Banyak Kawan, Tak Khawatir Mobil Mogok di Jalan
A
A
A
Daihatsu Charade, mobil buatan Jepang yang generasi pertamanya dikeluarkan pada 1982 ini ternyata masih ramai peminatnya. Bodinya yang ramping, gesit, dan relatif irit bahan bakar karena satu liter bisa menempuh 17 km, merupakan sedikit dari berbagai alasan mobil klasik ini digandrungi.
Pemakaian bahan bakar yang irit ini sangat cocok menjadi city car , termasuk di Kota Salatiga yang wilayahnya tidak begitu luas. Berawal dari sering bertemu di jalan, mereka yang sama-sama menyukai Charade kemudian membentuk komunitas. Alhasil, pada 14 Januari 2012 dideklarasikanlah Daihatsu Charade Community Salatiga (DCCS). Anggotanya adalah pemilik Charade keluaran 1982 hingga yang terbaru, Charade Classy keluaran 1995.
Komunitas ini tadinya hanya beranggotakan lima orang saja. Seiring waktu terus bertambah dan kini ada 17 orang dengan berbagai latar belakang, seperti karyawan swasta, PNS, hingga anggota Polri. Setiap anggota baru dikenai biaya Rp50.000 untuk pembuatan kartu tanda anggota (KTA) dan mendapat stiker angka “07” untuk ditempelkan di mobil. Mereka menggelar “kopi darat” atau pertemuan setiap malam Minggu di sekitar Lapangan Pancasila dan Minggu pagi Jalan Lingkar Salatiga.
“Kalau Minggu pagi, bapak-bapak kumpul di jalan lingkar. Istri yang belanja sayur atau rawon untuk sarapan pagi,” kata Ketua DCCS, Arief Syarifudin, baru-baru ini. Pertemuan ini tidak saja untuk semakin mengakrabkan antaranggota, tapi juga berbagi informasi terkait perawatan mobil. Maklum, karena usianya yang sudah tidak muda lagi, Charade rawan sekali mogok.
Pada Minggu pagi itu mereka menggelar acara ngoprek , yakni setiap mobil masing-masing di buka kap mesinnya. Kemudian ada anggota ahli mesin, Om Budi dari Tingkir, melihat satu persatu kondisinya. Jika ada yang perlu diperbaiki atau semisal busi harus diganti, akan disampaikan langsung kepada pemilik mobil.
Di samping itu, di antara anggota juga tidak sungkan memberikan informasi ketika anggota lainnya sedang mencari onderdil. “Misal bengkel A harganya lebih murah, atau di tempat B bengkelnya lebih bagus, itu jadi referensi berharga,” ucapnya.
Komunitas Charade tidak hanya di Salatiga saja. Di kota-kota lain di Jawa Tengah, juga ada. Seperti di Kota Semarang, Kota Pekalongan, dan daerah lainnya. Dengan banyaknya kelompok yang memiliki hobi sama, semakin memudahkan anggota lainnya untuk saling membantu. Jadi, ketika mobil mengalami mogok, biasanya akan dibantu komunitas terdekat.
Arief yang kesehariannya menjadi karyawan swasta ini pernah mengalami mogok di Pekalongan. Kemudian dirinya membuat status di BlackBerry. “Tolong RR (rekan-rekan) lagi mogok,” ini akan menimbulkan keingintahuan anggota lainnya. Dia baru-baru ini juga membantu pemilik Charade asal Magelang yang mogok di Kopeng pukul 23.00 WIB, dan ternyata masalahnya hanya selang bensin yang terjepit.
“Biasanya langsung didatangi dan ditanya masalahnya. Kalaupun tidak tahu mesin, minimal bisa menemani dan mencarikan bengkel atau orang yang ahli terdekat,” papar dia. Anggota DCCS, Septina Ika Kadarsih, mengaku senang bisa bergabung dengan komunitas. Pemilik Charade Classy 1995 itu merasa lebih banyak memiliki saudara. “Banyak teman baru dan kemudian jadi dekat berawal dari komunitas ini,” kata ibu dua anak yang akrab disapa Ika ini.
Secara kelembagaan, DCCS masih sebatas forum. Rencananya pertengahan tahun ini ada pertemuan komunitas Charade Jateng-DIY dan akan membahas soal anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART). Tidak hanya touring , komunitas ini juga secara berkala memberikan bantuan kepada yatim piatu.
Arif Purniawan
Kota Semarang
Pemakaian bahan bakar yang irit ini sangat cocok menjadi city car , termasuk di Kota Salatiga yang wilayahnya tidak begitu luas. Berawal dari sering bertemu di jalan, mereka yang sama-sama menyukai Charade kemudian membentuk komunitas. Alhasil, pada 14 Januari 2012 dideklarasikanlah Daihatsu Charade Community Salatiga (DCCS). Anggotanya adalah pemilik Charade keluaran 1982 hingga yang terbaru, Charade Classy keluaran 1995.
Komunitas ini tadinya hanya beranggotakan lima orang saja. Seiring waktu terus bertambah dan kini ada 17 orang dengan berbagai latar belakang, seperti karyawan swasta, PNS, hingga anggota Polri. Setiap anggota baru dikenai biaya Rp50.000 untuk pembuatan kartu tanda anggota (KTA) dan mendapat stiker angka “07” untuk ditempelkan di mobil. Mereka menggelar “kopi darat” atau pertemuan setiap malam Minggu di sekitar Lapangan Pancasila dan Minggu pagi Jalan Lingkar Salatiga.
“Kalau Minggu pagi, bapak-bapak kumpul di jalan lingkar. Istri yang belanja sayur atau rawon untuk sarapan pagi,” kata Ketua DCCS, Arief Syarifudin, baru-baru ini. Pertemuan ini tidak saja untuk semakin mengakrabkan antaranggota, tapi juga berbagi informasi terkait perawatan mobil. Maklum, karena usianya yang sudah tidak muda lagi, Charade rawan sekali mogok.
Pada Minggu pagi itu mereka menggelar acara ngoprek , yakni setiap mobil masing-masing di buka kap mesinnya. Kemudian ada anggota ahli mesin, Om Budi dari Tingkir, melihat satu persatu kondisinya. Jika ada yang perlu diperbaiki atau semisal busi harus diganti, akan disampaikan langsung kepada pemilik mobil.
Di samping itu, di antara anggota juga tidak sungkan memberikan informasi ketika anggota lainnya sedang mencari onderdil. “Misal bengkel A harganya lebih murah, atau di tempat B bengkelnya lebih bagus, itu jadi referensi berharga,” ucapnya.
Komunitas Charade tidak hanya di Salatiga saja. Di kota-kota lain di Jawa Tengah, juga ada. Seperti di Kota Semarang, Kota Pekalongan, dan daerah lainnya. Dengan banyaknya kelompok yang memiliki hobi sama, semakin memudahkan anggota lainnya untuk saling membantu. Jadi, ketika mobil mengalami mogok, biasanya akan dibantu komunitas terdekat.
Arief yang kesehariannya menjadi karyawan swasta ini pernah mengalami mogok di Pekalongan. Kemudian dirinya membuat status di BlackBerry. “Tolong RR (rekan-rekan) lagi mogok,” ini akan menimbulkan keingintahuan anggota lainnya. Dia baru-baru ini juga membantu pemilik Charade asal Magelang yang mogok di Kopeng pukul 23.00 WIB, dan ternyata masalahnya hanya selang bensin yang terjepit.
“Biasanya langsung didatangi dan ditanya masalahnya. Kalaupun tidak tahu mesin, minimal bisa menemani dan mencarikan bengkel atau orang yang ahli terdekat,” papar dia. Anggota DCCS, Septina Ika Kadarsih, mengaku senang bisa bergabung dengan komunitas. Pemilik Charade Classy 1995 itu merasa lebih banyak memiliki saudara. “Banyak teman baru dan kemudian jadi dekat berawal dari komunitas ini,” kata ibu dua anak yang akrab disapa Ika ini.
Secara kelembagaan, DCCS masih sebatas forum. Rencananya pertengahan tahun ini ada pertemuan komunitas Charade Jateng-DIY dan akan membahas soal anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART). Tidak hanya touring , komunitas ini juga secara berkala memberikan bantuan kepada yatim piatu.
Arif Purniawan
Kota Semarang
(ars)