Pengelolaan Sampah Organik Terbengkalai

Kamis, 05 Februari 2015 - 11:16 WIB
Pengelolaan Sampah Organik Terbengkalai
Pengelolaan Sampah Organik Terbengkalai
A A A
SLEMAN - Pusat pengolahan pupuk organik di Dusun Tamanan, Desa Tamanmartani, Kalasan, Sleman, terancam terbengkalai.

Sebab belum ada kejelasan kapan tempat itu akan dioperasikan. Padahal sarana dan prasarana sudah siap sejak Desember 2014 lalu. Kepala Unit Pusat Pengolahan Pupuk Organik Tamanan, Widodo mengakui, ada kendala teknis di antaranya belum ada bimbingan teknis (bimtek), terutama yang menyangkut pengelolaan dan manajemen.

“Untuk bimtek, kami masih menunggu dana. Rencananya Februari ini turun. Tetapi, hingga sekarang belum ada infonya,” ungkap Widodo saat menerima kunjungan dari Bagian Humas Pemkab Sleman, kemarin.

Widodo mengungkapkan, agar peralatan pengolahan pupuk tidak mubazir, dia mengharapkan segera ada bimtek, termasuk pelatihan sumber daya manusia (SDM). Dengan adanya kegiatan ini tempat tersebut segera bisa dioperasikan. Apalagi biaya pengadaan peralatan pengolahan sampah itu besar, yakni Rp1,4 miliar.

Anggaran ini merupakan hibah dari kementerian perindustrian tahun 2014. “Karena belum dioperasikan, juga menjadi temuan dari inspektorat jenderal kementerian perindustrian,” ungkapnya. Widodo menjelaskan, tempat pengolahan pupuk itu nanti dapat mengolah 1,2 ton kotoran sapi per satu jam.

Bahan bakunya berasal dari para peternak di Kalasan. Di Kalasan ada 14 kandang kelompok dengan populasi sapi mencapai 900 ekor. “Pupuk organik nanti sudah ada kerja sama dengan BUMN Petrokimia, terutama untuk pemasarannya,” katanya.

Staf Desa Tamanmartani, Ujang menambahkan, tempat pengolahan sampah organik yang menempati tanah kas desa seluas 500 meter persegi itu nanti akan menjadi badan usaha milik desa (BUMD). Karena itu, setelah beroperasi diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Tamanmartani.

Dukuh Tamanan, Hasto Sri Wibowo mengatakan, pusat pengolahan pupuk organik dapat berjalan lancar dan tidak berhenti di tengah jalan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan warga. “Tahun 2000 dulu pernah untuk pembuatan kompos, tapi tidak jalan karena terkendala pemasaran,” ujarnya.

Priyo Setyawan
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6529 seconds (0.1#10.140)