pulau Dewata, kata Jaka, jumlahnya cukup banyak mencapai 20-40 ribu orang. “Cukup banyak jumlahnya untuk mereka yang di perantauan atau pangumbaraan,” katanya. Jaka mengungkapkan sebanyak 23 paguyuban perantau Jabar tingkat provinsi terlibat dalam mewujudkan terbentuknya Formasunda.

Lembaga sosial kekerabayan di provinsi lain yang belum bergabung, katanya, dipastikan segera memperkuat Formasunda. Menurut Jaka, Formasunda tidak hanya mempererat silaturahim antar perantau di berbagai daerah, namun juga menjadi modal jejering bagi
upaya meningkatkan kesejahteraan.

Kesejahteraan perantau yang baik, pada saat yang sama juga mendatangkan dampak positif bagi kemajuan Jabar sebagai kampung halaman. "Disengaja atau tidak disengaja, pertemuan rutin yang digelar berdampak positif bagi usaha atau pekerjaan masing-masing.

Terlebih lagi bila nantinya ada program yang dirancang khusus," ulas Jaka. Jaka Bandung menambahkan, sekretariatnya akan didirikan di Kota Bandung. "Dalam dua bulan ke depan, kami ingin berkumpul lengkap di Kota Bandung untuk berkenalan dan
meminta petunjuk para inohong (tetua adat dan pemerintahan).

Ketua Pengurus Besar Paguyuban Pasundan Didi Turmudzi mengatakan, semboyan silih asah, silih asih, silih asuh harus benar-benar dilaksanakan. Jangan kemudian di tambah dengan ‘silih dedet’. Sebab apa yang dihadapi orang Sunda makin berat meski
secara kuantitas jumlah etnis sunda terbesar kedua setelah Jawa.

“Silih asah, asih, asuh, titik. Jangan pakai koma. Silih dedetkeun, itu penyakit,” ucapnya. Orang sunda, kata Didi, harus melakukan reaktualisasi politik dengan memiliki keberanian untuk bersaing secara terbuka dengan etnis lain. Sebab fenomena politik bukanlah persoalan yang tabu hari ini dan lusa. “Tinggal bagaimana kepiawaian mengidentifikasi dan mengelola potensi politik yang ada agar tetap ada pada orbit ke-Sundaan dan ke-Indonesiaan,” ujarnya.

Diakui Didi, memang benar ke beradaan orang Sunda pun tidak lepas dari pembangunan bangsa ini. "Sejumlah nama seperti Otto Iskandardinata memiliki peran besar.

Orang Sunda lainnya yakni Djuanda sebagai pencetus Deklarasi Djuanda. Jadi orang Sunda tidak bisa diremehkan. Tetapi sayangnya kini tidak lagi terdengar kiprah orang Sunda yang sentral di nasional. Semoga ke depan orang Sunda bisa kembali berkontribusi besar," harap nya.

Yugi prasetyo
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 3.0239 seconds (0.1#10.140)