Pemkot Tak Tahu Oudetrap Pernah Dilelang
A
A
A
SEMARANG - Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang mengaku sebelumnya tidak mengetahui ada informasi bahwa Gedung Oudetrap di Jalan Taman Srigunting No 3 pernah dilelang bank dengan nilai Rp2,4 miliar, tapi tidak laku.
Pemkot baru mengetahui kabar tersebut setelah proses pembayaran bangunan yang dikenal dengan Gudang Gambir itu selesai. “Pembayaran pada akhir tahun ini (2014) karena memang hasil appraisal -nya mepet, karena anggarannya dialokasikan pada APBD Perubahan 2014,” kata Asisten 1 Setda Kota Semarang Eko Cahyono, kemarin.
Pembayaran dilakukan pada 30 Desember 2014 melalui transfer ke rekening pemiliknya, Budhi Pranoto. Meski begitu, kata Eko, proses pembelian sudah melalui mekanisme kajian dengan menunjuk konsultan untuk menilai gedung-gedung mana di Kota Lama yang merupakan sebuah artifak atau cagar budaya layak dibeli.
Melalui pengkajian itu dihasilkan ada 10 bangunan nominasi untuk dibeli (namanama gedung selengkapnya lihat tabel). “Dari jumlah itu setelah dikaji dan didiskusikan bersama SKPD (satuan kerja perangkat daerah) terkait dan BPK2L (Badan Pengelola Kawasan Kota Lama) mengerucut hanya tiga gedung, yaitu Marbah, eks BTPN, dan Gedung Oudetrap,” tuturnya.
Setelah itu, lanjut Eko, pemkot menunjuk tim appraisal menaksir harga ketiga bangunan tersebut. Dalam prosesnya, tim kesulitan menaksir Gedung Marbah karena kepemilikannya tidak jelas. Tim appraisal tidak bisa masuk ke dalam karena gedung terkunci sehingga hanya menaksirkan harga pada gedung eks BTPN dan Oudetrap. “Keluar angka untuk Gedung Oudetrap seharga Rp8,7 miliar, sedangkan eks BTPN seharga Rp9,5 miliar,” ujarnya.
Tim apprasial berasal dari KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) Yanuar Bey Semarang dengan partner penilai properti Wahyu Mahendra beralamat di Sendangsari Utara 13 Kalicari, Semarang, tepatnya di Gedung Dewan Koperasi Indonesia Ruang B. Tim tersebut menaksir berdasarkan rumus yang berlaku, di antaranya mempertimbangkan nilai sewa bangunan di sekitar Gedung Oudetrap mencapai Rp550 juta per tahun.
Dari hasil appraisal , Gedung Oudetrap yang dibangun 1834 dengan luas tanah 1.196 m2 dan bangunan 1.420 m2 ini nilai harga tanahnya Rp7.056.400.000, bangunannya Rp1.647.100.000, dan plus sarana pelengkap Rp47.600.000. Setelah didapatkan harga taksiran, kata Eko, pemilik gedung dipanggil untuk dibuka penawaran harga pembelian.
Setelah dilakukan tiga kali pertemuan, pemilik Gedung Oudetrap setuju dengan harga Rp8,7 miliar yang ditawarkan. Sementara pemilik gedung eks BPTN tidak menyetujui. “Pembelian gedung ini dengan niat membeli barang antik atau kuno di kawasan Kota Lama. Di Kota Lama ada 207 bangunan tapi yang terpelihara hanya 179, lainnya terbengkalai,” kata Eko Cahyono.
Menurutnya, niat Pemkot Semarang membeli bangunan di kawasan Kota Lama sudah lama. Tujuannya agar pemkot memiliki sarana atau aset yang bisa dijadikan sebagai media komunikasi maupun menggelar kegiatan yang sifatnya menghidupkan kembali Kota Lama. “Jadi bangunan yang dibeli ini akan jadi pionir. Bangunan ini juga akan jadi contoh melakukan konservasi bangunan cagar budaya,” ujarnya.
Untuk pembelian gedung di Kota Lama, pemkot sebetulnya menganggarkan dana sebesar Rp35 miliar. Namun, karena sudah terpakai Rp8,7 miliar untuk membeli Gedung Oudetrap, maka sisanya Rp26,3 miliar dikembalikan ke kas daerah.
Diakui Eko, kondisi Gedung Oudetrap tidak 100% bagus, tapi banyak bagian bangunan yang masih asli, seperti tangga dan pilar tengah. Pada 2015, pemkot menyediakan anggaran perawatan Gedung Oudetrap. Saat ditanya apakah pemanfaatan gedung ini juga akan disewakan, dia menyerahkan kepada pengelolanya, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
Menurut Eko, jika ada anggaran, pemkot tetap akan membeli gedung-gedung lainnya di Kota Lama. Namun untuk tahun 2015 dipastikan tidak ada alokasi anggaran pembelian gedung tua lagi.
Terpisah, Kabid Aset Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Semarang Satrio Imam menambahkan, kepemilikan Gedung Oudetrap ada 8 sertifikat, terdiri atas lima sertifikat atas nama Budhi Pranoto dan tiga sertifikat atas nama istrinya. Semua setuju bangunannya untuk dibeli pemkot.
M Abduh
Pemkot baru mengetahui kabar tersebut setelah proses pembayaran bangunan yang dikenal dengan Gudang Gambir itu selesai. “Pembayaran pada akhir tahun ini (2014) karena memang hasil appraisal -nya mepet, karena anggarannya dialokasikan pada APBD Perubahan 2014,” kata Asisten 1 Setda Kota Semarang Eko Cahyono, kemarin.
Pembayaran dilakukan pada 30 Desember 2014 melalui transfer ke rekening pemiliknya, Budhi Pranoto. Meski begitu, kata Eko, proses pembelian sudah melalui mekanisme kajian dengan menunjuk konsultan untuk menilai gedung-gedung mana di Kota Lama yang merupakan sebuah artifak atau cagar budaya layak dibeli.
Melalui pengkajian itu dihasilkan ada 10 bangunan nominasi untuk dibeli (namanama gedung selengkapnya lihat tabel). “Dari jumlah itu setelah dikaji dan didiskusikan bersama SKPD (satuan kerja perangkat daerah) terkait dan BPK2L (Badan Pengelola Kawasan Kota Lama) mengerucut hanya tiga gedung, yaitu Marbah, eks BTPN, dan Gedung Oudetrap,” tuturnya.
Setelah itu, lanjut Eko, pemkot menunjuk tim appraisal menaksir harga ketiga bangunan tersebut. Dalam prosesnya, tim kesulitan menaksir Gedung Marbah karena kepemilikannya tidak jelas. Tim appraisal tidak bisa masuk ke dalam karena gedung terkunci sehingga hanya menaksirkan harga pada gedung eks BTPN dan Oudetrap. “Keluar angka untuk Gedung Oudetrap seharga Rp8,7 miliar, sedangkan eks BTPN seharga Rp9,5 miliar,” ujarnya.
Tim apprasial berasal dari KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) Yanuar Bey Semarang dengan partner penilai properti Wahyu Mahendra beralamat di Sendangsari Utara 13 Kalicari, Semarang, tepatnya di Gedung Dewan Koperasi Indonesia Ruang B. Tim tersebut menaksir berdasarkan rumus yang berlaku, di antaranya mempertimbangkan nilai sewa bangunan di sekitar Gedung Oudetrap mencapai Rp550 juta per tahun.
Dari hasil appraisal , Gedung Oudetrap yang dibangun 1834 dengan luas tanah 1.196 m2 dan bangunan 1.420 m2 ini nilai harga tanahnya Rp7.056.400.000, bangunannya Rp1.647.100.000, dan plus sarana pelengkap Rp47.600.000. Setelah didapatkan harga taksiran, kata Eko, pemilik gedung dipanggil untuk dibuka penawaran harga pembelian.
Setelah dilakukan tiga kali pertemuan, pemilik Gedung Oudetrap setuju dengan harga Rp8,7 miliar yang ditawarkan. Sementara pemilik gedung eks BPTN tidak menyetujui. “Pembelian gedung ini dengan niat membeli barang antik atau kuno di kawasan Kota Lama. Di Kota Lama ada 207 bangunan tapi yang terpelihara hanya 179, lainnya terbengkalai,” kata Eko Cahyono.
Menurutnya, niat Pemkot Semarang membeli bangunan di kawasan Kota Lama sudah lama. Tujuannya agar pemkot memiliki sarana atau aset yang bisa dijadikan sebagai media komunikasi maupun menggelar kegiatan yang sifatnya menghidupkan kembali Kota Lama. “Jadi bangunan yang dibeli ini akan jadi pionir. Bangunan ini juga akan jadi contoh melakukan konservasi bangunan cagar budaya,” ujarnya.
Untuk pembelian gedung di Kota Lama, pemkot sebetulnya menganggarkan dana sebesar Rp35 miliar. Namun, karena sudah terpakai Rp8,7 miliar untuk membeli Gedung Oudetrap, maka sisanya Rp26,3 miliar dikembalikan ke kas daerah.
Diakui Eko, kondisi Gedung Oudetrap tidak 100% bagus, tapi banyak bagian bangunan yang masih asli, seperti tangga dan pilar tengah. Pada 2015, pemkot menyediakan anggaran perawatan Gedung Oudetrap. Saat ditanya apakah pemanfaatan gedung ini juga akan disewakan, dia menyerahkan kepada pengelolanya, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
Menurut Eko, jika ada anggaran, pemkot tetap akan membeli gedung-gedung lainnya di Kota Lama. Namun untuk tahun 2015 dipastikan tidak ada alokasi anggaran pembelian gedung tua lagi.
Terpisah, Kabid Aset Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Semarang Satrio Imam menambahkan, kepemilikan Gedung Oudetrap ada 8 sertifikat, terdiri atas lima sertifikat atas nama Budhi Pranoto dan tiga sertifikat atas nama istrinya. Semua setuju bangunannya untuk dibeli pemkot.
M Abduh
(ftr)