Karyawan Keracunan Massal, Ini Penjelasan PT Dong Young Tress
A
A
A
BANTUL - PT Dong Young Tress, perusahaan asal Korea yang belum lama ini mendapat sorotan karena kasus keracunan massal karyawannya, akhirnya bicara. Perusahaan rambut palsu itu mengaku sudah berupaya memperbaiki sistem perekrutan penyedia makanan untuk karyawan mereka yang lembur.
Kepala Bagian Sumber Daya Manusia (SDM) Agung Sutrisno mengungkapkan, belajar dari pengalaman kasus keracunan yang pertama, mereka berupaya mencari katering yang sudah mengantongi izin sesuai dengan perintah dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul.
Sebab, pada keracunan pertama, katering yang digunakan ternyata belum mengantongi izin penyelenggara jasa makanan.
"Sudah kami perbaiki, setidaknya ada tiga perusahaan katering yang memasukkan penawaran," tuturnya, Minggu (8/2/2015).
Pihaknya berusaha melakukan penyelidikan lebih lanjut. Satu perusahaan sudah pernah digunakan sebanyak dua kali namun akhirnya urung dikontrak karena tidak sanggup. Sementara, perusahaan lain batal karena ternyata ada perusahaan konveksi yang telah menggunakannya tetapi juga keracunan.
Namun, karena dituntut oleh buyer agar segera memenuhi pesanan, mereka akhirnya menggunakan Ridho Katering yang berada di Kota Gede tanpa melakukan kroscek lapangan.
Selama dua minggu lembur, mereka sudah menggunakan jasa katering tersebut. Apes, pekan lalu karyawan mereka mengalami keracunan.
"Kami pikir kalau sudah mengantongi izin, mereka benar-benar sesuai kategori. Pihak Dinkes tentu tidak gegabah mengeluarkan izin," tuturnya.
Untuk kasus keracunan kali ini, pihak katering sudah mengakui kesalahan yang dituangkan pernyataan hitam di atas putih. Mereka mengakui santan yang digunakan adalah sisa dari santan sehari sebelumnya yang dicampur dengan santan hari tersebut.
Sebenarnya, pihak perusahaan sudah berinisiatif memberi uang makan dalam bentuk tunai, tetapi hal tersebut dilarang Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) karena bertentangan dengan undang-undang.
Ke depan, pihaknya akan berupaya melaksanakan rekomendasi DPRD Bantul untuk membagi jatah makanan ke beberapa perusahan katering.
Pihaknya juga membantah telah mengeksploitasi karyawan dengan memaksa lembur sampai 20 jam kerja. Selama ini, jam lembur karyawan hanya sampai pukul 18.00 untuk shift pagi, sementara untuk shift siang jam lemburnya dari pukul 18.00 hingga pukul 20.00 WIB.
Untuk shift malam, pihak perusahaan memberikan jatah makan tambahan.
Kepala Disnaker Bantul Susanto mengaku akan melakukan investigasi menyeluruh terkait dengan perusahaan rambut palsu tersebut. Mereka tidak akan ragu memberikan sanksi jika ke depan ditemukan pelanggaran administrasi atau jam kerja karyawan.
Kepala Bagian Sumber Daya Manusia (SDM) Agung Sutrisno mengungkapkan, belajar dari pengalaman kasus keracunan yang pertama, mereka berupaya mencari katering yang sudah mengantongi izin sesuai dengan perintah dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul.
Sebab, pada keracunan pertama, katering yang digunakan ternyata belum mengantongi izin penyelenggara jasa makanan.
"Sudah kami perbaiki, setidaknya ada tiga perusahaan katering yang memasukkan penawaran," tuturnya, Minggu (8/2/2015).
Pihaknya berusaha melakukan penyelidikan lebih lanjut. Satu perusahaan sudah pernah digunakan sebanyak dua kali namun akhirnya urung dikontrak karena tidak sanggup. Sementara, perusahaan lain batal karena ternyata ada perusahaan konveksi yang telah menggunakannya tetapi juga keracunan.
Namun, karena dituntut oleh buyer agar segera memenuhi pesanan, mereka akhirnya menggunakan Ridho Katering yang berada di Kota Gede tanpa melakukan kroscek lapangan.
Selama dua minggu lembur, mereka sudah menggunakan jasa katering tersebut. Apes, pekan lalu karyawan mereka mengalami keracunan.
"Kami pikir kalau sudah mengantongi izin, mereka benar-benar sesuai kategori. Pihak Dinkes tentu tidak gegabah mengeluarkan izin," tuturnya.
Untuk kasus keracunan kali ini, pihak katering sudah mengakui kesalahan yang dituangkan pernyataan hitam di atas putih. Mereka mengakui santan yang digunakan adalah sisa dari santan sehari sebelumnya yang dicampur dengan santan hari tersebut.
Sebenarnya, pihak perusahaan sudah berinisiatif memberi uang makan dalam bentuk tunai, tetapi hal tersebut dilarang Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) karena bertentangan dengan undang-undang.
Ke depan, pihaknya akan berupaya melaksanakan rekomendasi DPRD Bantul untuk membagi jatah makanan ke beberapa perusahan katering.
Pihaknya juga membantah telah mengeksploitasi karyawan dengan memaksa lembur sampai 20 jam kerja. Selama ini, jam lembur karyawan hanya sampai pukul 18.00 untuk shift pagi, sementara untuk shift siang jam lemburnya dari pukul 18.00 hingga pukul 20.00 WIB.
Untuk shift malam, pihak perusahaan memberikan jatah makan tambahan.
Kepala Disnaker Bantul Susanto mengaku akan melakukan investigasi menyeluruh terkait dengan perusahaan rambut palsu tersebut. Mereka tidak akan ragu memberikan sanksi jika ke depan ditemukan pelanggaran administrasi atau jam kerja karyawan.
(zik)