Ruko di Tengah Gempuran Toko Online

Selasa, 10 Februari 2015 - 11:55 WIB
Ruko di Tengah Gempuran Toko Online
Ruko di Tengah Gempuran Toko Online
A A A
BEBERAPA tahun ke belakang ruko atau rumah toko mengalami masa keemasan dengan ceruk pasar yang terus tumbuh. Namun kini sedang tren toko online di mana orang tak perlu punya toko untuk menjual barang. Bagaimana prospek bisnis properti ini di 2015?

Ferdina Cahyanti,29, sudah beberapa tahun ini menjual mainan anak-anak dan pakaian bayi. Dulu dia menyewa sebuah ruko dua tingkat dengan harga Rp 9 juta setahun di kawasan Cigiringsing (Cijambe), Kota Bandung. Namun sejak setahun lalu dia dan suaminya banting setir ke bisnis online. Semua barang-barangnya dijual melalui laman internet dan blackberry messenger (BBM).

Alasannya sederhana, sang pemilik ruko dua lantai itu menaikkan harga sewa menjadi Rp12 juta. Bagi wirausaha dengan modal tak begitu besar seperti Ferdina, harga sewa segitu jelas bukan pilihan. Menyewa ruko di kawasan perbatasan Kota Bandung- Kabupaten Bandung baginya adalah hal terbaik dan termurah. Pasalnya, sekian kali Ferdina mencari ruko di pusat kota, harganya sudah selangit.

Menurut dia, perkembangan bisnis sewa ruko dinilai sudah tak sehat lagi. Pasalnya dari hitunghitungan secara ekonomi saja, harga sewa ruko di Kota Bandung sudah tak rasional. Harga sewa atau jual tak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat.

“Imbasnya tentu besaran keuntungan tak sebanding dengan biaya operasional (sewa ruko). Ini tak hanya terjadi di pinggir jalan besar, namun juga di pelosok Kota Bandung. Di daerah Cicaheum saja sewa ruko dua lantai gedung lama mencapai Rp43 juta per tahun. Sementara di pelosok ratarata Rp12 juta per tahun dengan ukuran 4x5 meter,” ungkap Ferdina kepada KORAN SINDO.

Untuk menekan biaya operasional, toko online menjadi solusi terbaik baginya untuk menjangkau konsumen lebih banyak. Terlebih dengan bujet yang jauh lebih terjangkau. “Hitung-hitungan operasional saja, biaya sewa buat webenggak sampai Rp1juta per tahun. Selain itu jaringannya tentu lebih luas, enggak terbatas di kawasan tersebut. Kepala BI (Bank Indonesia) kan sempat memprediksi harga properti di Bandung bisa deadlock karena kenaikan harganya enggak masuk akal,” terangnya.

Berbeda dengan Ferdina, Barli pemilik ruko di Jalan Elang Raya, Kota Bandung masih optimistis tempatnya bisa mendatangkan keuntungan bagi dia dan keluarganya. Meski dia lebih nyaman ketika lokasi bisnis dan hunian ada di tempat terpisah, tapi dengan memiliki ruko setidaknya dia bisa menekan biaya operasional.

“Pilihan memiliki ruko hanya karena kebutuhan saja. Keinginan saya sendiri tentu memiliki rumah nyaman yang terpisah dari aktivitas usaha atau kantor. Ya, ada sisi positif dan negatifnya,” ujar lelaki yang telah menempati ruko itu selama 20 tahun.

Soal investasi ruko, Barli menyadari betul itu sangat prospektif. Baginya tak ada yang dalam berbisnis properti. Awal membeli, Barli harus merogok kocek Rp150 juta. Kini harga jual bangunannya sudah berkali-kali lipat. “Investasi dalam properti saya kira tak pernah mengenal rugi,” katanya.

Memang, kata dia, sekarang ini relatif sulit untuk memasarkan ruko baik untuk dibeli atau disewa. Tapi itu lebih kepada lokasi ruko yang dinilai kurang menguntungkan untuk dipakai buka usaha. “Bila ada ruko yang sulit dijual atau disewakan itu mungkin bergantung pada lokasinya yang kurang strategis. Selain itu transaksi ekonomi secara langsung tentu masih menjadi budaya kita saat ini,” ujarnya.

Prasetya Hutama dari pengembang PT Prima Adikara Mandiri menilai pasar properti ruko dinilai masih potensial. Terbukti tingkat permintaan dari pengusaha properti cenderung meningkat dari tahun sebelumnya. Dari nilai investasi, ruko dinilai lebih menguntungkan dibanding aset properti seperti rumah hunian.

Dalam usaha sewa properti, bangunan ruko memiliki fungsi yang lebih luas, baik untuk aktivitas perkantoran maupun jual beli barang atau jasa. “Jasa konsultan arsitek untuk bangunan ini saya nilai lebih bekembang dibanding tahun sebelumnya. Dari risiko terburuk, ruko yang sepi peminat masih tetap bisa dijadikan hunian bagi penggunanya,” ujar Prasetya.

Soal sulitnya pengembang memasarkan ruko, menurutnya hanya persoalan waktu saja. Pasalnya ruko dinilai masih menjadi faktor yang menumbuhkan kondisi ekonomi masyarakat sebuah kota. Dia pun menolak anggapan bahwa ruko di Kota Bandung sudah overload. “Investasi dalam ruko tidak bisa dikatakan overload juga. Karena di kemudian hari ruko tentu akan semakin potensial. Jadi incarannya tentu dalam jangka panjang,” ujar Pras.

Pengamat ekonomi Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi melihat konsep bisnis dengan ruko merupakan hal positif bagi pertumbuhan ekonomi kota. Namun dia menggarisbawahi tidak semua wilayah di kota ini bisa disulap menjadi ruko. “Pertumbuhan ruko biasanya berkembang di luar Pulau Jawa yang lahannya lebih luas. Untuk Bandung sendiri dengan jumlah penduduk mencapai 5 juta, konsep ruko sendiri positif meskipun tak semua wilayah bisa disulap jadi ruko,” ujarnya.

Namun tantangan terbesar yang harus dihadapi pengembang, katanya, bagaimana memasarkan ruko itu kepada masayarakat baik dalam bentuk pembelian atau penyewaan. Menurutnya, harga ruko di Bandung saat ini sudah tak rasional alias terlalu mahal. Harga jualnya kerap tidak merefleksikan kualitas bangunan dan lokasinya.

Tak heran ini permintaan terhadap ruko trennya menurun. Hanya orang berduit saja yang bisa membeli atau menyewa ruko saat ini. “Dari jumlah masyarakat di Kota Bandung mencapai 5 juta, masyarakat yang mampu mengakses itu sekitar 15- 20%,” ujarnya.

Bermunculannya banyak usaha online bisa jadi dampak dari mahalnya harga ruko. Namun, kata dia, sebenarnya toko online dan ruko bisa dikolaborasikan. Pasalnya untuk menggiring langsung konsumen ke toko online saat ini masih membutuhkan beberapa hal, seperti fitur keamanan transaksi.

“Saya kira pengembangan usaha online lebih banyak kepada promosi dan pemasaran. Tapi untuk transaksi masih lebih ke yang sifatnya langsung,” ujar Kartabi.

Heru Muthahari
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7837 seconds (0.1#10.140)