Penambang Batu Akik Rusak Perbukitan
A
A
A
PAGARALAM - Penambangan batu akik di Kota Pagaralam belakangan semakin marak, tak terkecuali di kawasan perbukitan. Agar tidak kebablasan, Ketua DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Pagaralam pun mendesak agar penambangan ini segera dibuatkan Perwako.
Ketua DPD KNPI Kota Pagaralam Jimmy Alamasyah Putra menegaskan, pihaknya mendesak Pemkot Pagaralam agar dapat membuat suatu Peraturan Wali kota (Perwako) yang mengatur larangan pengambilan batu khas Pagaralam.
Hal ini agar penambangan tidak dilakukan leluasa. “Sebenarnya, kita sangat mendukung masyarakat yang ingin mengambil batu khas Pagaralam sebagai bahan pembuatan batu akik. Hal ini dapat menggerakkan ekonomi kerakyatan.
Akantetapi, penambangan hendaknya juga memerhatikan ekosistem alam,” kata dia. Sebab, bila kondisi perbukitan di Kota Pagaralam terus di eksploitasi untuk mencari bahan akik, lama-lama ekosistem alam akan menjadi rusak. Apa lagi, untuk menghindari hal tidak diinginkan, terutama kerusakan ekosistem alam di Kota Pagaralam.
“Kami mendesak Pemkot Pagaralam untuk membuat suatu aturan, baik itu Perwako maupun Peraturan Daerah (Perda) Kota Pagaralam, yang mengatur larangan pe ngambilan bahan batu akik di Pagaralam dalam jumlah besar,” tegasnya.
Desakan yang pihaknya lontarkan lantaran belakangan banyak kendaraan dari luar masuk ke Kota Pagaralam, dengan mengangkut bahan batu akik untuk dibawa ke daerah luar. Batu ini di luar, bisa jadi nama nya bukan lagi dari Pagaralam. Untuk itu, hal inilah yang harus dihindari.
“Tidak hanya dari wilayah Sumsel, melainkan pula dari daerah Pulau Jawa sudah berbondong mengeksploitasi bahan batu akik khas Pagaralam,” bebernya. Jhoni, 35, penggemar batu akik mengatakan, batu akik khas Kota Pagaralam cukup unik. Untuk itu, batu akik ini harus dihak patenkan.
Jangan sampai ketika berada di luar Pagaralam, batu akik ini tidak diakui berasal dari Pagaralam. “Kita melihat banyak bahan batu akik khas suatu daerah, seperti Bengkulu dengan Red Raflesia, Baturaja dengan, Pacitan, Banten, Kalimantan dan lainnya. Jadi, batu khas Pagar alam juga harus ditekankan,” tukasnya.
Latih Warga Binaan “Ngasah” Batu Akik Sementara itu di Muaraenim, Pihak Lembaga Pemas yarakatan (Lapas) Klas IIB memberikan pelatihan kerajinan mengasah batu akik sebagai bagian dari Pembinaan Kerja (Binker) kepada para warga binaan. Kalapas Klas IIB Muaraenim Imam Purwanto melalui Kepala Satuan Pengamanan Lapas Jauhari mengatakan, setidaknya saat ini ada sekitar 30 warga binaan yang menggeluti kerajinan batu akik tersebut.
Sementara untuk bahan baku, pihaknya mendatangkan dari beberapa daerah seperti Baturaja, Kikim, dan jenis batu akik lokal. Saat ini Lapas Muaraenim memiliki empat unit mesin penghalus batu akik atau gerinda mesin yang digunakan para warga binaan tersebut.
“Jadi mereka itu berbagi tugas, ada yang bagian potong, penghalusan dan finishing berupa penghalusan batu,” jelasnya. Saat ini menurutnya, sedang berusaha mencari peluang pemasaran dan upaya kerja sama dengan pihak lain untuk memasarkan batu-batu akik hasil olahan para warga binaan tersebut.
Mereka juga berharap adanya perhatian dari pihak terkait seperti Dinas Sosial dan steakholder lain agar dapat memberikan bantuan dan perhatian kepada para warga binaan tersebut. “Kalau mesinnya lebih banyak, berarti banyak juga warga binaan yang bisa kita libatkan, selain itu pemasarannya juga bisa lebih luas,” ujarnya.
Sementara salah seorang warga binaan, Rizal mengaku, dengan adanya kesibukan mengasah batu akik, minimal mereka tidak merasakan kebosanan selama di dalam karena tidak memiliki aktivitas. Selain itu menurutnya, dengan adanya aktivitas tersebut, mereka bisa menyalurkan bakat dan hobi mereka terhadap batu akik.
Irhamudin sp/ yayan darwansah
Ketua DPD KNPI Kota Pagaralam Jimmy Alamasyah Putra menegaskan, pihaknya mendesak Pemkot Pagaralam agar dapat membuat suatu Peraturan Wali kota (Perwako) yang mengatur larangan pengambilan batu khas Pagaralam.
Hal ini agar penambangan tidak dilakukan leluasa. “Sebenarnya, kita sangat mendukung masyarakat yang ingin mengambil batu khas Pagaralam sebagai bahan pembuatan batu akik. Hal ini dapat menggerakkan ekonomi kerakyatan.
Akantetapi, penambangan hendaknya juga memerhatikan ekosistem alam,” kata dia. Sebab, bila kondisi perbukitan di Kota Pagaralam terus di eksploitasi untuk mencari bahan akik, lama-lama ekosistem alam akan menjadi rusak. Apa lagi, untuk menghindari hal tidak diinginkan, terutama kerusakan ekosistem alam di Kota Pagaralam.
“Kami mendesak Pemkot Pagaralam untuk membuat suatu aturan, baik itu Perwako maupun Peraturan Daerah (Perda) Kota Pagaralam, yang mengatur larangan pe ngambilan bahan batu akik di Pagaralam dalam jumlah besar,” tegasnya.
Desakan yang pihaknya lontarkan lantaran belakangan banyak kendaraan dari luar masuk ke Kota Pagaralam, dengan mengangkut bahan batu akik untuk dibawa ke daerah luar. Batu ini di luar, bisa jadi nama nya bukan lagi dari Pagaralam. Untuk itu, hal inilah yang harus dihindari.
“Tidak hanya dari wilayah Sumsel, melainkan pula dari daerah Pulau Jawa sudah berbondong mengeksploitasi bahan batu akik khas Pagaralam,” bebernya. Jhoni, 35, penggemar batu akik mengatakan, batu akik khas Kota Pagaralam cukup unik. Untuk itu, batu akik ini harus dihak patenkan.
Jangan sampai ketika berada di luar Pagaralam, batu akik ini tidak diakui berasal dari Pagaralam. “Kita melihat banyak bahan batu akik khas suatu daerah, seperti Bengkulu dengan Red Raflesia, Baturaja dengan, Pacitan, Banten, Kalimantan dan lainnya. Jadi, batu khas Pagar alam juga harus ditekankan,” tukasnya.
Latih Warga Binaan “Ngasah” Batu Akik Sementara itu di Muaraenim, Pihak Lembaga Pemas yarakatan (Lapas) Klas IIB memberikan pelatihan kerajinan mengasah batu akik sebagai bagian dari Pembinaan Kerja (Binker) kepada para warga binaan. Kalapas Klas IIB Muaraenim Imam Purwanto melalui Kepala Satuan Pengamanan Lapas Jauhari mengatakan, setidaknya saat ini ada sekitar 30 warga binaan yang menggeluti kerajinan batu akik tersebut.
Sementara untuk bahan baku, pihaknya mendatangkan dari beberapa daerah seperti Baturaja, Kikim, dan jenis batu akik lokal. Saat ini Lapas Muaraenim memiliki empat unit mesin penghalus batu akik atau gerinda mesin yang digunakan para warga binaan tersebut.
“Jadi mereka itu berbagi tugas, ada yang bagian potong, penghalusan dan finishing berupa penghalusan batu,” jelasnya. Saat ini menurutnya, sedang berusaha mencari peluang pemasaran dan upaya kerja sama dengan pihak lain untuk memasarkan batu-batu akik hasil olahan para warga binaan tersebut.
Mereka juga berharap adanya perhatian dari pihak terkait seperti Dinas Sosial dan steakholder lain agar dapat memberikan bantuan dan perhatian kepada para warga binaan tersebut. “Kalau mesinnya lebih banyak, berarti banyak juga warga binaan yang bisa kita libatkan, selain itu pemasarannya juga bisa lebih luas,” ujarnya.
Sementara salah seorang warga binaan, Rizal mengaku, dengan adanya kesibukan mengasah batu akik, minimal mereka tidak merasakan kebosanan selama di dalam karena tidak memiliki aktivitas. Selain itu menurutnya, dengan adanya aktivitas tersebut, mereka bisa menyalurkan bakat dan hobi mereka terhadap batu akik.
Irhamudin sp/ yayan darwansah
(ftr)