Camat Meranti Divonis 1,5 Tahun, Keluarga Histeris

Jum'at, 23 Januari 2015 - 11:03 WIB
Camat Meranti Divonis...
Camat Meranti Divonis 1,5 Tahun, Keluarga Histeris
A A A
MEDAN - Camat Meranti, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Tumpal Enryko Hasibuan, divonis majelis hakim selama 1,5 tahun penjara.

Sementara Kepala Desa (Kades) Meranti Utara, Tobasa, Marole Siagian, divonis dua tahun penjara. Majelis hakim yang diketuai Parlindungan Sinaga menyatakan, kedua terdakwa terbukti bersalah melakukan korupsi proyek pembangunan PLTA Asahan III yang merugikan keuangan negara senilai Rp4,9 miliar.

"Kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31/- 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," kata hakim membacakan putusannya saat sidang di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (22/1).

Dalam amar putusan yang dibacakan hakim, dijelaskan kedua terdakwa merupakan anggota panitia pengadaan tanah (P2T) pembebasan lahan pembangunan basecamp dan acces road PLTA Asahan III pada 2010. Namun, kedua terdakwa tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota P2T sebagaimana mestinya.

Pembayaran ganti rugi kepada masyarakat untuk pengadaan lahan basecampdan acces road PLTA Asahan III di Dusun Batumamak, Desa Meranti Utara, Kabupaten Tobasa, dinilai menyalahi peraturan perundangundangan. Sebab, lahan seluas sembilan hektare itu masuk dalam kawasan hutan register 44, namun diklaim milik warga Dusun Batumamak.

Kedua terdakwa bersama ketua dan wakil ketua P2T tidak menginventarisasi lahan dan tanaman yang akan dibebaskan. Jadi, ganti rugi diberikan kepada warga Dusun Batumamak, Desa Meranti Utara, Tobasa, yang mengklaim memiliki 286 persil lahan. Akibat perbuatan terdakwa, telah memperkaya orang lain, dalam hal ini penerima ganti rugi dan merugikan negara.

Padahal, kata jaksa, berdasarkan koordinatnya, lahan itu berada di atas kawasan hutan lindung register 44. "Atas putusan ini, baik terdakwa maupun penuntut umum memiliki hak yang sama, menerima atau menolak. Bagaimana saudara terdakwa?" tanya hakim.

Bukan langsung menjawab, terdakwa Tumpal langsung tertunduk menangis. Dia merasa putusan yang diberikan kepadanya tidak adil. Sambil mengusap air matanya, Tumpal bersama Marole berkonsultasi sebentar dengan penasihat hukum mereka. Setelah berkonsultasi, baik Tumpal maupun Marole mengaku pikir-pikir atas putusan hakim itu. "Kami pikir-pikir dulu majelis," katanya.

Hal yang sama juga diungkapkan JPU Praden Simanjuntak. JPU dari Kejari Balige ini menyatakan pikirpikir. Seketika keluarga terdakwa langsung histeris di ruang sidang. Sidang belum ditutup, keluarga terdakwa sudah menangis sambil berteriak-teriak. Mereka menilai hukuman yang diberikan kepada terdakwa tidak adil.

"Ini hukum apa, mereka tidak bersalah tetapi dipenjara. Padahal jelas dalam perkara ini pengguna anggaran itu adalah pihak PLN. Tapi satu pun tak ada pihak PLN yang dipenjarakan. Hakim kenapa tutup mata dan menghukum secara membabi buta, kenapa tidak pihak PLN yang dihukum," teriak Hepi Sirait, istri terdakwa Tumpal.

Sampai keluar ruang sidang, keluarga terdakwa ini terus menangis dan berteriak mengecam hukuman yang tidak adil bagi kedua terdakwa. "Ini merupakan bentuk kriminalisasi kepada abang saya (Tumpal). Dia sama sekali tidak terlibat dalam perkara ini, tetapi ada pihak-pihak yang berusaha agar dia dipenjara," kata Ferry Hasibuan, adik kandung terdakwa Tumpal.

Panggabean Hasibuan
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1592 seconds (0.1#10.140)