Protes Kebijakan Menteri Susi, Nelayan Turun ke Jalan
A
A
A
PATI - Arus lalu lintas di jalur transnasional penghubung Jawa Tengah-Jawa Timur, tepatnya di sekitar Alun-alun Juwana Kabupaten Pati tersendat. Sebab, sekitar seribu nelayan turun ke jalan memprotes kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Kebijakan Menteri Susi yang melarang penggunaan alat tangkap pukat tarik dan pukat hela dinilai mematikan kehidupan nelayan.
Aksi seribuan nelayan ini dimulai pukul 09.00 WIB dan digelar persis di tengah-tengah badan jalan lampu pengatur lalu lintas Alun-alun Juwana.
Dalam aksinya, massa membekali diri dengan berbagai spanduk. Beberapa di antaranya bertuliskan "Pak Presiden Yth kalau izin cantrang dihapus pengangguran pasti merajalela", "Tolak Permen KKP No 2/Permen-KP/Tahun 2015 karena menyengsarakan nelayan", Susi sadis", "Kebijakan Susi membunuh jutaan orang", dan lain sebagainya.
Massa juga menggelar konvoi dengan truk, mobil, dan sepeda motor menuju Terminal Juwana. Akibatnya, kendaraan mulai dari sepeda motor, mobil, hingga bus atau truk dari arah barat (Pati-Semarang) maupun timur (Rembang-Surabaya) tak bisa melintas.
Kemacetan panjang dari dua arah pun tak terhindarkan lagi. Personel Polres Pati yang berjaga di sekitar lokasi tak berdaya mengatur arus lalu lintas.
"Kami hanya ingin menyampaikan aspirasi saja," kata Koordinator Komunitas Nelayan Jawa Tengah Hadi Sutrisno, Rabu (28/1/2015).
Alat penangkapan ikan berupa cantrang, payang, dogol, dan sejenisnya merupakan bagian dari pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).
Pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets), sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/PERMEN-KP/2015 yang ditetapkan pada 8 Januari tidak diperkenankan digunakan di wilayah pengelolaan perikanan di negeri ini.
Kebijakan itu dinilai sangat mendadak dan tidak mempertimbangkan asas kemanusiaan dan keadilan sosial. Karenanya, nelayan dan pengusaha kapal cantrang bergerak untuk memprotes dan menuntut peraturan menteri yang baru saja dikeluarkan untuk dicabut.
Hadi mengatakan, mayoritas nelayan di Jawa Tengah, mulai dari Brebes hingga Rembang, melaut dengan kapal cantrang. Jika kemudian secara tiba-tiba muncul aturan pelarangan tanpa adanya pendekatan, pembinaan, dan solusi, hasilnya kepentingan nelayan yang terpinggirkan.
"Kami tidak akan diam. Kebijakan ini menjepit nelayan."
Alat tangkap cantrang jauh berbeda dengan pukat harimau yang menguras semua ikan, mulai dari yang kecil dan masih bisa berkembang besar, hingga yang telah siap dikonsumsi, termasuk ikan yang tidak bisa dikonsumsi juga akan turut terangkat jaring dan mati untuk kemudian dibuang kembali ke laut.
"Jika dianggap tidak ramah lingkungan karena banyak ikan kecil yang tertangkap itu tidak sepenuhnya benar. Sebab mata jaringnya berukuran lebih dari 1 inci," tandasnya.
Kebijakan Menteri Susi yang melarang penggunaan alat tangkap pukat tarik dan pukat hela dinilai mematikan kehidupan nelayan.
Aksi seribuan nelayan ini dimulai pukul 09.00 WIB dan digelar persis di tengah-tengah badan jalan lampu pengatur lalu lintas Alun-alun Juwana.
Dalam aksinya, massa membekali diri dengan berbagai spanduk. Beberapa di antaranya bertuliskan "Pak Presiden Yth kalau izin cantrang dihapus pengangguran pasti merajalela", "Tolak Permen KKP No 2/Permen-KP/Tahun 2015 karena menyengsarakan nelayan", Susi sadis", "Kebijakan Susi membunuh jutaan orang", dan lain sebagainya.
Massa juga menggelar konvoi dengan truk, mobil, dan sepeda motor menuju Terminal Juwana. Akibatnya, kendaraan mulai dari sepeda motor, mobil, hingga bus atau truk dari arah barat (Pati-Semarang) maupun timur (Rembang-Surabaya) tak bisa melintas.
Kemacetan panjang dari dua arah pun tak terhindarkan lagi. Personel Polres Pati yang berjaga di sekitar lokasi tak berdaya mengatur arus lalu lintas.
"Kami hanya ingin menyampaikan aspirasi saja," kata Koordinator Komunitas Nelayan Jawa Tengah Hadi Sutrisno, Rabu (28/1/2015).
Alat penangkapan ikan berupa cantrang, payang, dogol, dan sejenisnya merupakan bagian dari pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).
Pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets), sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/PERMEN-KP/2015 yang ditetapkan pada 8 Januari tidak diperkenankan digunakan di wilayah pengelolaan perikanan di negeri ini.
Kebijakan itu dinilai sangat mendadak dan tidak mempertimbangkan asas kemanusiaan dan keadilan sosial. Karenanya, nelayan dan pengusaha kapal cantrang bergerak untuk memprotes dan menuntut peraturan menteri yang baru saja dikeluarkan untuk dicabut.
Hadi mengatakan, mayoritas nelayan di Jawa Tengah, mulai dari Brebes hingga Rembang, melaut dengan kapal cantrang. Jika kemudian secara tiba-tiba muncul aturan pelarangan tanpa adanya pendekatan, pembinaan, dan solusi, hasilnya kepentingan nelayan yang terpinggirkan.
"Kami tidak akan diam. Kebijakan ini menjepit nelayan."
Alat tangkap cantrang jauh berbeda dengan pukat harimau yang menguras semua ikan, mulai dari yang kecil dan masih bisa berkembang besar, hingga yang telah siap dikonsumsi, termasuk ikan yang tidak bisa dikonsumsi juga akan turut terangkat jaring dan mati untuk kemudian dibuang kembali ke laut.
"Jika dianggap tidak ramah lingkungan karena banyak ikan kecil yang tertangkap itu tidak sepenuhnya benar. Sebab mata jaringnya berukuran lebih dari 1 inci," tandasnya.
(zik)