PT ACK Terancam Gigit Jari
A
A
A
MEDAN - Keinginan PT Agra Citra Kharisma (ACK) untuk mendapatkan berbagai perizinan pusat perbelanjaan Centre Point, bakal kandas. Pasalnya, komisi-komisi dan pimpinan DPRD Kota Medan, minus Komisi D, menyatakan menolak perubahan peruntuhan Jalan Jawa yang saat ini di atasnya sudah berdiri Centre Point.
Dewan berpendapat, perubahan peruntukan Jalan Jawa seluas 23.000 meter (m) atas nama Handoko (PT ACK) belum bisa diberikan hingga ada keputusan peninjauan kembali (PK) yang diajukan PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Diketahui, perubahan peruntukan merupakan syarat wajib guna mengurus berbagai perizinan, seperti izin mendirikan bangunan (IMB), izin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), surat izin usaha perdagangan (SIUP), dan izin gangguan (HO).
Sinyal penolakan tersebut disampaikan fraksi-fraksi dalam rapat gabungan yang dipimpin Ketua DPRD Kota Medan, Hendri Jhon Hutagalung, di ruang rapat Badan Anggaran (Banggar), kemarin.
Dalam rapat tersebut, Hendri Jhon meminta masing-masing pimpinan komisi menyampaikan pandangan dan rekomendasi atas usulan perubahan peruntukan lahan Jalan Jawa yang diajukan Pemko Medan pada November 2014. Ketiga komisi, yakni Komisi A, Komisi B, dan Komisi C, menyatakan menolak perubahan peruntukan Jalan Jawa karena hingga kini masih dalam sengketa antara antara PT KAI dengan PT ACK.
Dewan juga menilai investor Centre Point telah menjatuhkan nama Pemko dan DPRD Kota Medan karena membangun tanpa izin, mulai dari IMB, izin amdal, SIUP, dan izin gangguan.
“Kami minta permohonan tersebut ditolak atau ditunda sampai alas haknya jelas. Sebab, ini berdasarkan resume rapat yang kami lakukan dan hasil kunjungan kerja ke PT KAI. Kami minta selesaikan persoalan hukumnya terlebih dahulu,” ungkap Ketua Komisi A, Ratna Sitepu, menyampaikan pandangan komisi yang dia pimpin.
Hal senada disampaikan Ketua Komisi B, Irsal Fikri. Komisi B juga belum bisa menyetujui perubahan peruntukan Jalan Jawa karena belum ada keputusan hukum tetap atas sengketa lahan tersebut.
Selain itu, Komisi B juga belum melakukan rapat dengar pendapat dengan berbagai pihak terkait masalah amdal maupun sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Centre Point yang saat ini sudah beroperasi.
Sekretaris Komisi B, Bahrumsyah, menambahkan, mengacu pada Undang-Undang (UU) tentang Lingkungan Hidup, pusat perbelanjaan Centre Point telah melakukan berbagai pelanggaran yang bisa dituntut secara pidana. Dalam UU itu, kata dia, jelas disebutkan bahwa amdal maupun IPAL baru bisa dikeluarkan setelah ada perizinan berkaitan dengan tata ruang.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Komisi B memutuskan belum bisa memberi persetujuan atas permohonan perubahan peruntukan lahan Centre Point. “Izin tata ruang dulu didapatkan, baru amdal. Setelah itu baru perizinan. Tata ruang saja belum ada, kenapa baru sekarang setelah berdiri baru diajukan perubahan peruntukan,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi C, Salman Alfarisi, berencana mengajukan hak interpelasi terhadap Pemko Medan atas pengajuan perubahan peruntukan lahan tersebut. Sebab, permohonan perubahan peruntukan tersebut diajukan Pemko Medan setelah bangunan berdiri.
“Apa alasannya permohonan perubahan peruntukan diajukan setelah bangunan berdiri. Bangunan itu telah melangkahi tiga prosedur yang ditetapkan Pemko Medan sendiri,” ungkap Salman.
Wakil Ketua Komisi C, Goedfrid F Lubis, menambahkan, pihak pengelola Centre Point telah mengangkangi peraturan yang berlaku di wilayah Kota Medan. Sebab, pengelola Centre Point telah menyewakan tenant tanpa mengantungi izin usaha.
Anehnya, Dinas Pendapatan telah mengutip pajak dari berbagai usaha yang beroperasi di sana sebesar Rp1,7 miliar per bulan. “Apakah bisa kita (Pemko Medan) mengutip pajak dari usaha yang belum legal, usaha yang belum mengantungi SIUP, TDP, maupun HO?” katanya.
Di sisi lain, Ketua Komisi D, Ahmad Arief, berpendapat, pembahasan dalam rapat gabungan komisi itu sudah terlalu melebar sehingga dapat membingungkan untuk pengambilan keputusan.
Menurut dia, pembahasan seharusnya fokus pada surat permohonan wali kota Medan soal perubahan peruntukan di Jalan Jawa, bukan persoalan izin Centre Point. Jika untuk membahas Centre Point, cukup di komisi terkait yang menangani hukum maupun pembangunan. Maunya fokus terhadap permohonan perubahan peruntukan. Itu yang diambil keputusannya, apakah menolak atau menerima,” katanya.
Terkait persoalan Centre Point, dia menilai tidak ada masalah. Sebab, secara hukum PT ACK telah memegang keputusan Mahkamah Agung yang mengesahkan kepemilikan PT ACK atas lahan Jalan Jawa yang di atasnya berdiri Centre Point.
Sesuai perwal, keputusan MA ini dapat dijadikan alas hak dalam pengurusan perubahan peruntukan maupun IMB. Menanggapi itu, Hendri Jhon Hutagalung menyatakan, pimpinan Dewan tidak ingin mengambil keputusan yang bisa menjatuhkan citra DPRD.
Untuk itu, pimpinan Dewan harus bertindak hati-hati dengan cara mendengar saran dari seluruh komisi. “Selain itu, persoalan Centre Point ini juga berkaitan dengan masalah lingkungan hidup dan pendapatan daerah. Untuk itu, selain Komisi A dan D, kita juga perlu mendengar pendapat dari Komisi B dan C,” ungkapnya.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Kota Medan, Burhanuddin Sitepu, menimpali, DPRD tidak bisa mengambil keputusan begitu saja, tapi perlu mempertimbangkan putusan PK yang diajukan PT KAI. Menurut dia, PK merupakan ruang yang diberikan hukum untuk mencari kebenaran dan keadilan setelah adanya putusan kasasi.
“Marilah kita menghargai itu. Karena itu, saya pikir kita tidak perlu tergesa-gesa menyetujui perubahan peruntukan tersebut. Kita meminta PT ACK agar bersabar. Asal alas hak jelas, tentu kita menyetujuinya,” ucap Burhan.
Setelah mendengar pendapat dari berbagai komisi, Hendri Jhon menutup rapat tersebut. Sebelum ditutup, disimpulkan agar persoalan perubahan peruntukan lahan tersebut dibawa ke rapat paripurna.
Reza Shahab
Dewan berpendapat, perubahan peruntukan Jalan Jawa seluas 23.000 meter (m) atas nama Handoko (PT ACK) belum bisa diberikan hingga ada keputusan peninjauan kembali (PK) yang diajukan PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Diketahui, perubahan peruntukan merupakan syarat wajib guna mengurus berbagai perizinan, seperti izin mendirikan bangunan (IMB), izin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), surat izin usaha perdagangan (SIUP), dan izin gangguan (HO).
Sinyal penolakan tersebut disampaikan fraksi-fraksi dalam rapat gabungan yang dipimpin Ketua DPRD Kota Medan, Hendri Jhon Hutagalung, di ruang rapat Badan Anggaran (Banggar), kemarin.
Dalam rapat tersebut, Hendri Jhon meminta masing-masing pimpinan komisi menyampaikan pandangan dan rekomendasi atas usulan perubahan peruntukan lahan Jalan Jawa yang diajukan Pemko Medan pada November 2014. Ketiga komisi, yakni Komisi A, Komisi B, dan Komisi C, menyatakan menolak perubahan peruntukan Jalan Jawa karena hingga kini masih dalam sengketa antara antara PT KAI dengan PT ACK.
Dewan juga menilai investor Centre Point telah menjatuhkan nama Pemko dan DPRD Kota Medan karena membangun tanpa izin, mulai dari IMB, izin amdal, SIUP, dan izin gangguan.
“Kami minta permohonan tersebut ditolak atau ditunda sampai alas haknya jelas. Sebab, ini berdasarkan resume rapat yang kami lakukan dan hasil kunjungan kerja ke PT KAI. Kami minta selesaikan persoalan hukumnya terlebih dahulu,” ungkap Ketua Komisi A, Ratna Sitepu, menyampaikan pandangan komisi yang dia pimpin.
Hal senada disampaikan Ketua Komisi B, Irsal Fikri. Komisi B juga belum bisa menyetujui perubahan peruntukan Jalan Jawa karena belum ada keputusan hukum tetap atas sengketa lahan tersebut.
Selain itu, Komisi B juga belum melakukan rapat dengar pendapat dengan berbagai pihak terkait masalah amdal maupun sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Centre Point yang saat ini sudah beroperasi.
Sekretaris Komisi B, Bahrumsyah, menambahkan, mengacu pada Undang-Undang (UU) tentang Lingkungan Hidup, pusat perbelanjaan Centre Point telah melakukan berbagai pelanggaran yang bisa dituntut secara pidana. Dalam UU itu, kata dia, jelas disebutkan bahwa amdal maupun IPAL baru bisa dikeluarkan setelah ada perizinan berkaitan dengan tata ruang.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Komisi B memutuskan belum bisa memberi persetujuan atas permohonan perubahan peruntukan lahan Centre Point. “Izin tata ruang dulu didapatkan, baru amdal. Setelah itu baru perizinan. Tata ruang saja belum ada, kenapa baru sekarang setelah berdiri baru diajukan perubahan peruntukan,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Komisi C, Salman Alfarisi, berencana mengajukan hak interpelasi terhadap Pemko Medan atas pengajuan perubahan peruntukan lahan tersebut. Sebab, permohonan perubahan peruntukan tersebut diajukan Pemko Medan setelah bangunan berdiri.
“Apa alasannya permohonan perubahan peruntukan diajukan setelah bangunan berdiri. Bangunan itu telah melangkahi tiga prosedur yang ditetapkan Pemko Medan sendiri,” ungkap Salman.
Wakil Ketua Komisi C, Goedfrid F Lubis, menambahkan, pihak pengelola Centre Point telah mengangkangi peraturan yang berlaku di wilayah Kota Medan. Sebab, pengelola Centre Point telah menyewakan tenant tanpa mengantungi izin usaha.
Anehnya, Dinas Pendapatan telah mengutip pajak dari berbagai usaha yang beroperasi di sana sebesar Rp1,7 miliar per bulan. “Apakah bisa kita (Pemko Medan) mengutip pajak dari usaha yang belum legal, usaha yang belum mengantungi SIUP, TDP, maupun HO?” katanya.
Di sisi lain, Ketua Komisi D, Ahmad Arief, berpendapat, pembahasan dalam rapat gabungan komisi itu sudah terlalu melebar sehingga dapat membingungkan untuk pengambilan keputusan.
Menurut dia, pembahasan seharusnya fokus pada surat permohonan wali kota Medan soal perubahan peruntukan di Jalan Jawa, bukan persoalan izin Centre Point. Jika untuk membahas Centre Point, cukup di komisi terkait yang menangani hukum maupun pembangunan. Maunya fokus terhadap permohonan perubahan peruntukan. Itu yang diambil keputusannya, apakah menolak atau menerima,” katanya.
Terkait persoalan Centre Point, dia menilai tidak ada masalah. Sebab, secara hukum PT ACK telah memegang keputusan Mahkamah Agung yang mengesahkan kepemilikan PT ACK atas lahan Jalan Jawa yang di atasnya berdiri Centre Point.
Sesuai perwal, keputusan MA ini dapat dijadikan alas hak dalam pengurusan perubahan peruntukan maupun IMB. Menanggapi itu, Hendri Jhon Hutagalung menyatakan, pimpinan Dewan tidak ingin mengambil keputusan yang bisa menjatuhkan citra DPRD.
Untuk itu, pimpinan Dewan harus bertindak hati-hati dengan cara mendengar saran dari seluruh komisi. “Selain itu, persoalan Centre Point ini juga berkaitan dengan masalah lingkungan hidup dan pendapatan daerah. Untuk itu, selain Komisi A dan D, kita juga perlu mendengar pendapat dari Komisi B dan C,” ungkapnya.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Kota Medan, Burhanuddin Sitepu, menimpali, DPRD tidak bisa mengambil keputusan begitu saja, tapi perlu mempertimbangkan putusan PK yang diajukan PT KAI. Menurut dia, PK merupakan ruang yang diberikan hukum untuk mencari kebenaran dan keadilan setelah adanya putusan kasasi.
“Marilah kita menghargai itu. Karena itu, saya pikir kita tidak perlu tergesa-gesa menyetujui perubahan peruntukan tersebut. Kita meminta PT ACK agar bersabar. Asal alas hak jelas, tentu kita menyetujuinya,” ucap Burhan.
Setelah mendengar pendapat dari berbagai komisi, Hendri Jhon menutup rapat tersebut. Sebelum ditutup, disimpulkan agar persoalan perubahan peruntukan lahan tersebut dibawa ke rapat paripurna.
Reza Shahab
(ftr)