Petisi untuk RK Terus Menguat

Sabtu, 17 Januari 2015 - 09:49 WIB
Petisi untuk RK Terus Menguat
Petisi untuk RK Terus Menguat
A A A
BANDUNG - Petisi penyandang cacat (difabel) yang digagas Yuyun Yuningsih melalui media sosial terus mendapat dukungan publik. Hingga kemarin malam, tak kurang dari 500 orang telah menyatakan dukungannya agar shelter bus dan trotoar bisa digunakan penyandang cacat.

Petisi yang dirilis melalui Change.org sejak 14 Januari 2015 lalu, ditujukan kepada Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dan Ketua DPRD Kota Bandung Isa Subagja. Petisi itu meminta dukungan kepada warga, untuk me ngingatkan pejabat tertinggi di Bandung agar peduli terhadap penyandang difabel, terutama pada pembangunan shelter dan trotoar.

Pada petisi itu, Yuyun menilai Pemkot Bandung tidak memberi akses bagi penyandang cacat untuk menggunakan shelter dan trotoar. “Kami mengamati desain yang Kang Emil ciptakan, bukan berawal dari fungsi dan manfaat yang tentunya akan berpengaruh pada biaya. Mengapa harus mendesain halte yang nyentrik? Sadarkah desain yang Kang Emil ciptakan itu adalah mendiskriminasi warga terutama penyandang disabilitas,” tulis Yuyun.

Dikutip dari Change.org, beberapa komentar yang atas petisi itu seperti “Petisi ini penting seluruh pengguna fasilitas umum. Jangankan buat teman-teman yang disabilitas, trotoar licin yang lagi “trend” saat ini juga membahayakan kita-kita” tulis Anilawati Nurwakhidin. Sementara komentar lainnya, “Saya dukung revolusi desain halte dan trotoar publik kota Bandung yang diskriminatif karena saya juga kaum disability,” tulis Aisyah Cahyu Cintya.

Deputy Director Bandung Independent Living Center (BILiC) Aden Ahmad menyatakan, untuk menciptakan Bandung juara tentunya pemerintah harus memerhatikan keramahan infrastruktur kotanya. Terutama bagi orang-orang dengan kebutuhan khusus. “Jangan lupakan aksesibilitas untuk kaum disabilitas,” ujarnya, saat dihubungi, kemarin.

Pihaknya cukup menyayangkan sejumlah kebijakan yang diambil Wali Kota Bandung yang disebut-sebut kreatif ini melupakan kebutuhan kaum difabel. Contohnya saja dalam pembangunan taman kota. “Tidak ada aksesnya. Kursi roda susah masuk. Taman-taman tidak ramah untuk difabel,” ujarnya.

Kemudian wali kota juga membangun halte bus yang cukup nyentrik. Namun desainnya tetap tidak memerhatikan aksesibilitas untuk kaum difabel. “Kami langsung berunding, karena ini tidak ada difabelnya. Katanya pengalaman Amerika, tapi nggak diterapkan di Indonesia,” ucap dia.

Sementara itu, Sekertaris Dinas Perhubungan Kota Bandung Enjang Mulyana berjanji akan mengkaji masukan dari penyadang disabilitas terkiat desain halte yang dianggap diskriminatif. “Masukannya bagus. Ya tentu saja kami akan menerima masukan-masukan dari warga disabilitas,” ujarnya.

Enjang mengakui, delapan halte Trans Metro Bandung berdesain nyentrik itu, tidak dilengkapi sarana khusus untuk penyadang disabilitas. Dia beralasan saat perencanaan desain pihaknya membicarakan hal itu kepada konsultan. “kami hanya mengikuti desain (halte) awalnya seperti itu dari konsultan,” ucap Enjang.

Meski begitu, dia menyatakan, akan berdiskusi dengan pihak terkait untuk merubah atau menambah desain dari halte tersebut, agar mudah diakses oleh penyandang disabilitas. “Bisa saja diubah. Nanti kami sampaikan kepada konsultan sesuai permohonan teman-teman disabilitas,” pungkasnya.

Mochamad Solehudin
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6566 seconds (0.1#10.140)