Pemerintahan Cirebon Nyaris Lumpuh, Aher Jangan Diam
A
A
A
CIREBON - Pernyataan dan sikap Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) atas situasi di Kota Cirebon dinilai telah mengabaikan kepentingan publik. Roda Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon sendiri hingga kini masih tidak berjalan.
Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Muradi mengatakan, sikap Aher menjadi hal yang katalistik (berbahaya), karena akan menimbulkan masalah baru. Aher dianggap telah mengabaikan kepentingan publik.
“Gubernur kepanjangan pemerintah pusat, harus segera bertindak jika ada persoalan di kota/kabupaten. Sakit dua bulan bagi kepala daerah sehingga tak bisa beraktivitas seperti biasa dan membuat roda pemerintahan nyaris lumpuh, merupakan situasi berbahaya. Gubernur seharusnya menyelamatkan kepentingan publik,” katanya, saat dihubungi media, Jumat (30/1/2015).
Pemprov Jabar harus cepat bertindak untuk mengambil tindakan sejak awal, mengingat sakitnya Wali Kota Cirebon Ano Sutrisno terhitung lama. Dia bahkan menyebut Aher tak paham undang-undang, karena tak cepat mengambil tindakan.
Dia menyarankan, gubernur membentuk tim untuk menangani masalah ini. Dia mengingatkan, kepentingan publik, termasuk gaji PNS harus diutamakan.
Menanggapi itu, anggota Komisi B DPRD Kota Cirebon dari PKPI Budi Gunawan menyebut pernyataan gubernur di media massa lucu. Dia mengindikasi gubernur telah mendapat laporan yang salah dan tak utuh mengenai kondisi wali kota.
“Kok lucu, gubernur menyatakan Pak Ano tak sakit, dan persoalan di Kota Cirebon hanya miss-komunikasi. Partai Golkar yang mengusung Ano sebagai wali kota saja sudah terbuka dan fair menyatakan wali kota sakit. Saya mengindikasi gubernur mendapat masukan yang kurang benar dan tak utuh dari sekda atau pihak eksekutif Kota Cirebon,” beber dia.
Dia pun menyarankan gubernur mengkaji lebih serius, bahkan menginvestigasi situasi Kota Cirebon sekarang mengenai imbas nyata atas ketidakjelasan status kepemimpinan. Gubernur juga harus mengetahui pelaksanaan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) yang tak utuh dan berimbas pada posisi kosong dan pelayanan publik terancam terkendala.
Sementara itu, sakitnya Ano hingga kini masih berdampak sistemik terhadap penyelenggaraan pemerintahan Pemkot Cirebon. Ribuan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkot Cirebon was-was tak memperoleh gaji Februari nanti. Terlebih, sebagian dari mereka memiliki kewajiban membayar cicilan, baik rumah, kendaraan bermotor, dan lainnya.
“Saya menggadaikan SK ke bank untuk dapat kredit, cemas juga bakal kena denda kalau terlambat bayar. Kalau tak dapat gaji, otomatis terlambat bayar cicilan ke bank, dan kebutuhan lain tak bisa dipenuhi,” ungkap seorang PNS yang enggan disebutkan namanya.
Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Muradi mengatakan, sikap Aher menjadi hal yang katalistik (berbahaya), karena akan menimbulkan masalah baru. Aher dianggap telah mengabaikan kepentingan publik.
“Gubernur kepanjangan pemerintah pusat, harus segera bertindak jika ada persoalan di kota/kabupaten. Sakit dua bulan bagi kepala daerah sehingga tak bisa beraktivitas seperti biasa dan membuat roda pemerintahan nyaris lumpuh, merupakan situasi berbahaya. Gubernur seharusnya menyelamatkan kepentingan publik,” katanya, saat dihubungi media, Jumat (30/1/2015).
Pemprov Jabar harus cepat bertindak untuk mengambil tindakan sejak awal, mengingat sakitnya Wali Kota Cirebon Ano Sutrisno terhitung lama. Dia bahkan menyebut Aher tak paham undang-undang, karena tak cepat mengambil tindakan.
Dia menyarankan, gubernur membentuk tim untuk menangani masalah ini. Dia mengingatkan, kepentingan publik, termasuk gaji PNS harus diutamakan.
Menanggapi itu, anggota Komisi B DPRD Kota Cirebon dari PKPI Budi Gunawan menyebut pernyataan gubernur di media massa lucu. Dia mengindikasi gubernur telah mendapat laporan yang salah dan tak utuh mengenai kondisi wali kota.
“Kok lucu, gubernur menyatakan Pak Ano tak sakit, dan persoalan di Kota Cirebon hanya miss-komunikasi. Partai Golkar yang mengusung Ano sebagai wali kota saja sudah terbuka dan fair menyatakan wali kota sakit. Saya mengindikasi gubernur mendapat masukan yang kurang benar dan tak utuh dari sekda atau pihak eksekutif Kota Cirebon,” beber dia.
Dia pun menyarankan gubernur mengkaji lebih serius, bahkan menginvestigasi situasi Kota Cirebon sekarang mengenai imbas nyata atas ketidakjelasan status kepemimpinan. Gubernur juga harus mengetahui pelaksanaan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) yang tak utuh dan berimbas pada posisi kosong dan pelayanan publik terancam terkendala.
Sementara itu, sakitnya Ano hingga kini masih berdampak sistemik terhadap penyelenggaraan pemerintahan Pemkot Cirebon. Ribuan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkot Cirebon was-was tak memperoleh gaji Februari nanti. Terlebih, sebagian dari mereka memiliki kewajiban membayar cicilan, baik rumah, kendaraan bermotor, dan lainnya.
“Saya menggadaikan SK ke bank untuk dapat kredit, cemas juga bakal kena denda kalau terlambat bayar. Kalau tak dapat gaji, otomatis terlambat bayar cicilan ke bank, dan kebutuhan lain tak bisa dipenuhi,” ungkap seorang PNS yang enggan disebutkan namanya.
(san)