Batalkan Rencana Bersama Keluarga demi Tugas Negara

Minggu, 04 Januari 2015 - 16:18 WIB
Batalkan Rencana Bersama...
Batalkan Rencana Bersama Keluarga demi Tugas Negara
A A A
JAKARTA - Kumpul bersama keluarga dan orang tua adalah dambaan setiap orang di hari raya. Berbagi cerita setelah lama tak bersua tentu sudah menjadi cita-cita.

Sayangnya, keinginan itu harus dipendam oleh Komandan Detasemen 4 Kopaska Koarmabar Kapten Laut (P) Edy Tirtayasa.

Pria kelahiran Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang tergabung dalam tim rescue Basarnas ini harus menjalankan tugas negaranya. Ya,

Edy sapaan akrab pria bertubuh gempal ini harus memimpin Komando Pasukan Katak (Kopaska) menemukan dan mengevakuasi para penumpang korban jatuhnya pesawat milik maskapai AirAsia QZ8501 di sekitar Selat Karimata dan Teluk Kumai.

"Bagi Kopaska lebih sedih kalau nggak bertugas, ada kejadian yang menimpa saudara kita, masa kita cuma duduk nonton tivi," ujarnya.

Meski disadari, bahwa rencananya berkumpul bersama keluarga dan orang tua untuk merayakan Natal dan Tahun Baru di Mataram, NTB terpaksa harus ditunda.

Bukan hanya itu, pria yang sudah hampir 21 tahun bergabung dalam pasukan elit TNI AL pun harus membatalkan dan merelakan tiket pesawat yang sudah dipesannya hangus tak terpakai.

"Saya baru melaksanakan cuti sehari di rumah, besoknya langsung berangkat, padahal sudah beli tiket, ya sudah tiket hangus. Selesai. Rencana mau ke Mataram, kebetulan orang tua ada di Lombok, saya lahir besar di situ," tuturnya.

Christina Sunaryanti, anaknya Debora Calamita Tirtayasa termasuk ibunda tercintanya memahami pekerjaan yang digeluti olehnya.

"Kalau isteri dan anak sudah nggak kaget. Gimana lagi sudah resiko. Namanya tugas negara ya sudah dijalankan dengan sebaik-baiknya. Bagi anggota Kopaska mengalami hal yang begini sudah biasa. Bahkan, pertama nikah empat hari kemudian sudah ditinggal," timpalnya.

Hal itu pula yang ditanamkan kepada pasukannya. Pengabdian bagi bangsa dan negara serta kemanusiaan merupakan yang utama.

"Jangan menjadikan Hari Raya sebagai sesuatu yang wah. Jangan ngeluh Hari Raya harus begini, nggak ada. Saya Natalan, saya Tahun Baruan, tapi keluarga nggak ada yang keberatan dari anak juga," tuturnya.

Meski harus bertaruh nyawa dan meninggalkan keluarga, namun menjadi bagian dari TNI sudah tertanam kuat dalam benaknya sejak kecil. Apalagi, anak ketiga dari empat bersaudara ini besar dari keluarga tentara.

"Semua di keluarga tentara. Anak pertama TNI AL, sedangkan anak nomor dua Polwan, anak terakhir PNS di kepolisian. Ayah sendiri adalah tentara di Satkopaska Koarmabar Jakarta," katanya.

Pengetahuannya mengenai Kopaska semakin bertambah saat duduk dibangku sekolah di SMAN 1 Mataram.

Setelah lulus sekolah, Edy sempat diterima di kampus elit dan ternama yakni, Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STAN) dan Universitas Brawijaya. Namun, karena tidak ada uang, Edy memutuskan untuk memilih sebagai tentara.

Pada 1992, pria berbadan besar ini masuk Bintara, dan sempat bekerja di kapal karena untuk menjadi Kopaska sesorang harus bekerja selama 1,5-2 tahun di kapal.

"Baru 1 tahun bekerja saya daftar ke Kopaska dan akhirnya lulus. Kopaska bagi saya adalah "That small soldier but very hight quality," ceritanya.

Kemampuan yang didapat melalui pelatihan selama mengikuti pendidikan di Kopaska didukung dengan tekad yang kuat membuat Edy mendapat banyak penghargaan.

Tercatat ada sepuluh medali (penghargaan) baik ditingkat nasional maupun internasional yang diterimanya selama menjalankan misinya.

"Penghargaan di Lebanon salah satunya. Ada beberapa tugas khusus yang harus dilaksanakan. Terus saya dapat penghargaan, bisa melanjutkan sekolah dan jadi perwira. Kebetulan ada kesempatan. United Nastion (UN) Medal itu di luar, Lebanon," katanya.

Sejak dibentuk pada 1962 silam, jumlah pasukan elit Kopaska ini memang sangat sedikit tidak lebih dari 400 orang.

Di Armabar saja jumlah pasukan hanya 100 orang. Untuk wilayah timur sekitar 150 personel.

Padahal peserta yang minat dan telah ikut tes Kopaska cukup banyak tapi mereka yang lulus sedikit. Adanya desakan agar menurunkan standar tidak pernah dilakukannya.

"Jadi dulu ada Paska 6-7 orang saja yang lulus. Ada pernah pendidikan cuma lima orang. Tapi saya lupa tahunnya, " kenang Edy.

Sedikitnya jumlah pasukan dibanding tugas yang diembannya, membuat pria yang memiliki selera humor ini harus merangkap jabatan sebagai Wadan Kima Kopaska.

Tapi lagi-lagi itu tidak menjadi halangan baginya. "Karena perwiranya kurang, itu hal lumrah karena semua sisi harus dipenuhi, dijalani saja," tukasnya.

Meski beban tugas yang diembannya berat dan penuh resiko namun bagi pasukan TNI, tidak ada istilah gagal dalam tugas.

Apalagi dalam menjalankan misi kemanusiaan. "Sebab dalam menolong orang itu tidak perlu memikirkan pamrih dan pamor," katanya.

Karenanya, rencana pemerintah yang ingin menaikkan dan memperhatikan kesejahteraan para prajurit merupakan kabar yang menggembirakan.

"Kita tunggu pemerintah gaji TNI akan naik. Setiap orang ingin hidup lebih baik lagi, tetapi kita harus realistis melihat hidup dan bercita-cita ke depan sambil. Dinikmati semua ada batasannya," tandasnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7827 seconds (0.1#10.140)