Rindu Kepastian Rasa Aman
A
A
A
Masyarakat di Jawa Tengah terus dihinggapi rasa khawatir dan tidak aman akan munculnya aksi kejahatan di berbagai tempat. Rasa aman menjadi sesuatu yang sangat dirindukan di awal tahun 2015.
Betapa tidak, hasil analisis dan evaluasi (anev) Polda Jateng, aksi kejahatan di provinsi ini selama 2014 muncul tiap 30 menit. Selain itu, para pelaku kerap tak pandang bulu. Tak jarang, korban jiwa kerap muncul akibat aksi para penjahat tersebut. Meski kasus yang muncul tahun 2014 cenderung menurun dibanding tahun sebelumnya, rasa aman dan nyaman masyarakat terus terancam.
Apalagi pelaku tidak melulu orang dewasa. Anak bawah umur pun makin banyak melakukan tindakan kriminal. Selain itu, kasus tindak pidana konvensional yang muncul belum semua dituntaskan. Akibatnya, sejumlah pelaku masih bisa berkeliaran bebas dan menebar ancaman. Dari 15.919 kasus yang muncul tahun 2014, baru 9.974 kasus yang diselesaikan.
Koordinator Indonesia Police Watch (IPW) Jateng Untung Budiarso tak memungkiri belakangan ini banyak kasus kejahatan jalanan, seperti penjambretan maupun penodongan. “Ini jelas sangat meresahkan masyarakat. Aparat kepolisian harus meningkatkan upaya-upaya yang bisa menjamin rasa aman kepada masyarakat,” ujarnya.
Kejahatan jalanan menurutnya harus menjadi perhatian serius agar para pelaku bisa ditangkap dan diproses sesuai hukum berlaku. “Dengan begitu, situasi keamanan dan ketertiban masyarakat kembali terjaga,” katanya.
Pengajar Psikologi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Ahmad M Akung mengatakan, tindakan kriminalitas bukan semata-mata akibat faktor ekonomi. Sebab hasil dari perilaku kejahatan sering kali kerap digunakan untuk foya-foya . Khusus anak-anak yang terlibat kriminal, kata dia, hal itu tidak bisa dilupakan serta memerlukan perhatian.
Sebab, anak-anak itu bisa menjadi pelaku maupun korban. “Karakteristik anak sebagai individu lemah rentan dimanipulasi, gampang ditipu, serta mudah dirayu,” katanya. Dalam hal ini, peran orang tua sangat vital dalam membentuk kepribadian anak.
Namun, fenomena yang terjadi saat ini orang tua sibuk mencari uang dan membiarkan anaknya lepas dari pengawasan. “Padahal individu belia ini memerlukan bimbingan, panduan, dan arahan untuk menjadi pribadi dewasa yang matang. Kadang kala orang tua justru menyerahkan pola asuh anak kepada orang lain,” ujarnya.
Tercatat, jumlah polisi di Jateng saat ini 34.297 personel. Sementara keseluruhan penduduk di provinsi ini berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) berjumlah 32.643.612 jiwa. Hal itu menjadikan rasio polisi dengan masyarakat sebanyak 1 : 934.
Atas dasar itu, Wakil Kepala Polda Jateng Brigjen Pol Slamet Riyanto mengatakan, kewaspadaan personal setiap masyarakat juga harus ditingkatkan. “Kewaspadaan dan pencegahan bisa dilakukan dari diri sendiri. Misalnya, ketika meninggalkan rumah dalam keadaan kosong, bisa titipkan pesan atau kunci rumah ke tetangga yang dipercaya,” katanya.
Eka Setiawan/ Andika Prabowo
Betapa tidak, hasil analisis dan evaluasi (anev) Polda Jateng, aksi kejahatan di provinsi ini selama 2014 muncul tiap 30 menit. Selain itu, para pelaku kerap tak pandang bulu. Tak jarang, korban jiwa kerap muncul akibat aksi para penjahat tersebut. Meski kasus yang muncul tahun 2014 cenderung menurun dibanding tahun sebelumnya, rasa aman dan nyaman masyarakat terus terancam.
Apalagi pelaku tidak melulu orang dewasa. Anak bawah umur pun makin banyak melakukan tindakan kriminal. Selain itu, kasus tindak pidana konvensional yang muncul belum semua dituntaskan. Akibatnya, sejumlah pelaku masih bisa berkeliaran bebas dan menebar ancaman. Dari 15.919 kasus yang muncul tahun 2014, baru 9.974 kasus yang diselesaikan.
Koordinator Indonesia Police Watch (IPW) Jateng Untung Budiarso tak memungkiri belakangan ini banyak kasus kejahatan jalanan, seperti penjambretan maupun penodongan. “Ini jelas sangat meresahkan masyarakat. Aparat kepolisian harus meningkatkan upaya-upaya yang bisa menjamin rasa aman kepada masyarakat,” ujarnya.
Kejahatan jalanan menurutnya harus menjadi perhatian serius agar para pelaku bisa ditangkap dan diproses sesuai hukum berlaku. “Dengan begitu, situasi keamanan dan ketertiban masyarakat kembali terjaga,” katanya.
Pengajar Psikologi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Ahmad M Akung mengatakan, tindakan kriminalitas bukan semata-mata akibat faktor ekonomi. Sebab hasil dari perilaku kejahatan sering kali kerap digunakan untuk foya-foya . Khusus anak-anak yang terlibat kriminal, kata dia, hal itu tidak bisa dilupakan serta memerlukan perhatian.
Sebab, anak-anak itu bisa menjadi pelaku maupun korban. “Karakteristik anak sebagai individu lemah rentan dimanipulasi, gampang ditipu, serta mudah dirayu,” katanya. Dalam hal ini, peran orang tua sangat vital dalam membentuk kepribadian anak.
Namun, fenomena yang terjadi saat ini orang tua sibuk mencari uang dan membiarkan anaknya lepas dari pengawasan. “Padahal individu belia ini memerlukan bimbingan, panduan, dan arahan untuk menjadi pribadi dewasa yang matang. Kadang kala orang tua justru menyerahkan pola asuh anak kepada orang lain,” ujarnya.
Tercatat, jumlah polisi di Jateng saat ini 34.297 personel. Sementara keseluruhan penduduk di provinsi ini berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) berjumlah 32.643.612 jiwa. Hal itu menjadikan rasio polisi dengan masyarakat sebanyak 1 : 934.
Atas dasar itu, Wakil Kepala Polda Jateng Brigjen Pol Slamet Riyanto mengatakan, kewaspadaan personal setiap masyarakat juga harus ditingkatkan. “Kewaspadaan dan pencegahan bisa dilakukan dari diri sendiri. Misalnya, ketika meninggalkan rumah dalam keadaan kosong, bisa titipkan pesan atau kunci rumah ke tetangga yang dipercaya,” katanya.
Eka Setiawan/ Andika Prabowo
(ftr)