Anak Tewas Dianiaya Polisi, Orangtua Lapor LSM
A
A
A
YOGYAKARTA - Pasangan suami istri Sumadi Harta dan Sumartini, warga Gatak, Sumberagung, Moyudan, Sleman, mengadukan dugaan penganiayaan anggota polisi terhadap putra mereka hingga tewas, ke LSM Jogja Police Watch (JPW).
"Saya dikasih tahu polisi, pada hari Sabtu 24 Januari 2015, katanya anak saya jatuh dari mobil dan dirawat di RS Wirosaban," kata Sumartini, pada wartawan, mulai menceritakan kisah tragis putranya, Rabu (4/2/2015).
Namun saat itu, dia menolak diantar satu mobil dengan polisi untuk menengok ke RS Wirosaban. Dengan mengendarai motor, Sumartini datang membesuk putranya yang sedang terbaring di ICU RS Wirosaban.
"Saya shock melihat kondisinya sudah tidak bisa diajak bicara. Saya kira cuma lecet-lecet, tapi ternyata luka-luka di bagian kepala," jelasnya.
Kata polisi, lanjut dia, putranya terjatuh karena lompat dari mobil. Hanya saja, beberapa saksi yang tak lain teman-temannya Maulana memberitahukan, kalau korban dihajar polisi yang menangkapnya.
"Ada saksi, teman anak saya bilang 'Buk, anakmu ora tibo (bu, anakmu tidak jatuh), tapi disiksa polisi.' Maulana sampai bilang 'ampun pak, ampuk pak, tapi tetap dipukuli hingga tak ada suaranya lagi'," jelasnya.
Saat pemukulan terjadi, pada hari Jumat 23 Februari 2015, para saksi yang lebih dari satu orang itu ditutup bagian matanya oleh polisi, serta kedua tangannya diborgol. Setelah dihajar dengan balok kayu dan besi, korban dibawa ke RS Wirosaban.
"Di rumah sakit dijaga ketat polisi, saya sempat foto hingga lima kali dengan kamera digital, tapi sama polisi dilarang dan disuruh menghapus. Kondisi luka parah itu di bagian kepala, mata sebelah kiri lebam," katanya.
Petang harinya, lanjut dia, polisi melayangkan surat penangkapan. Alasan polisi menangkap, karena ditengarai sebagai pelaku kejahatan, yakni penjambretan.
"Sorenya saya disodori surat penangkapan, katanya pelaku penjambretan. Malam harinya saya juga disuruh tanda tangan surat pernyataan, supaya tidak menuntut siapapun atas kondisi Maulana," jelasnya dengan mata berkaca-kaca.
Beberapa hari menjalani perawatan medis, nyawa Maulana tak tertolong. Putra pertama dari tiga bersaudara itu tewas pada hari Minggu 1 Februari 2015. Pihak keluarga tak terima dan meminta autopsi di RSUP Dr Sarjito Yogyakarta.
"Autopsi sudah dilakukan, tapi hasilnya belum keluar," jelasnya.
Keluarga ini juga sudah mengadu ke Polda DIY perihal kejanggalan kematian Maulana. Sumardi Harta, ayah Maulana, melapor ke Polda DIY dengan mendapat bukti laporan LP/92/II/DIY/2015/SPKT pada Selasa 3 Februari 2015.
"Saya enggak terima, karena katanya anak saya dibawa (ditangkap) dalam kondisi sehat, tapi pulang sudah tidak bernyawa," imbuh Sumardi.
Keluarga ini mendesak agar oknum yang terlibat diproses hukum sebagaimana mestinya. Mereka juga berharap, agar Kapolda DIY Brigjen Pol Oerip Subagyo mencopot Kapolres Bantul AKBP Surawan yang diduga melindungi anak buahnya yang melakukan penganiayaan hingga tewas.
"Siapapun yang terlibat harus dihukum berat, kalau boleh meminta agar Kapolres Bantul dicopot," pintanya.
Menanggapi laporan keluarga korban, Divisi Pengaduan Masyarakat JPW Baharudin Kamba akan melakukan koordinasi, dan melakukan kroscek. Phaknya juga bakal melayangkan surat kepada Kompolnas, Komnasham, LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi Korban), hingga Presiden Joko Widodo, supaya kasus Maulana diungkap tuntas.
"Surat ke LPSK ini sangat penting, untuk melindungi saksi-saksi yang bisa saja nanti mendapat tekanan dari polisi. Kami minta perlindungan saksi pada LPSK nantinya," jelasnya.
JPW, kata dia, akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Pihaknya berharap, polisi dapat menyelesaikan kasus ini meski itu melibatkan oknum anggotanya.
"Kami minta polisi tidak bertindak sewenang-wenang. Pemukulan tidak bisa dibenarkan dengan dalih apapun. Kita lihat kasus Reza Gunungkidul itu bagaimana? Tidak tuntas. Jangan sampai ada Maulana lain akibat kecerobohan oknum polisi," bebernya.
Terpisah, Kapolres Bantul AKBP Surawan belum bisa panjang lebar menyampaikan kasus ini. Pihaknya sudah mendengar adanya informasi ini. Hanya saja, pihaknya belum bisa menyimpulkan, karena masih dalam penyelidikan internal.
"Semua petugas yang terlibat masih diperiksa Propam, kita masih dalami kasus Maulana," jelasnya.
Pihaknya juga belum menyimpulkan apakah anggotanya terlibat pemukulan atau tidak. Hanya saja, informasi yang diperoleh Maulana terjatuh dari mobil saat meloncat keluar.
Pihaknya tengah mendalami apakah pemukulan yang diduga melibatkan anggotanya menyebabkan korban meninggal. "Saya belum tahu, kita lihat hasil pemeriksaan dari Provos nanti," jelasnya.
"Saya dikasih tahu polisi, pada hari Sabtu 24 Januari 2015, katanya anak saya jatuh dari mobil dan dirawat di RS Wirosaban," kata Sumartini, pada wartawan, mulai menceritakan kisah tragis putranya, Rabu (4/2/2015).
Namun saat itu, dia menolak diantar satu mobil dengan polisi untuk menengok ke RS Wirosaban. Dengan mengendarai motor, Sumartini datang membesuk putranya yang sedang terbaring di ICU RS Wirosaban.
"Saya shock melihat kondisinya sudah tidak bisa diajak bicara. Saya kira cuma lecet-lecet, tapi ternyata luka-luka di bagian kepala," jelasnya.
Kata polisi, lanjut dia, putranya terjatuh karena lompat dari mobil. Hanya saja, beberapa saksi yang tak lain teman-temannya Maulana memberitahukan, kalau korban dihajar polisi yang menangkapnya.
"Ada saksi, teman anak saya bilang 'Buk, anakmu ora tibo (bu, anakmu tidak jatuh), tapi disiksa polisi.' Maulana sampai bilang 'ampun pak, ampuk pak, tapi tetap dipukuli hingga tak ada suaranya lagi'," jelasnya.
Saat pemukulan terjadi, pada hari Jumat 23 Februari 2015, para saksi yang lebih dari satu orang itu ditutup bagian matanya oleh polisi, serta kedua tangannya diborgol. Setelah dihajar dengan balok kayu dan besi, korban dibawa ke RS Wirosaban.
"Di rumah sakit dijaga ketat polisi, saya sempat foto hingga lima kali dengan kamera digital, tapi sama polisi dilarang dan disuruh menghapus. Kondisi luka parah itu di bagian kepala, mata sebelah kiri lebam," katanya.
Petang harinya, lanjut dia, polisi melayangkan surat penangkapan. Alasan polisi menangkap, karena ditengarai sebagai pelaku kejahatan, yakni penjambretan.
"Sorenya saya disodori surat penangkapan, katanya pelaku penjambretan. Malam harinya saya juga disuruh tanda tangan surat pernyataan, supaya tidak menuntut siapapun atas kondisi Maulana," jelasnya dengan mata berkaca-kaca.
Beberapa hari menjalani perawatan medis, nyawa Maulana tak tertolong. Putra pertama dari tiga bersaudara itu tewas pada hari Minggu 1 Februari 2015. Pihak keluarga tak terima dan meminta autopsi di RSUP Dr Sarjito Yogyakarta.
"Autopsi sudah dilakukan, tapi hasilnya belum keluar," jelasnya.
Keluarga ini juga sudah mengadu ke Polda DIY perihal kejanggalan kematian Maulana. Sumardi Harta, ayah Maulana, melapor ke Polda DIY dengan mendapat bukti laporan LP/92/II/DIY/2015/SPKT pada Selasa 3 Februari 2015.
"Saya enggak terima, karena katanya anak saya dibawa (ditangkap) dalam kondisi sehat, tapi pulang sudah tidak bernyawa," imbuh Sumardi.
Keluarga ini mendesak agar oknum yang terlibat diproses hukum sebagaimana mestinya. Mereka juga berharap, agar Kapolda DIY Brigjen Pol Oerip Subagyo mencopot Kapolres Bantul AKBP Surawan yang diduga melindungi anak buahnya yang melakukan penganiayaan hingga tewas.
"Siapapun yang terlibat harus dihukum berat, kalau boleh meminta agar Kapolres Bantul dicopot," pintanya.
Menanggapi laporan keluarga korban, Divisi Pengaduan Masyarakat JPW Baharudin Kamba akan melakukan koordinasi, dan melakukan kroscek. Phaknya juga bakal melayangkan surat kepada Kompolnas, Komnasham, LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi Korban), hingga Presiden Joko Widodo, supaya kasus Maulana diungkap tuntas.
"Surat ke LPSK ini sangat penting, untuk melindungi saksi-saksi yang bisa saja nanti mendapat tekanan dari polisi. Kami minta perlindungan saksi pada LPSK nantinya," jelasnya.
JPW, kata dia, akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Pihaknya berharap, polisi dapat menyelesaikan kasus ini meski itu melibatkan oknum anggotanya.
"Kami minta polisi tidak bertindak sewenang-wenang. Pemukulan tidak bisa dibenarkan dengan dalih apapun. Kita lihat kasus Reza Gunungkidul itu bagaimana? Tidak tuntas. Jangan sampai ada Maulana lain akibat kecerobohan oknum polisi," bebernya.
Terpisah, Kapolres Bantul AKBP Surawan belum bisa panjang lebar menyampaikan kasus ini. Pihaknya sudah mendengar adanya informasi ini. Hanya saja, pihaknya belum bisa menyimpulkan, karena masih dalam penyelidikan internal.
"Semua petugas yang terlibat masih diperiksa Propam, kita masih dalami kasus Maulana," jelasnya.
Pihaknya juga belum menyimpulkan apakah anggotanya terlibat pemukulan atau tidak. Hanya saja, informasi yang diperoleh Maulana terjatuh dari mobil saat meloncat keluar.
Pihaknya tengah mendalami apakah pemukulan yang diduga melibatkan anggotanya menyebabkan korban meninggal. "Saya belum tahu, kita lihat hasil pemeriksaan dari Provos nanti," jelasnya.
(san)