Pabrik Saus Berbahaya Digerebek

Selasa, 27 Januari 2015 - 10:49 WIB
Pabrik Saus Berbahaya...
Pabrik Saus Berbahaya Digerebek
A A A
BANDUNG - Polrestabes Bandung menggrebek industri rumahan pembuat saus sambal berbahan kimia berbahaya dengan kapasitas produksi 200 ton per hari kemarin.

Pabrik yang terletak di Jalan Cicukang Nomor 6, RT 04/03, Kelurahan Caringin, Kecamatan Bandung Kulon, Kota Bandung itu, dalam sehari mampu mencatat transaksi hingga Rp100 juta. Penggrebekan dipimpin Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Angesta Romano Yoyol, yang juga ikut datang kelokasi. Selain terbukti menggunakan bahan kimia berbahaya, produsen saus sambal itu pun tak mengantongi izin edar.

Pekerja yang saat itu tengah melakukan proses produksi saus sambal seketika terhenti ketika puluhan anggota melakukan penggerebekan. Pemilik home industry Tjan Ket alias Edi, 52, dan empat pegawainya kemudian diamankan untuk dimintai keterangan. Kombes Pol Angesta Romano Yoyol mengatakan, pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang menginformasikan adanya industri rumahan yang memproduksi saus sambal dengan komposisi tak layak.

Polisi lalu melakukan penyelidikan dan ternyata benar, industri rumahan tersebut memproduksi saus sambal yang mengandung bahan kimia berbahaya. Di mana, bahan yang digunakan bukanlah cabai melainkan perasa buatan. Adapun bahan yang terkandung dalam sambal tersebut seperti ampas tapioka, ekstrak bawang putih, ekstrak cabai leoserin capsikum, saksrin, garam, pewarna sunset, pewarna jenis poncau, potasium pospat, dan bibit cairan tomato.

“Saus dan sambal ini harusnya di buat dari cabai, tapi ini dibuat dari bahan kimia yang seharusya tak diperbolehkan di konsumsi. Jadi bahan kimia ini pengganti cabai, agar saus terasa pedas. Juga memakai bahan pengawet dan juga pewarna untuk bahan tekstil,” ujar Kapolres kepada wartawan.

Lebih lanjut Kapolres menuturkan, bahan kimia yang terkandung dalam saus ilegal tersebut dapat mengakibatkan penyakit yang dapat membahayakan orang yang mengkonsumsinya. “Akibatnya bisa menyebabkan sakit tenggorokan, pengerasan usus, kanker, dan pencernaan terhambat. Bahan kimia ini juga sangat fatal jika dikonsumsi,” ujarnya.

Dalam sehari, lanjutnya, pabrik ini dapat memproduksi hingga 200 ton. Pabrik yang telah beroperasi sejak tahun 2000 ini juga menurut Yoyol, memasarkan produknya ke seluruh pasarpasar tradisional di Jawa Barat. “Pemasarannya ke pasar-pasar tradisional,” ujarnya seraya menambahkan omset home industry tersebut mencapai Rp100 juta dalam sehari atau Rp3 miliar per bulannya. “Omsetnya 100 juta perhari,” tandasnya.

Yoyol menjelaskan, mereka yang diamankan saat ini masih berstatus sebagai saksi. Akan tetapi tak menutup kemungkinan jika pihaknya telah mendapatkan hasil uji laboratorium dan mempunyai alat bukti lainnya, para pelaku bisa ditetapkan sebagai tersangka. Karena memproduksi makanan (saus/sambal) yang tak sesuai, para pelaku dapat dikenakan Pasal 62 ayat (1) UU RI No08/1999 tetang Perlindungan Konsumen dan Pasal 136 UU RI No 18/2002 tentang Pangan.

Berdasarkan pantauan di lapangan, home industry ini berada di belakang bangunan. Untuk menuju tempat tersebut, harus melewati lorong selebar satu meter. Di pabrik itu, tampak pewarna merah berceceran di lantai. Selain itu sebuah alat produksi dan drum tersimpan di sebuah ruangan sebesar 20 meter persegi. Bahan kimia berbai cabai tercium menusuk hidung. Tempat produksi pembuatan sambal ini pun dinilai tak hygienist, bekas olahan yang telah menjadi sampah tampak bercampur di satu lokasi.

Selain itu, saus sambal yang telah dikemas siap diedarkan, satu paket saus tersebut berisi 20 kantung. Pada kemasan tersebut, terpasangan merek saus yakni Sinar Sari, namun tak tertera nomor P-IRT atau izin perusahaan industri rumah tangga. Juga tidak ada nomor re gister dari Departemen Kesehatan dan sertifikasi halal dari MUI. Akan tetapi di sudut kanan bawah bungkus saus sambal hanya tertera lambang bertuliskan L-POM.

Sementara itu, Edi, 52 pemilik Pabrik mengaku jika pabrik itu telah beroperasi selama tujuh tahun. Selama itu, dia telah mendistribusikan produknya ke seluruh pasar tradisional di Jawa Barat. “Di antaranya pasar-pasar di Garut, Banjaran, dan pasar lainnya. Kalau di Bandung di Pasar Caringin,” ujarnya.Satu paket saus sambal tersebut dijual Rp20.000. Dalam satu paket itu berisi 20 kantong saus. “Satuannya dijual Rp1.000,” katanya.

Ketika disinggung bahan baku saus, Edi mengaku menggunakan cabai giling dan bawang putih asli yang di pesan dari Cirebon. Namun karena saat ini cabai dan bawang sedang ke habisan, akhirnya dia memutuskan menggunakan bahan-bahan kimia tersebut. “Cabainya pas habis saja, biasanya pakai cabai giling dan bawang putih dari Cirebon,” katanya.

Ketika disingung apakah dia tahu jika bahan kimia yang dipakai untuk membuat saus tersebut berbahaya, Edi berkilah jika bahan tersebut tak berbahaya. “Bahan-bahan itu tidak berbahya, itu bisa buat manusia. Bahan ini saya dapat dari Jakarta,” katanya. Saat ini, dia memiliki 20 pegawai. “Bahan kimia tersebut cuman buat pengental saja,” katanya.

Kendati begitu, dia mengaku belum memiliki izin dari Badan POM. “Saya baru dapat dari Depkes RI saja,” katanya seraya menambahkan jika saus sambal produksi miliknya tersebut telah mendapatkan hak paten.

Agie Permadi
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8017 seconds (0.1#10.140)